8화 Pain Fear

37 8 2
                                    

Backsound : Sing For You

•⚫⚫⚫•

Gadis dengan rambut panjang beserta seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya yang penuh plester luka itu berjalan riang menenteng tas sekolah berisi buku-buku yang tebalnya bukan kepalang.

Ia masih terus menyunggingkan senyumnya selama perjalanan.
Kali ini dirinya diliputi perasaan bangga karena hasil ujian akhir sekolahnya sangat baik.

Jika dilihat dari luka-luka yang tampak ditutupi oleh plester, gadis itu nampak seperti anak badung yang sukanya berkelahi.

Namun nyatanya luka-luka itu ia dapat karena sesuatu yang membuat orang-orang merasa miris.

Tapi ia tidak berpikir demikian karena merasa semuanya wajar.

Ya. Ia disiksa oleh kedua orang tuanya bergantian setiap harinya.

Ia pikir itu karena kedua orang tuanya sayang dan perduli karena tidak ingin anaknya menjadi gagal kelak. Maka dari itu ia selalu berusaha mempertahankan prestasinya dan membuat kedua orang tuanya tenang dan tidak stress memikirkan anak mereka.

Walaupun pola pikirnya adalah salah besar, karena kedua orang tuanya itu menjadikan dirinya sebagai pelampiasan dendam mereka selama bertahun-tahun menumbuhkannya dengan benci dan tanpa adanya kasih sayang.

Biarlah gadis itu berpikir seperti itu. Itu akan membuatnya merasa bahagia dan selalu diliputi perasaan akan kasih sayang orang tuanya.

Langkah kakinya semakin cepat kala sampai pada belokan akhir gang rumahnya.

Semakin dekat, dan ia semakin mengembangkan senyumnya.

Perlahan senyumannya sirna saat mendengar suara jeritan dan rintihan dari balik pintu rumah kecilnya.

Ia berlari membuka pintu dan langsung mencari sumber suara itu berasal.

Kakinya lemas. Matanya memburam. Badannya merosot dan berbenturan dengan tembok di belakangnya.

Apa yang ia lihat kali ini terasa tidak nyata. Hatinya untuk yang pertama kalinya terasa seperti dihantam dengan keras.

"Eomma... kenapa? A-appa..." lirihnya pilu melihat ayahnya tergeletak di lantai bersimbah darah.

Ibunya menoleh ke arahnya dengan pisau yang ia genggam erat dan tersenyum menyeringai serta mata penuh air yang masih membanjir.

"Appa katamu? Dia bukan appamu! Dasar anak bodoh!" makinya penuh amarah.

Ia tak menduga akan di bentak dengan kejam oleh ibu kandungnya.

Sang ibu melihat wajah putrinya, ekspresinya berubah menjadi lebih lembut.

Pelan ia berjalan mendekati gadis kecilnya yang bersandar pada dinding tipis rumah dan menatapnya ketakutan.

Ia berjongkok di depan si anak dan membelai lembut tubuh ringkih yang sudah gemetaran itu.

"Maaf. Aku menyayangimu, tapi lebih baik jika tanpa aku di sisimu. Aku takut akan menyakitimu lebih banyak."

Tangan kanannya yang menggenggam pisau dengan cepat ia arahkan ke dada kirinya.

Jleb!

Pisau itu menembus jantungnya dan mengoyak kulit terlalu lebar hingga darahnya mengucur keluar terlalu deras.

"Andwae! Eomma!" jerit gadis itu memegangi ibunya yang ambruk kebelakang.

"Temukan mereka," lirih sang ibu sambil mengusap wajah putrinya dengan tangan yang penuh oleh darah.

Adore Psycho-insaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang