18화 Can I?

43 9 10
                                    

"Kau mengikatku dengan tatapan surammu. Kau mencoba menyerang ketidaksadaranku. Aku maju selangkah dan sadar bahwa itu berbahaya."

- Fall

Backsound : Blooming Day - EXO CBX

Semenjak kejadian semalam, suasana di kediaman Jongdae menjadi sangat sepi. Para pelayan hanya keluar sebutuhnya, sedang yang mengurusi dapur adalah Luhan dan lima pelayan senior miliknya, juga empat lainnya yang terbagi untuk merawat kebun bagian luar dan dalam.

Jongdae hari ini yang masih dalam masa akhir pekannya, terduduk di meja makan di temani laptop dan semangkuk ramen yang sudah dingin.

Ia mengucek mata. Pengelihatannya yang mulai buram karena terlalu lama menatap layar laptop semenjak semalam hingga pagi ini sangatlah mengganggunya. Ia menggunakan kacamatanya dan mengedipkan kelopak berulang kali hingga merasa lebih baik.

Malamnya ia hanya tertidur selama lima menit. Itu pun tidak nyenyak karena nyeri di lehernya akibat cakaran Jooyoung. Dia juga tak bisa meminum obat. Obatnya hilang, terjatuh entah dimana. Ia tak mengingatnya. Menelepon dokter pribadinya sudah masuk ke dalam jadwalnya di akhir minggu. Jadi hari ini adalah kunjungan yang sudah kesekian kali dokternya dan akan jadi yang pertama di rumah barunya.

Suara derap sandal yang bergesek lantai membuat Jongdae yang menumpu kepala di tangannya sambil menatap kosong laptop menoleh ke arah sumber suara.

"Nona Lee, Anda sudah bangun. Mari duduk, saya siapkan sarapan untuk Anda," sapa Luhan ketika melihat Jooyoung menghampiri dapur.

"Tidak perlu," sahut Jooyoung ketus. Ia hanya mengambil air mineral yang berada di lemari pendingin dengan cepat dan menutupnya, membuat kulkas tersebut bergoyang saking kuatnya hempasan tangan Jooyoung.

Ia mengabaikan Luhan dan pelayan lainnya yang menatap dirinya penuh belas kasihan. Mereka paham jika semua ini karena Jooyoung masih muak dengan Jongdae.

Jongdae dengan cepat berdiri dan mencekal tangan Jooyoung. Menariknya kencang agar Jooyoung berpaling pada dirinya. "Tunggu dulu."

Jooyoung menatap mata Jongdae tajam. Lain halnya Jongdae, ia hanya menatap lelah pada Jooyoung. Kedua kelopak mata keduanya sama-sama membuktikan bahwa mereka berdua penuh tekanan, tapi Jongdae kali ini terlihat lebih. Jooyoung mengakui itu dalam batinya. Bukan bersikap narsis, tapi ia selalu memandang kaca di kamar mandi memperhatikan kantung matanya yang kian hari semakin parah saja.

"Aku tidak memaksamu untuk memaafkanku," ucap Jongdae meluncur begitu saja.

Jooyoung hanya diam tidak menanggapi ucapan Jongdae. Hampir saja pikirannya melayang pada masa lalunya, jika saja Jongdae tak membuka mulutnya lagi.

"Apakah itu keberuntungan atau kemalangan bagimu, telah bertemu dengan seorang pria sepertiku. Bagimu ini akan menjadi seperti jalan yang terhimpit. Ya, seperti halnya wiski, kau telah menelan suatu kesalahan saat tak menurutiku," katanya. Kembali mengungkit penyebab pertengkaran semalam.

"Lupakan yang tadi malam," jawab Jooyoung muak. Namun reaksinya mengagetkan Jongdae. Tidak menyangka wanita itu akan acuh saja.

"Sudah bisa memaafkanku?"

Jooyoung menunduk pasrah. Menggigit bibirnya dan mengangguk kecil tak mengelak. Ia mendongak saat mendengar Jongdae mendesah lega. Dirinya melihat mata Jongdae yang terhalang kacamata, kemudian fokus melirik pada luka yang semalam ia perbuat.

"Tolong bawakan obat merah," kerah Jooyoung kepada seorang pelayan yang berdiri di ujung ruang dapur.

"Baik."

Adore Psycho-insaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang