⏮◀ ⬛ ▶⏭
Baru ia akan bangkit, suara nyaring menggema di lorong hotel memanggil namanya keras-keras.
"KIM JONGDAE!!!"
•⚫⚫⚫•
"Nona, bisa ceritakan kejadiannya?"
"Apakah polisi akan mengambil tindakan reka ulang adegan?"
"Apa inisiatif dari pembunuhan ini?"
"Apa keputusan dari pihak pengadilan?"Suara kamera bersahut-sahutan dengan cepat dan blitz dari kamera sudah seperti petir yang menyambar-nyambar. Para wartawan bicara tiada jemu.
"Tolong.... Berhenti...." cicitku.
Salah seorang reporter mendekatkan kamera paparazzi-nya di depan wajahku. Kilatan cahaya kamera benar-benar mengganggu indra pengelihatan.
"Berhenti...." aku menyuruh orang itu untuk menghentikan jepretannya dengan lirih.
Yang lain semakin gencar mendekatkan mikrofon mereka, menyodorkannya agar dekat dengan mulutku.
"Berhenti...." Aku mati-matian menahan sesak di dada.
"Hentikan...." Aku tak kuasa menahan tangis. Kepalaku pening dan berkedut.
Mereka semakin mendesakku, tidak memberiku ruang untuk bernapas. Rasanya seperti terhisap ke lubang hitam dan tanpa oksigen.
Aku sudah tak sanggup lagi menerima cuitan kejam para reporter. Hatiku sudah terlalu sakit mendengarnya.
"Geumannnn!!! Geumanhaeee!!!" teriakku kencang.
Mataku yang basah oleh air mata samar-samar melihat ruangan kecil dengan pintu terbuka.
Sosok Jongdae, Baekhyun, dan Minseok tampak nyata di pengelihatanku.
Jadi... itu tadi mimpi.
Mimpi terburuk yang kualami.
Karena itu benar-benar pernah terjadi di kehidupan masa laluku.
Sama nyatanya dengan mereka bertiga. Mereka yang membawaku keluar untuk kembali mengenal kejamnya dunia.
Pikiranku kalut oleh rasa takut yang masih saja menghantuiku. Aku menatap Minseok disampingku dan langsung memeluknya. Entah apa yang menguasaiku, tapi rasa nyaman bisa kuraih jika berada di dekat Minseok.
Aku kembali menangis. Kali ini dengan sadar. Teringat lagi mimpiku barusan yang terulang, terasa sangat nyata.
Tangan Minseok menepuk-nepuk dan mengusap pelan, memberikan ketenangan untukku. Aku berhenti menangis dan merasakan bagaimana cara Minseok yang memperlakukanku dengan lembut.
Aku sudah kembali mengambil kendali atas tubuhku dan napasku yang masih sesenggukan. Namun sudah sedikit mendingan.
Buru-buru aku melepas pelukanku dari Minseok ketika menyadari mereka bertiga memperhatikanku dengan sabar. Aku segera menutup wajah dengan kedua tangan. Malu karena mereka melihatku, memandang iba.
"Maafkan aku," ujarku pelan. Tanganku dengan kasar mengusap wajah ini yang basah oleh air mata. Terasa lengket karena hampir kering.
Jongdae yang kelihatan acuh malah tiba-tiba mengulurkan sapu tangan.
Aku menggeleng. Merasa tak enak. Jongdae memaksa. Ia menyapukan sapu tangannya di wajahku perlahan. Mengusap make up-ku yang kelihatannya agak luntur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adore Psycho-insane
Fanfiction[FROMANCE] REAL CHEN FANFICTION • Peringkat 3 dalam PSIKO [9/5/2018] • Peringkat 3 dalam Lovesoul [6/4/2019] • Peringkat 2 dalam Lovesoul [8/4/2019] Ketika kewarasanmu diuji untuk menghadapi dunia luar. "Ini benar-benar mengerikan dan menyiksa. Aku...