17 [JHS]

80 12 0
                                    

"I've not broken our heart, Cathy. You've broken it, and in breaking it, you've broken mine." - Heathcliff, Wuthering Height.

🌿🌿🌿

Hoseok duduk termangu dipinggir jendela yang tengah mengembun akibat diterpa udara dingin dari luar sana. Ia menatap nanar pada setiap butiran salju yang turun menapaki bumi.

Bahkan salju terlihat lebih beruntung dibanding dirinya yang tengah dilingkupi kesendirian dan kesepian tiada akhir.

Dulu, ia dikenal sebagai pria yang ceria, yang siap memberikan senyuman hangat pada siapa saja. Dia layaknya mentari pagi yang memancarkan cahaya hangatnya untuk semua makhluk yang ada diatas bumi.

Tetapi, kejadian beberapa tahun silam berhasil menyedot hampir seluruh keceriaan dan kehangatan yang ada pada dirinya. Layaknya sang mentari yang kehilangan cahayanya. Layaknya super hero yang kehilangan seluruh kekuatannya. Ia kini berubah menjadi sosok yang begitu pendiam.
Kehangatan yang selalu terpancar dari dalam tubuhnya seakan-akan lenyap entah kemana.

Tak ada lagi Hoseok yang ceria, tak ada lagi Hoseok yang hangat. Yang ada hanyalah, Hoseok yang pendiam.

Segala macam usaha dilakukan oleh teman-temannya untuk membuatnya kembali ke sedia kala, menjadi seorang Hoseok yang disukai banyak orang.

Ribuan panggilan yang masuk kedalam ponselnya ia abaikan. Ribuan pesan penyemangat yang di kirim untuknya tak pernah ia baca.

Hingga suara ketukan dari arah pintu kamarnya terdengar, ia tetap bergeming. Tidak merubah posisinya sedikitpun.

Hingga ketukan itu terus berulang, mencoba mengusik diri Hoseok untuk menariknya bergerak untuk membukanya.

"Pergilah!" Teriak Hoseok dari dalam kamarnya.

"Ini aku..." hingga jawaban dari seorang gadis itu benar-benar menarik atensi dari seorang Jung Hoseok.

"Elena?" Ucap Hoseok lirih. Ada nada tak percaya terselip di nada bicaranya.

"Ini aku, Elena. Bisakah kau membiarkanku masuk, Hoseok?"

Hoseok tetap diam di tempatnya ketika Elena mulai masuk dan berjalan mendekat ke arah Hoseok.

"Elena, kau?" Ada rasa tak percaya yang menghiasi lekuk wajah Hoseok.

"Aku ingin melihatmu Hoseok. Aku sudah tahu apa yang terjadi padamu." Elena mulai berbicara ketika ia duduk dihadapan Hoseok.

Wajah Hoseok terlihat sedikit memerah, mencoba menahan tangis yang siap keluar kapan saja. Siap menahan airmata yg siap jatuh kapan saja.

"Aku sakit El..." ada getar yang terselip ketika Hoseok mengatakannya.

"Aku tahu..." jawab Elena yang seketika membuat airmata Hoseok jatuh membasahi kedua pipinya.

"Kau bahkan tahu bahwa aku sakit. Tapi kenapa kau tetap pergi meninggalkan ku?"

"Hoseok..."

"Aku bahkan tak pernah merasa sesakit ini sebelumnya, hiks..." Hoseok menundukkan wajahnya, membiarkan airmatanya jatuh tak terbendung.

"Kau berhasil mengambil hatiku terlalu banyak. Aku bahkan rela memberikan seluruh hatiku untukmu. Hiks. Tapi, tapi apa yang kau lakukan, hiks..."

"Hoseok, dengarkan aku-"

"Tidak! Kau yang harus dengarkan aku!" Ucap Hoseok tegas. Ia menatap Elena dengan nanar.

"Kau sudah mengambil hatiku, lalu kau menghancurkannya. Kau benar-benar menghancurkanku El. KAU MENGHANCURKAN KU!"

"KAU MENGHANCURKAN HIDUPKU! KENAPA?! KENAPA KAU PERGI DISAAT AKU BENAR-BENAR MENCINTAIMU?!!"

▫▫▫

"Bagaimana keadaan Hoseok?" Tanya seorang pria yang tengah mengenakan jas putih kepada seorang gadis yang tengah memegang hasil laporan seseorang.

"Dia sudah kami ikat. Dan..." gadis itu menjeda sejenak.

"Tingkat depresi yang ia alami sejak kematian istrinya kini semakin memburuk."

~fin~

25 Days Of Flash Fiction : 7 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang