"Ya asal lo ga nyesel aja nantinya," sahut seorang laki-laki yang sedang fokus pada permainan di dalam PSP miliknya.
Matahari sudah beranjak dari tempatnya, kini hanya ada langit gelap yang diisi dengan bintang yang gemerlap dan bulan setengah yang bersinar. Davilza kini sedang berada di rumahnya. Rumah besar bertingkat yang bernuansakan warna hitam dan dominan putih yang dibelakangnya terdapat kolam berbentuk segi panjang. Namun sayangnya, disini Davilza hanya tinggal dengan beberapa pembantu rumah tangga.
Dan saat ini ada dua orang laki-laki yang merupakan sahabat Davilza sejak ia berada di Taman Kanak-kanak di halaman belakang rumahnya. Kedua laki-laki itu adalah Rando dan Gavi. Sayangnya, Rando, Gavi dan Davilza pisah sekolah sejak mereka masuk SMP.
"Emang kenapa sih lo harus balas dendam, Za?" tanya Rando dengan bingung.
Tentu saja, Gavi dan Rando mengetahui masalah Davilza di masa lalu. Masalah laki-laki itu dengan seorang gadis bernama Alisa Sandrey. Bahkan mereka tahu tentang Davilza yang hampir saja mati karna kekurangan darah dan untungnya pertolongan segera datang pada saat itu. Bahkan setelah sadarkan diri, Davilza mengamuk dan terlihat menyeramkan dengan keadaannya itu. Sehingga ia harus melewati terapi psikis. Lalu kemana Alisa? Ia benar-benar menghilang tanpa jejak setelah menyakiti laki-laki itu seenaknya. Gavi dan Rando ingin marah tapi mereka tidak bisa melakukannya, karena mereka tidak lagi menemukan Alisa.
"Menurut gue, dia harus dapat pelajaran."
Rando menghentikan kegiatan bermainnya. "Apa lo bener-bener yakin?"
Davilza mengangguk yakin. "Dari yang gue denger dia itu cewek yang sedikit angkuh, sombong, dan dia udah nolak cowok-cowok yang nembak dia."
Gavi mengangkat sebelah alis, "nolak? Cuman gara-gara itu dia dikata sombong? Sumpah anak sekolahan lo tuh cetek semua otaknya, Za. Termasuk lo."
Rando tertawa, "bener apa kata Gavi. Nolak itu hak semua orang, itu tanda kalau seseorang itu punya prinsip dan komitmen."
Gavi mengangguk setuju, "gue jadi kepo tau sama orangnya." Pernyataan itu dibalas dengan anggukan setuju oleh Rando.
Davilza memutar bola mata malas mendengar tanggapan kedua sahabat lamanya. Selalu begini, mereka selalu tau cara agar Davilza mengurungkan niatnya dan ini sudah terjadi lebih dari sekali.
"Intinya dia target gue."
Keputusan Final dari Davilza, kemudian laki-laki itu beranjak dan meninggalkan kedua temannya yang sudah saling pandang sejak tadi.
"Gue yakin dia bakal berhenti di tengah jalan," ucap Gavi walau ia sendiri sedikit ragu.
"Semoga," sahut Rando singkat.
[=]
Derung motor saling berbalas-balasan di area parkir SMK Satu Nusa Beda Suku. Kebetulan yang selalu terjadi setiap minggu, Filan selalu bertemu keempat kawannya ketika dalam perjalanan menuju SMK, tepatnya di hari biasa yang tidak ada upacara pagi. Awalnya setelah Filan menjemput Nada dengan motor sport putihnya, ia kemudian bertemu Zavano dan Wahyu saat berhenti di lampu merah, setelahnya saat di belokan ia bertemu dengan Alavan dan juga Alana, lalu saat sudah dekat dengan sekolah mereka bertemu Davilza dari arah yang berlawanan. Lalu mereka semua terlihat seperti sudah bersama-sama sejak awal saat memasuki pekarangan sekolah. Kenyataannya mereka hanya tidak sengaja bertemu.
Setelah mendapatkan parkir, motor Filan berhenti tepat di depan kelas Nada. Nada yang sedang menghafal presentasi sejarahnya melalui ponsel yang ia genggam segera turun dan mulai berjalan pergi dari motor dan belum melepas helm yang ia gunakan, terlepas hal itu ia juga menitipkan tasnya di stang motor Filan.
Filan memutar bola matanya, kebiasaan buruk Nada adalah ketika ia fokus terhadap satu hal maka ia akan lupa dengan hal yang lain.
Setelah melepas helm-nya Filan segera turun dengan tas Nada yang ia bawa. Laki-laki itu mempercepat langkah dan kemudian berhenti tepat dihadapan Nada, membuat langkah Nada terhenti dan mendongak.
"Kenapa, Fil?" tanyanya.
Filan hanya mengembuskan napas pelan lalu membuka kancing helm yang sedang Nada gunakan, lalu melepas helm tersebut.
"Masa mau pake helm ke kelas," balas Filan. "Ntar disangka astronot nyasar."
Nada tertawa kecil, kini fokusnya tidak lagi kepada ponsel yang berisikan materi presentasinya hari ini.
"Sini tas aku," pinta Nada ketika melihat tas yang tersampir di pundak kiri Filan.
"Kamu hafalan lagi aja, biar aku yang pakein tasnya." Nada hanya mengangguk dan menuruti perintah Filan.
Nada melepas tangan kanannya dari ponsel agar Filan dapat menyampirkan tas gadis itu ke bahu kanannya kemudian ia melakukan hal yang sama untuk bagian kiri.
"Udah," ucap Filan.
"Thank's, Fil." jawab Nada tanpa menoleh ke arah Filan dan fokusnya masih di ponsel. Setelah mengucapkan hal tersebut, Nada kemudian jalan mendahuli Filan.
"Nada," panggil Filan.
Nada berhenti dan menoleh. Kemudian Filan menunjuk keningnya. Nada tertawa lalu berlari kecil ke arah Filan. Ketika jarak diantara mereka mulai terhapus, Filan menunduk dan menyatukan keningnya dengan kening milik Nada.
"Kalau hafalan aku hilang, itu semua salah Filan." Ucap Nada setelah kening mereka menyatu.
Filan hanya tertawa, "salah Nada dong yang lupa."
Nada tertawa kecil kemudian memejamkan matanya begitupun Filan.
"Today will be okay than yesterday," ucap mereka bersamaan.
Lalu mereka saling melepaskan kening dan Nada kemudian berbalik, sebelum benar-benar menghilang gadis itu melambaikan tangan ke arah Filan dan Filan juga membalas lambaian itu.
Keempat temannya tentu saja melihat hal tersebut termasuk Alana. Alana pergi ke sekolah bersama Alavan karna mereka memiliki ikatan saudara, lebih tepatnya mereka adalah saudara kembar.
"Filan sama Nada itu cocok, apa gak ada perasaan lebih diantara salah satu dari mereka?" tanya Alana dengan nada kecewa, ia masih berada di sisi motor bersama kakak kembarnya, Alavan.
"Gue yakin kok mereka masing-masing punya perasaan, karna keduanya itu kayak udah menempatkan satu sama lain di tempat yang berbeda dari orang lain di dalam hati mereka, gue cuman takut mereka terlambat sadar dan kemudian nyesal." Jawab Alavan.
"Makanya lo nembak Zelaya kan, takut nyesal ntar dia jadi bini orang." Sahut Alana sambil meninju pelan lengan Alavan.
Alavan hanya terkekeh kemudian menoleh ke arah Filan yang sedang menaruh helm Nada ke salah satu kaca spion. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan sendu,
'Gue takut lo kenapa-kenapa sebelum semuanya selesai,' batin Alavan.
Davilza hanya memperhatikan, tentu saja ia tahu tentang kedekatan Filan dan Nada. Dan yang harus ia lakukan adalah menyingkirkan posisi Filan agar ia bisa melakukan apa yang hendak ia lakukan.
Davilza tanpa sadar menyeringai, dan hal itu lagi-lagi dilihat oleh Filan.
"How scare you are, when you doing smirk like that," gumam Filan.
[=]

KAMU SEDANG MEMBACA
We (Don't) Have Relationship
Novela JuvenilTanpa aku, kamu masih tetap bisa ngejalanin hidup kamu sebagaimana biasanya. copyright©2018 by BlueNeptunies