WDHR-9

41 9 1
                                    

"Filan mau berhenti dari pengobatannya," ucap Alavan tiba-tiba.

Semua orang yang berada di meja untuk makan malam menghentikan aktivitasnya. Bahkan seorang pria berkacamata sudah tidak menaruh minat pada makanan dihadapannya setelah mendengar pernyataan dari Alavan.

Pria itu meneguk segelas air putih yang ada di samping piring makannya. "Apa maksudmu, Alavan?"

"Ya, Filan berhenti, Pa. Dia udah capek, dia gak bisa di kekang sama obat-obatan, dia juga ngerasa lemah setelah di kemo, dia juga gak mau kalau rambutnya rontok, karena semakin rambutnya rontok, orang-orang di sekitarnya makin sadar sama apa yang terjadi sama dia, Pa." Jelas Alavan.

"Terus bagaimana kondisi terakhirnya?" tanya pria itu, yang tak lain adalah papa Alavan.

"Tadi sekitar jam sebelas, Filan muntah-muntah. Terus jam dua siang tadi, demam-nya tinggi banget. Al sama Nana yang antar dia pulang."

"Kita ke rumahnya, sekarang." Putus papa Alavan kemudian bangkit dari kursinya. Mama dan Alana hanya bisa terdiam dengan raut wajah khawatir. Anggota keluarga Alavan yang mencakup Papa, Mama, Alavan, dan Alana mengetahui bagaimana kondisi Filan. Mereka semua ingin membantu anak laki-laki yang malang itu agar ia bisa kembali menjalankan aktivitas tanpa harus minum obat atau menjalankan terapi. Itulah mengapa keluarga Alavan memutuskan untuk menanggung setiap biaya penyembuhan Filan.

Dengan sigap pria itu mengambil barang-barang yang diperlukan untuk memeriksa Filan. Alavan juga dengan sigap menyiapkan kendaraan yang akan ia kendarai untuk menemani papa-nya pergi ke kediaman Filan. Setelah papa-nya siap dan masuk ke dalam mobil, Alavan segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah Filan. Untungnya rumah Filan tidak terlalu jauh, dari rumah mereka sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di rumah yang dituju.

Ketika sampai, papa Alavan segera turun bahkan ketika mengetuk pintu-pun ia tidak sabaran sampai-sampai menimbulkan suara ketukan yang nyaring dan kasar. Alavan yang bisa merasakan kepanikan papanya segera mengingatkan pria itu.

"Pa, sabar. Mungkin Filan lagi jalan buat bukain pintu,"

Tak lama setelah Alavan mengatakan hal tersebut, pintu terbuka dan menampakkan Filan dengan bibir pucat dan mata yang cekung. Papa Alavan mengembuskan napas lega.

"Eh? Oom Revan sama Al ngapain kesini malam-malam?" tanya Filan.

Alavan tersenyum, "mau cek kondisi lo aja. Papa kaget banget pas gue kasih tau lo mau berhenti berobat."

Filan tertawa kemudian membuka pintunya lebih lebar, "masuk dulu oom Rev, Al."

Kedua laki-laki berkacamata yang dipersilakan masuk itupun melangkah ke dalam rumah Filan. Tuan rumah mempersilakan mereka duduk di kursi tamu.

"Filan buatin minum dulu ya,"

"Eh, gak usah." Sela Revan, "oom kesini sama Alavan mau tanya kabar kamu, bukan mau numpang minum, kok."

Filan tertawa lagi, "biar lebih santai aja oom."

Papa Alavan menatap kepergian Filan dengan raut khawatir sedangkan Alavan malah bersandar sambil mengembuskan napas lega. Tak lama setelah Filan pergi kedua laki-laki berkacamata itu mendengar suara orang terjatuh.

Papa Alavan langsung beranjak dan berlari ke arah dapur rumah Filan, Alavan menyusul di belakang. Saat menemukan Filan sudah jatuh tidak sadarkan diri, papa Alavan berseru.

We (Don't) Have RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang