WDHR-18

50 8 0
                                    

Berita tentang kematian Filan menjadi topik hangat yang dibicarakan oleh siswa dan siswi SMK Satu Nusa Beda Suku. Prosesi pemakaman Filan juga menjadi lebih mudah karena bantuan dari papa Nada dan papa Alavan. Nada membiarkan rumahnya menjadi rumah duka atas kepergian Filan. Rumah Nada sangat ramai, banyak orang-orang asing yang tidak Nada ketahui datang kesana. Fahrezi, Raja, William, dan Genos juga hadir. Mereka membantu memakamkan Filan pada saat prosesi pemakaman berlangsung. Begitupula Alavan, Wahyu, Zavano dan Davilza. Bahkan Rando juga hadir dalam upacara pemakaman. Beberapa karangan bunga juga mengisi halaman depan rumah Nada. Satu dua orang mengucapkan kata tabah dan ikhlas untuk Nada. Persetan dengan event sekolah, Nada tidak lagi memikirkan hal itu walau malam puncak akan diadakan lusa. Bahkan besok ia harus tampil pada acara musik bersama Rando.

Sudah pukul setengah delapan malam. Rumah Nada sudah sepi, saatnya ia membereskan rumah. Ada Zelaya dan Alana datang menemani Nada. Fahrezi dan keempat temannya juga masih berada di rumah Nada bercakap-cakap dengan Alavan dan yang lain.

Pukul sebelas tepat, mereka semua pamit pulang dan Nada mengangguk sekaligus berterima kasih karena mereka sudah membantu banyak pada proses pemakaman Filan.

Sebelum benar-benar pergi, Rando mengatakan sesuatu kepadanya.

"Besok, kalau lo gak bisa kita batalin aja. Nanti gue yang bilang ke pak Erga,"

Nada menggeleng, "i will be there."

Rando terdiam sebelum kembali bertanya, "are you will be okay?"

"Everything's gonna be alright, Do. Gue bakal datang."

Rando mengangguk kemudian kembali melangkah pergi meninggalkan rumah Nada.

Nada mengembuskan napasnya pelan kemudian menjatuhkan tubuhnya di sofa. Ia berbaring dengan lengan yang menutupi matanya yang terpejam. Nada sendiri yang memilih rumahnya untuk menjadi rumah duka karena Filan pernah mengatakan bahwa laki-laki itu tidak mau rumahnya diketahui banyak orang kecuali teman-teman akrabnya.

Papa Nada, Feri dan Nando saling menatap satu sama lain sampai akhirnya mereka berdua menghampiri anak gadis dan saudari mereka. Feri mengusap rambut anak gadisnya.

"Nada, are you okay?" tanya Feri.

Nada menggumam tidak jelas menjawab pertanyaan papanya. Namun setelah ia bergumam suara isakan memasuki pendengaran Feri dan Nando. Kedua lelaki itu paham dengan apa yang Nada alami. Kemudian Nada bangkit dari baringnya dan langsung memeluk Feri.

"Filan pergi, Pa." Lirih Nada.

Feri mengangguk sambil mengusap rambut anak gadisnya. "Filan udah ngelakuin yang terbaik buat kamu, Nada."

Tangis Nada semakin menjadi. Nando kemudian duduk di sisi lain untuk ikut menenangkan Nada

Feri pernah merasakan apa yang dirasakan anak gadisnya.

Memang awalnya akan menjadi sulit.

Tapi waktu terus berjalan.

Waktu tidak pernah berhenti ketika kita berduka. Waktu tidak pernah berhenti ketika kita sedang merutuki diri sendiri. Waktu tidak hanya untuk mereka yang sedang kehilangan, waktu juga untuk mereka yang sedang merayakan kebahagiaan. Dan kelak, tanpa kita sadari semuanya terobati dan terlupakan seiring berjalannya waktu.

[=]

Sebuah kepul dari uap kopi panas membuat hidung laki-laki itu dapat menikmati aroma kopi yang ia pesan dari sebuah kafe kecil di dalam minimarket 24 jam yang ia lewati. Ia tidak sendiri, ia sedang bersama kedua sahabatnya yang sudah tidak ia temui beberapa hari terakhir.

We (Don't) Have RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang