22.25,
Kediaman Pranadga.Setelah menyelesaikan makan malam, Alavan dan Alana kembali ke kamar mereka. Alavan dan Alana tidur di kamar yang sama. Untungnya mereka tidur di ranjang yang bertingkat. Alavan sedang bersandar di sofa kecil dekat jendela dengan ponsel yang ditangan. Entah sedang apa, Alana juga tidak terlalu memedulikan saudara kembarnya.
Alana sendiri sedang mengerjakan sesuatu di meja belajarnya. Namun walau begitu, fikirannya masih tertuju pada satu hal yang mengganggu pikiran sekaligus membuatnya khawatir jika memikirkannya.
"Al?" panggil Alana, sepertinya ia harus membicarakan hal itu agar dirinya bisa lebih fokus dan tenang.
"Kenapa, Na?" tanya Alavan masih dengan ponsel ditangan.
"Filan benar-benar gak mau berobat lagi?" tanya Alana, kini ia membalik kursi belajarnya ke arah dimana Alavan berada.
Alavan mengidikkan bahu, "ya. Dia pikir pengobatan ini gak ada gunanya, Na. Dia berhenti. Sekalipun mau dipaksakan, kalau mental dia bilangnya gak bisa ya dia gak bakal sembuh juga. Seberapa keras kita berusaha kalau dirinya sendiri gak mau nerima itu ya semuanya bakal percuma."
"Kamu udah coba bujuk dia?"
"Filan bukan tipikal orang yang bisa diganggu keputusannya, Alana."
Alana terdiam mendengar jawaban dari Alavan.
Menyadari satu hal, Alavan mematikan ponselnya dan atensinya beralih pada saudara perempuannya.
"Na?" panggil Alavan ketika melihat Alana terdiam dengan tatapan kosong.
Alana hanya balas bergumam.
"Kamu...khawatir sama Filan?"
Alana menatap Alavan dan saat itu juga Alavan tahu apa yang sedang terjadi dengan Alana.
"Gak usah dijawab." Ucap Alavan lagi, "kamu khawatir bukan sebatas teman. Lupakan semua perasaan kamu, Na. Kamu cuman bakal nerima sakit kalau begini ceritanya. Ada Nada didalam diri Filan. Bukan di hati tapi sudah di dalam diri. Kamu gak bakal bisa bisa menggeser atau menggantikan posisi itu,"
"Apa salah aku sayang sama Filan lebih dari sekedar teman? Apa salah kalau aku cinta sama--"
"Salah, Alana!" tegas Alavan. "Salah," ulangnya.
Alana tertunduk diam. Alavan beranjak dari duduknya dan menghampiri Alana. Ia memegang pundak Alana dan mengguncang tubuh gadis itu pelan.
"Liat aku, Alana. Liat aku," Alana menurut dan mengangkat wajahnya untuk menatap ke arah Alavan.
"Filan itu sayangnya cuman sama Nad--"
"Filan bisa sayang sama aku juga," bantah Alana sambil melepaskan pegangan Alavan secara paksa. "Semua orang mungkin mikirnya itu gak bakal mungkin, tapi aku bakal buktiin kalau itu bisa. Walau aku harus ngerasain sakit ketika aku ngeliat dia sama Nada, walau aku cuman bisa diam ketika aku harusnya teriak dan bilang kalau aku cinta sama dia, walau aku harus--"
Ucapan Alana terheti ketika Alavan memeluknya. Dalam hati, Alavan merutuki kebodohannya yang baru menyadari perasaan Alana yang sudah terlalu besar dan tidak bisa dibendung oleh diri saudaranya sendiri. Alavan mengeratkan pelukannya sambil berbisik,
"Tebas semua perasaan itu, Alana."
Alana terdiam tanpa gadis itu sadari ia meneteskan air matanya satu demi satu, ia membalas pelukan Alavan dengan erat.
Alavan tahu, Filan akan meninggalkan saudara kembarnya. Entah karena umur sahabatnya itu sendiri atau karena seorang gadis bernama Nada.
[=]
KAMU SEDANG MEMBACA
We (Don't) Have Relationship
TeenfikceTanpa aku, kamu masih tetap bisa ngejalanin hidup kamu sebagaimana biasanya. copyright©2018 by BlueNeptunies