BAEKHYUN menyanyi pelan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sebelum berjalan cepat menyebrangi jalan ke arah salah satu bangunan bertingkat empat yang berderet di seberang jalan, salah satu tempat di area Fifth Avenue. Langit kota New York terlihat cerah, secerah suasana hati Baekhyun saat ini. Hari yang indah bisa membuat semua orang bahagia bukan?
Well, sebenarnya tidak juga sih, tidak semua orang. Baekhyun yakin 100% ada seseorang yang mungkin sama sekali tidak menyadari langit kota new york yang cerah. Dan bahkan mungkin tidak menyadari daun-daun berubah menjadi kuning, coklat, merah, ataupun hijau kembali. Tidak sadar dan tidak peduli.
Dan seseorang itu adalah sahabatnya.
Baek yakin sehun terlalu sibuk untuk menyadari apa pun yang terjadi di sekelilingnya akhir akhir ini. Ia sudah mendaftarkan dirinya untuk sidang tahun ini, dan dua bulan kedepan ia sudah harus siap dengan sidangnya dengan para petinggi universitas. Dan seperti biasa, kalau sehun sudah berada di depan buku ataupun laptop, ia jarang mau untuk diganggu apa lagi di hentikan sepihak dari siapapun itu.
Karena itu, baekhyun berada disini. Di tengah tumpukan buku dan menatap seorang yang sedang sibuk membaca sambil mengetik. Bosan? Tentu saja. Di temani dengan tumpukan buku dan suasan yang hening, siapa yang bakal betah berlama-lama di saat seperti itu. Tapi tidak dengan sehun, bahkan dia tidak sadar bahwa ini sudah petang hari dari baekhyun datang tadi pagi.
"pulang" baekhyun cemberut sambil melempar sehun dengan gumpalan kertas.
Sehun menatap sahabat satu-satunya berdarah korea dikota ini dengan wajah datar, "baiklah" gumamnya, lalu merapikan buku-buku dan merapikan peralatan yang di bawanya.
"berapa lama lagi? Bukankan seharusnya sudah siap untuk persiapan sidang mu?" Ucap baekhyun sesaat keluar dari pintu perpustakaan besar itu.
"tidak lama lagi. Sudah 80% aku mempersiapkannya. Dan kau? Bagaimana dengan kau sendiri?"
"Entahlah, aku tak tahu. Setidaknya aku juga sudah mempersiapkannya juga walaupun tidak seperti mu." Terdengar jawaban setengah hati dari sahabatnya itu.
Baekhyun mendesah sambil duduk di halte bersama sehun yang terus menerus menatapnya. Ia tahu bahwa sahabatnya juga mengkhawatirkan masa depan dirinya. Tapi dirinya sadar diri, bahwa dia tidak bisa menghambat masa depan sehun yang begitu terang, berbanding terbalik dengan dirinya. Dia tidak mungkin menghambat masa depan seorang Hakim yang sukses.
"Ini tidak benar!"
" maksudmu? Jangan berpikiran yang tidak-tidak, sehun" ucap bekhyun. " wisudamu?"
Sehun tidak menjawab. Ia memejamkan matanya, berpikir apakah keputusannya yang ada ddi pikirannya adalah yang terbaik. Bisa "ya" dan juga sebaliknya "tidak".
"sehun?"
Yang dipanggil tidak menjawab, padahal baekhyun duduk tepat disampingnya.
"sehun," panggil baekhyun lagi. Kali ini sedikit lebih keras.
Tidak ada reaksi.
"sehun!"
Kali ini sehun memalingkan wajahnya. Mentap baekhyun dengan jengkel. "Apa?"
Baekhyun membesarkan matanya,"jangan pernah berpikiran untuk membatalkan wisudamu karena aku!" katanya tegas. "kau harus memikirkan semuanya. Keluargamu, usahamu, dan juga pekerjaan yang sudah menunggu kepulangan mu ke korea. Kau tahu itu kan?"
"aku tahu, tapi kau bagaimana?" bantah sehun.
"aku? Kau tak perlu mengurus masalah ku yang satu ini.! Cukup persiapkan persiapan-persiapan untuk sidang nanti." Bantah baekhyun, namun nada suaranya sarat akan kesedihan.
"baiklah"
Baekhyun mendesah, "oke, bus sudah datang. Ayo pulang, aku sudah lapar dari tadi.
"baiklah"
****
"ini tempatnya. Ayo masuk."
Sehun berhenti melangkah dan menatap pintu rumah atau lebih tepatnya istana bertingkat tiga di hadapannya. Pada papan nama di depan gerbang pintu masuk yang di lihatnya tadi tertulis "LEE FAMILY". Sehun mengikuti maid yang sudah masuk kedalam ruangan dan melewati beberapa ruangan dan berakhir di ruangan berukuran dua kali lipat dari ukuran apertemennya bersama baekhyun di new York.
"kau sudah datang?" ucap seorang pria paruh baya yang menyadari bahwa yang sedang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga.
"ya. Aku sudah tiba."
"kemarilah, sapa paman dan bibi mu. Mereka menunggu kepulanganmu juga." Ucap pria tadi dengan senyum mengembang di bibir tebalnya.
"Annyeonghaseyo. Nae ileum-eun sehun-ida." Kata sehun sambil membungkuk hormat di depan keluarganya.
"kau sudah datang? Baguslah...antarkan dia ke kamarnya. Ayah...dia pasti lelah setelah perjalanan jauh. Biarkan dia istirahat, dan mengobrolnya nnati saja." Ucap seorang gadis yang berjalan mendekati kumppulan keluarganya." Bukan begitu sehun-a?"
"ya, seperti itulah." Ucap sehun ragu.
"baiklah kalau begitu. Sehun kau bisa pergi kekamarmu. Kami akan pulang dulu. Besok-besok kita akan berbicara untuk kehidupanmu disini"
"pulang? Maksudnya?" Tanya sehun dengan wajah polosnya.
"tentu, pulang kerumah kami masing-masing. Dan kau tinggal disini bersama dengan dia"
Sehun mengerutkan keningnya dan berusaha mengerti apa yang di ucapkan pamannya tersebut. Pulang? Tinggal disini bersama gadis ini? Berdua? Maksudnya?
"baiklah. Hati-hati di jalan, paman." Ucap gadis tersebut membuyarkan pikiran sehun yang seperrtinya rumit.
"mengerti"
"maksudnya?"
"pikiranmu itu. Biar ku jelaskan. Kau tinggal disini bersama kami tanpa ada paman ataupun bibi. Hanya kami dan para maid yang ada disini"
Sungguh. Demi apapun. Sehun hanya ingin istirahat sekarang. Ok, dia mengerti bahwa paman dan bibinya tidak tinggal disini, seperti katanya tadi. Tapi, ada kata "kami" di dalam kalimat selanjutnya. Kami? Siapa? Tuhan... demi apapun jangan biarkan otak calon hakim ini menjadi lambat berpikir, jika memikirkan kata "KAMI" saja sudah membuatnya bingung apalagi memikirkan banyak kasus kedepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry [✔]
Fiksi PenggemarKau tau siapa yang membuat aku sanggup menjalani kisah hidup yang rumit ini? jawabannya ada di dirimu.. kau tau siapa juga yang membuat aku hancur berantakan di kisah hidup yang menyedihkan ini? jawabannya ada di dirimu.. semua jawabanku tentang hid...