"Buang buket itu."
"Tuan—"
"Lakukan."
Bahu George bergetar setelah March pergi, buket mawar burgundy dalam pelukan sang pelayan.
.
.
Codrington menemukannya.
George telah mencoba menghindar dengan berbagai cara; sungguh, ia sudah berusaha. Bagaimanapun juga, omega itu berkeras untuk melupakan apapun yang terjadi di London. Akan tetapi alpha itu belum menyerah. Serangan bunga hingga puisi, permintaan bertemu datang bertubi-tubi. Agnes memberitahu bahwa Codrington menetap di penginapan desa dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Hal yang bisa dilakukan George adalah menghindar, menghindar, dan semakin sering ia mengurung diri di kamar, semakin murung wajahnya.
Hingga pada akhirnya, George mengiyakan untuk bertemu sekali. Mereka berdua, alpha dan omega, setelah lama terpisah akhirnya bersatu juga. Hari itu Codrington ada di ruang tamu Oak House dan George bersedia untuk keluar dari kamarnya.
Dalam narasi cerita, pertemuan di antara dua kekasih yang lama tak jumpa sedemikian indahnya. Tetapi yang ini, tidak ada yang indah sama sekali. Entah siapa yang terlihat paling menyedihkan saat itu. Codrington atau George? Kedua-duanya sama kuyu dan menderita.
Ketika membuka pintu menuju ruang tamu dan melihat Codrington terduduk di sofa warna ungu, yang pertama diperhatikan olehnya adalah wajah Codrington, yang sekarang begitu asing, seakan dilukis oleh seniman yang berbeda. Wajahnya masih tampan namun berbayang, seperti disinari lampu jalan yang temaram. Yang kedua dilihatnya adalah tangan Codrington. Di salah satu jari manis itu ada sebuah cincin.
Cincin kawin.
Pikiran George sempat melayang pada cincin berkabung Simon Whiston. Cincin yang dibuat pria itu untuk mendiang Emily. Kenapa, dua pria yang pernah hadir dalam hatinya sama-sama terikat oleh sebentuk cincin? Sama-sama dimiliki orang yang bukan dirinya. Padahal Codrington ada sedekat ini, tapi cincin itu menjauhkan mereka lebih dari sebentang samudera. Ada dinding tak terlihat yang memisahkan, begitu transparan namun tak tertembus. Hanya bisa melihat tanpa menyentuh itu menyakitkan.
George begitu lelah sehingga ia menyambut tamunya dengan jubah tidurnya yang putih, dadanya yang sama pucat tersingkap di antara belahan jubah. Poni hitamnya turun ke dahi hingga hampir menutup mata. Codrington mengulurkan tangan seakan ingin menyentuhnya, ingin menyingkap rambut itu agar bisa melihat wajah sang omega dengan lebih jelas, ingin memberi kecupan di dahi pucat itu, tetapi George menguarkan aura tak mau diganggu. Meski begitu lelah, wangi George semakin tajam saja. Codrington menghirup feromon omega itu dengan perasaan rindu yang syahdu. Perasaan rindu anak domba pada susu ibunya.
"Selamat atas pernikahanmu."
"Ya."
Peralatan membuat teh dibawa pelayan menggunakan baki berkain. Setelah teh dibuatkan dan pelayan tersebut keluar, barulah percakapan berlanjut.
"Darimana kau tahu aku di sini? Dan kenapa harus sekarang?"
"Aku meminta tolong sepupumu, Lady Catherine—oh bukan, sebentar lagi akan jadi Lady Melville." kekeh Codrington, yang tidak dibalas George dengan keriaan yang sama. "Ia memberitahu setelah aku memintanya mati-matian."
Diam.
Lalu Codrington menyatakannya. "Aku sungguh merindukanmu."
"..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Breeding Ground [Victorian Omegaverse/NOW ENDING]
Romance[OMEGAVERSE BL, VICTORIAN ERA] #1 OMEGAVERSE . . Ini adalah cerita tentang zaman Victoria, di mana manusia terbagi menjadi alpha, beta dan omega. Di kalangan bangsawan, seorang pria omega adalah harta yang tak ternilai. Setelah bertahun-tahun tampil...