Vano tidak pernah menyangka kalau semua kebaikan yang dosennya berikan semata-mata karena ada cinta di dalam hati dosen pembimbing skripsinya itu padanya.
Hidup Vano terancam.
Dia adalah seorang straight. Bahkan gak pernah terlintas sedikitpun dibenaknya soal hubungan sesama jenis. Apalagi pergaulannya jauh sekali dari orang-orang kaum pelangi itu.
Dia menolak keberadaan kaum gay. Maka secara tidak langsung, dia juga harus menjauhi dosen pembimbingnya yang bernama Dheo. Tapi ancaman datang, kalau saja Vano berani menolak pernyataan cinta Dheo, jawabannya hanya satu. Dia gak akan pernah lulus dari kampus.
Vano sadar, otaknya gak secemerlang sahabatnya, Jerry. Setiap semester, usulan penelitiannya selalu ditolak sama program studi dengan berbagai alasan yang diberikan tim skripsi. Sementara orang tuanya terus mendesak Vano agar segera lulus. Mengingat kondisi keuangan keluarga setelah ditinggal sang Ayah empat tahun yang lalu semakin memprihatinkan. Kini, ia sudah lebih dari lima tahun berstatus sebagai mahasiswa. Hanya Dheo, seorang dosen muda yang membantunya lolos ke tahap penelitian tahun ini. Dheo juga lah yang dipercaya prodi untuk jadi pembimbingnya.
"Broo!! sampe kapan sih lo mau duduk di kelas kayak gini? Lo sadar kan di luar udah gelap?" Jerry datang menggebrak meja. Lalu berdiri di belakang Vano yang sedang duduk terdiam.
Vano melirik ke arah jendela.
Lalu dilirik jam di tangannya.
18:42;31
"Sudah 2 jam lebih loh kelas Pak Alex beres. Gue malah udah selesai bimbingan, udah ngerjain tugas buat minggu depan di perpus. Nah lo? Masih duduk aja sendiri di sini. Heran gue" cerocos Jerry yang sama sekali gak dipedulikan sama Vano.
"lo sebenarnya lagi mikirin apa sih? Dua hari ini gue lihat kerjaan lo ngelamuuun aja. Sampe tadi pagi untuk ketiga kalinya lo pergi ke tempat yang tanpa lo sadari sama sekali. Jika lo ada masalah lo kan biasanya cerita ke gue. Sumpah loh Van, lo kayak mayat idup tahu gak? Gue suruh bimbingan, jawaban lo selalu 'males'. Ini kesempatan terakhir lo Van. Lo harus lulus tahun ini. Gue bener-bener gak ngerti apa yang terjadi sama lo. Gue suruh makan juga jawaban lo selalu sama, 'ma...les', dan jangan bilang kalau hari ini lo belom makan apapun kayak kemaren sekalipun lo tadi sudah masakin nasi dengan ayam bumbu madu buat gue"
Vano berdiri. Lalu berbalik badan dan menatap Jerry.
"Udah ceramahnya??" tanya Vano membuat Jerry mengerutkan dahinya.
"what? Really? Ceramah kata lo?"
"YA! KERJAAN LO CERAMAH TIAP HARI!! Gue yang justru heran sama lo Jer. Lo kenapa gak balik aja sih? Hah? Kenapa lo harus selalu nungguin gue buat balik kampus bareng? Udah jelas-jelas kuliah lo cuma pagi doang kan hari ini? KENAPA??" bentak Vano.
"Hey! Lo kenapa jadi bentak-bentak gue?? Just ask you, what's going on? Apakah salah? Jika lo punya masalah you can tell me, Van. Tapi kalau gak mau juga gue gak bakalan maksa. Gak perlu jadi bentak gue kayak gitu!" Jerry mendekat ke arah Vano.
"emangnya kalau gue ada masalah, lo mau apa? hah? Siapa lo selalu ikut campur urusan gue? Bini gue?" Vano melotot ke arah Jerry.
"YOU ARE MY BEST FRIEND, VANO!" bentak Jerry.
"sahabat kata lo? Haha... sahabat yang mau nungguin gue tiap hari di kampus? Sahabat yang selalu ikut campur ngurusin hidup gue? Sahabat yang penuh nasihat cinta sementara dirinya sendiri saja gak pernah kelihatan gandeng ceweknya? Gitu maksud lo? Atau... jangan-jangan... sebenarnya lo... suka sama gue.."
BUGH!
Jerry memukul pipi Vano.
"UDAH SINTING LO VAN! Setelah apa yang gue lakuin ke lo selama ini, lo bilang gue ikut campur ngurusin hidup lo? Dan satu hal yang mesti lo tahu, GUE... MASIH NORMAL, VANO!" tegas Jerry sambil menatap Vano tajam.
"URUS HIDUP LO SENDIRI!" Jerry meletakan telunjuknya di dada Vano. Lalu berbalik
BRAK!
Jerry membanting pintu.
Vano terdiam.
Jelas dia telah berbuat salah sama Jerry.
Sekalipun dia baru ketemu Jerry waktu awal semester lima, tapi Jerry orang paling berarti bagi hidup Vano. Dia selalu ada di saat Vano kesulitan.
Jerry adalah orang pertama yang mengulurkan tangannya dikala ia kelaparan karena kehabisan uang. Jerry pula lah satu-satunya orang yang memberikan tumpangan kepada Vano untuk tinggal di apartemennya setelah insiden Vano di usir sama pemilik kost dua tahun yang lalu gara-gara nunggak selama 4 bulan. Dan hanya Jerry, seorang teman kampus yang mau membagi telinganya untuk mendengarkan setiap permasalahan yang dihadapi Vano.
Tapi hari ini, dia sadar kalau telah menyakiti hati sahabatnya.
Pikiran Vano kacau.
TING!
Sebuah pesan masuk lewat Blackberry Messager-nya.
Pak Dheo:
'Besok temui saya di ruangan jam 9 pagi. Sudah 2 pertemuan kamu absen. Gak ada alasan lagi buat kamu menghindari saya Vano. Kamu harus bimbingan. Soal hubungan kita itu, kamu gak usah terlalu memikirkannya. Masih ada waktu 5 hari buat kamu mengambil keputusan. - I LOVE YOU, Dheo'
Vano menarik napas panjang sambil memejamkan matanya.
'kenapa harus selalu ada "I Love you" di setiap chat lo sih Paaaaakk?' teriak Vano dalam hati.
Tangannya mencengkram rambutnya keras.
Vano mengangkat satu meja kuliahnya, dan...
BRUUKK!
Meja itu dibantingnya hingga patah.
"AAAAAARRRRRRGHHHH!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love without Degree
General FictionHighest Rank: No #2 - Dalam Kategori "Misteri" (Mei, 2018) ✔ "LOVE WITHOUT DEGREE" ADALAH SEBUAH CERITA KELUARGA, PERSAHABATAN, CINTA DAN MISTERI KEHIDUPAN YANG SEMUANYA DIBUNGKUS DALAM ALUR PLOT-TWIST BERLATAR TAHUN 2000-AN DAN TAHUN 90-AN. ✔...