"Kekuatanku ada padamu. Kalau kamu kuat, kamu tegar, kamu sabar, aku juga akan seperti itu. Tuhan sudah mengikat hati kita. Aku bisa merasakan kapan kamu sedih dan kapan kamu bahagia" ~Vano
=========================
Suasana persidangan kedua itu diwarnai kericuhan, kehadiran saksi yang merupakan seorang nelayan dan juga teman dekat Raharjo Darmono membuat pihak Steve keberatan. Banyak ungkapan yang pada akhirnya semakin memberatkan Steve. Terlebih sang nelayan yang tidak sekedar melihat Steve berlari membawa botol minuman keras itu saja, tetap membawa barang bukti pecahan botol bagian bawahnya yang ia simpan selama ini dan baru diberikan kepada polisi seminggu yang lalu. Dari botol sisa itu jelas sekali menunjukkan sidik jari Steve di sana. Sehingga dugaan jika Raharjo menusukkan botol sendiri ke perutnya semakin kecil. Lagi pula, ada baku hantam yang terjadi sesaat sebelum pecahan botol itu menempel di perut korban. Dan sang nelayan yang ikut memisahkan keributan itu melihat jelas bagaimana sosok Steve pada saat itu yang diliputi kemurkaannya pada korban seolah sebuah dendam yang selama bertahun-tahun dipendamnya.
Selain nelayan dua saksi lain juga hadir. Mereka merupakan orang yang yang disuruh Steve sejak lama untuk membunuh ibunya Vano dan juga Raharjo. Namun mereka diberhentikan karena tidak berhasil melakukan kejahatan itu. Jerry juga kembali dimintai penjelasan terkait keberadaannya di lokasi kejadian hingga kalung miliknya yang ada dalam barang bukti. Tapi semua itu dijelaskan oleh Jerry dengan sangat baik dan masuk akal. Penjelasan Jerry juga tambah dilengkapi oleh sang ayah yang memberikan kesaksian terakhir dalam perdisangan itu. Ayahnya Steve memaparkan apa yang Dheo lihat di video dalam persidangan itu.
Pemaparan ayahnya itu semakin membuat suasana sidang semakin ricuh. Tak sekedar amarah biasa, sumpah serapah juga keluar dari mulut Steve yang meluapkan kekesalan pada ayahnya yang semakin memberatkan dirinya. Hal itu justru semakin membuat Steve berada dalam posisi terburuk.
Hingga beberapa jam berlalu, ketua hakim siap membacakan hasil putusan sidang. Semuanya kembali dalam keadaan tenang dengan perasaan yang campur aduk. Rasa takut, penasaran, ketidaksabaran, semuanya bercampur jadi satu.
"...Maka, terdakwa Steve dinyatakan—"
"TUNGGU!" tiba-tiba saja dari arah belakang muncul seseorang. Sontak semua berbalik.
Tidak hanya itu, hampir seisi ruangan dibuat kaget dengan kemunculan orang yang merupakan anak dari korban.
"Vano..." gumam Dheo setengah melotot. "Kenapa kamu ada di sini?" lanjutnya sembari segera berdiri lalu hendak berjalan menghampiri Vano. Namun Vano berjalan hingga ke arah depan.
Di belakang Vano ada Yesa dan beberapa rekan dokternya. Hal itu membuat Dheo yang semula hendak menghampiri Vano kembali mengurungkan langkahnya. Terlebih ketika Yesa mengisyaratkan gerakan pada Dheo supaya tetap diam di tempat duduknya.
"Saya adalah Vano. Nama lengkap saya Dimitri Giovano Raharjo, anak kandung dari alhamrhum Raharjo Darmono" Vano mulai berbicara membuat seisi ruang sidang jadi hening bak kuburan. "Saya menyatakan dengan sesadar-sadarnya, jika saya adalah orang yang..." ia menarik napas Panjang sebelum mengakhiri kalimatnya. "...yang membunuh ayah saya"
"Hah?"
Serempak semua dibuat kaget. Nyaris tak ada satu matapun yang berkedih hingga ruangan itu bergemuruh. Setiap orang yang ada di sana saling berbisik satu sama lain. Dheo segera berjalan menghampiri Vano. "Apa yang kamu katakana? Kenapa kamu—"
"Dhe! Ini pengakuanku yang sejujur-jujurnya" potong Vano cepat. "Kamu gak perlu meminta penjelasan padaku, tanyakan pada Yesa dan dokter-dokter itu. bahkan rekamannya ada di mereka. Akulah orang yang membunuh ayahku sendiri. Ayahku gak bunuh diri, dia juga gak dibunuh oleh Steve. Tapi aku yang menusuknya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love without Degree
General FictionHighest Rank: No #2 - Dalam Kategori "Misteri" (Mei, 2018) ✔ "LOVE WITHOUT DEGREE" ADALAH SEBUAH CERITA KELUARGA, PERSAHABATAN, CINTA DAN MISTERI KEHIDUPAN YANG SEMUANYA DIBUNGKUS DALAM ALUR PLOT-TWIST BERLATAR TAHUN 2000-AN DAN TAHUN 90-AN. ✔...