14 - WE FOUND A LOVE

3.1K 289 49
                                    


Kalau kamu mencari kejujuran, lihatlah malam. Karena malam selalu lebih berterus terang dibandingkan siang. Paling tidak, itulah salah satu kutipan yang selalu melekat dibenak Vano dari sebuah film yang ditontonnya beberapa tahun silam.

Vano setuju.
Hampir setiap malam ia bisa berdiskusi dengan hati dan pikirannya tentang siapa dia dan apa yang sedang ia rasakan. Ketika hening mulai merayapi tubuhnya, maka saat itu Vano akan menerima kenyataan-kenyataan baru yang ia alami sepanjang hari. Mau baik atau tidak. Mau berbentuk kebahagiaan ataupun kesedihan.

Seperti malam ini.
Ketika sebagian mahasiswa berada di rumah atau kostannya, ataupun nongkrong bersama teman-temannya, Vano malah memutuskan untuk berada di rumah dosennya. Sekali lagi, karena kejujuran malamlah yang menuntun hatinya untuk berada di kediaman Dheo, dosennya itu.

Tetapi dalam beberapa Minggu terakhir, pertemuannya dengan Dheo selalu menyisakan pertikaian. Bahkan tak jarang akhirnya membuat Vano merasa tersakiti hatinya. Yang tidak bisa Vano mengerti, rasa sakit itu berubah menjadi perasaan yang luar biasa membingungkan hatinya. Vano berkali-kali menegaskan pada dirinya sendiri jika itu bukanlah sebuah rasa suka. Vano masih tidak menyukai kalangan gay. Siapapun itu orangnya. Tetapi mendengar dan mengingat nama Dheo, hatinya secara begitu saja terdorong untuk segera menemuinya.

Ya. Vano hanya ingin menemuinya. Tidak lebih. Dan draft sidang usulan penelitian adalah alasan yang bisa membuatnya berada di rumah Dheo untuk kedua kalinya. Tetapi alam sepertinya punya rencana lain. Bahwa beradu paham harus selalu terjadi diantara mereka berdua. Dheo dengan naluri ke-gay-annya jelas akan merasa mendapat ikatan kuat ketika dihadapkan pada kondisi Vano yang menindih tubuhnya akibat hampir jatuh dari atas kursi setelah membenarkan jam dinding yang mati. Sementara Vano yang bertolak belakang dengan Dheo menganggap semua itu sebagai sebuah pelecehan. Vano salah paham. Untuk kesekian kalinya beranggapan jika Dheo telah mengambil kesempatan dalam waktu kebersamaan mereka yang singkat itu.

"Setelah lo semalam cium gue, sekarang lo pikir dengan nolong gue barusan lo bisa dapetin hati gue?!" Vano langsung tersulut emosi.

Dheo seketika bangun dan membenarkan sarungnya.

"Van. Sorry gue gak ada maksud buat.."

"Gue gak ngerti ya sama jalan pikiran lo. Lo sendiri Dhe yang bilang gue bakalan ngelepasin gue. Tapi nyatanya? Lo nyari kesempatan buat dapetin gue! Gue gak bisa Dhe, GAK BISA!"
Vano marah. Ia langsung keluar dari kamar.

Diambilnya draft sidang UP dari dalam tasnya dan segera meletakkannya di meja.

TOK TOK TOK!

Di pintu sana, ada seseorang yang hendak bertemu dengan Dheo. Dia adalah Arka. Anak bungsu Pak Yusril yang kini duduk di bangku SMA datang ke rumah kontrakan Dheo untuk menanyakan kunci mobil ayahnya yang sejak tadi siang dipinjam Dheo untuk pergi ke Bandung. Namun karena percekcokan yang terjadi di antara mereka berdua membuat satu sama lain gak menghiraukan siapa yang ada di luar.

"Van, gue tahu gue salah. Gue minta maaf"

"Maaf? Oke, gue maafin lo. TAPI KENAPA BARUSAN LO HARUS HORNY SAMA GUE SI DHE?!!" Teriak Vano kehilangan kesabarannya.

Vano berbalik badan dan segera berjalan menuju pintu.

"Vano please.... ngertiin gue" Secara mendadak, Dheo langsung merangkul Vano dari belakang berusaha menahan Vano untuk keluar.

Vano gak berkutik dengan napasnya yang tersengal karena tersulut emosi.

"Gue janji gue gak bakalan seperti itu lagi Van, gue minta maaf" Dheo masih memeluk tubuh Vano.

Detik berikutnya...

KLEK!

Pintu rumah itu dibuka oleh Arka dari luar karena keributan yang sedikit banyak bisa di dengar oleh Arka.

Love without DegreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang