"Cinta sejati itu tidak datang untuk saling menyakiti.
Tapi untuk saling menguatkan dan membahagiakan satu sama lain"
==============================
Sebuah pagi yang mengejutkan bagi Vano di hari itu.
Setelah pagi sebelumnya ia mendapati Dheo datang bersama Steve secara tak terduga, kini dirinya terbangun dalam keadaan memeluk Dheo hanya dengan mengenakan celana dalam saja. Dilihatnya sosok Dheo yang masih tertidur pulas dari ujung kepala hingga kaki. Pancaran mentari yang menyelinap lewat celah jendela itu paling tidak telah memberi kabar jika hari sudah cukup siang. Diliriknya jam dinding dengan mata samarnya itu yang sudah menunjukkan hampir jam delapan pagi.
Vano menghela napas panjang.
Bagaimana bisa ia terbangun sesiang itu? Tapi lantas ia mengerti. Pasti semuanya diakibatkan "Pergulatan sengit"nya semalam bersama Dheo.
Bahkan kalau dihitung ia baru tidur selama 3 jam.
Vano segera turun dari kasur. Lalu mengenakan celana pendek dan singlet yang dipungutinya dari lantai.
Setelah itu dirinya langsung sibuk di dapur menyiapkan sarapan tanpa mau membangunkan Dheo terlebih dulu.
Sejam kemudian, ketika ia selesai menghidangkan menu sarapan di atas meja, kakinya langsung berjalan menuju kamar. Matanya langsung menerawang ke wajah Dheo yang masih tertidur dengan lelap. Vano tersenyum. Ia sadar jika Dheo pasti kelelahan. Bagaimana tidak, perjalanan Yogyakarta-Jatinangor pasti telah menganggu istirahatnya. Belum lagi semalaman bukannya dipakai istirahat tetapi Vano menuntaskan percumbuan pertama dalam hidupnya itu. Tapi bagaimanapun, ia merasa harus segera membangunkan Dheo untuk sarapan. Urusan akan tidur lagi atau tidak setelah itu, gak ia pikirkan sama sekali meski dirinya sendiri pun sadar kalau matanya masih terasa ngantuk.
TOK TOK TOK!
Pintu rumahnya berbunyi ketika Vano baru saja melangkah menuju kasur. Ia berbalik dengan segera. Siapa ya pagi-pagi gini? Apa ibu-ibu sebelah lagi? Perasaan semalam gak seramai waktu gue berantem sama Steve. Pikirnya sambil berjalan menuju pintu.
"Jerry? Ngapain lo di sini?" Vano kaget melihat sahabatnya ada di depan pintu rumahnya sepagi itu.
Bukannya langsung menjawab, Jerry malah memperhatikan Vano dari bawah hingga atas yang masih mengenakan boxer dan singlet putih.
"Hayoo... baru bangun lo ya. Kalau gitu pas banget. Gue mau ngajakin lo sarapan di luar" ujarnya tersenyum pnuh semangat.
"Sarapan di luar?"
"iya. Mumpung tanggal merah. Pak Dheo mana?" ia celingukan ke dalam rumah. Vano buru-buru menghadangnya diikuti gerakan jarinya yang ia tempelkan ke bibirnya sendiri, "Ssstt... jangan kencang-kencang Jer. Dia masih tidur"
"Hah? Jam segini? Kalian abis ngapain baru pada bangun? Seorang Vano gak biasanya loh bangun siang. Apa malah baru pada mau tidur? Hayoo..."
"Jeeer... lo pelanin ngomongnya...!!" hardik Vano sedikit mencengkram rahang Jerry setengah melotot.
"Haha sorry. Ya udah kita sarapan di luar ya. Ajak Pak Dheo sekalian"
Mendengar itu seketika Vano terdiam. Sesekali ia menggaruk kepalanya kebingungan. Meski Jerry tak punya masalah dengan pacarnya itu, tapi akibat pertengkaran mereka berdua, Dheo jadi kebawa nafsu sama Jerry. Jangankan untuk sarapan bersama Jerry, mendengar namanya saja Dheo kesal. Iya, kekesalan itu disebabkan karena saking sayangnya Dheo pada Vano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love without Degree
General FictionHighest Rank: No #2 - Dalam Kategori "Misteri" (Mei, 2018) ✔ "LOVE WITHOUT DEGREE" ADALAH SEBUAH CERITA KELUARGA, PERSAHABATAN, CINTA DAN MISTERI KEHIDUPAN YANG SEMUANYA DIBUNGKUS DALAM ALUR PLOT-TWIST BERLATAR TAHUN 2000-AN DAN TAHUN 90-AN. ✔...