26 - MASJID KAMPUS SIANG ITU...

1.9K 191 18
                                    

Memori akan kebersamaannya dengan Demi kembali terekam. Setiap inci yang ia lalui seolah tak ada satupun yang absen. Demi pernah menyatakan cinta padanya. Bahkan berkali-kali. Sekarang ia mengutuk dirinya pada sebuah kebodohan yang telah ia lakukan. Ketika banyak sekali para lelaki terutama hidung belang yang mengejar Demi semasa kuliah, kenapa hanya dirinya yang tak bisa mengencani mojang Bandung itu. Ia pun sadar tentang seorang Demi yang tak pernah mau menyerah. Lantas apa dan siapa yang selama ini ia cari?

Hanya kalimat "gak mau pacaran"-lah yang sejauh ini keluar dari bibirnya. Tentu bukan semata-mata tidak mau. Vano lebih menarik dirinya dari dunia pacaran mengingat ia merasa tidak cukup mampu dari segi materi. Bukan rahasia umum, jika pacaran di jaman sekarang itu butuh modal. Jangankan harus mentraktir pacarnya makan atau ke bioskop, menghidupi dirinya sendiri saja Vano begitu tertatih. Maka sendiri menurutnya adalah jalan terbaik.

Ia semakin tidak mengerti dengan dirinya sendiri mana kala prinsip untuk tidak berpacaran itu kini malah ia jalani. Bukan sekedar pacaran biasa, ia bahkan sampai mengencani seorang pria yang secara kesadarannya saja itu sebuah kesalahan besar.

Penyesalan tengah memenuhi pikirannya sekarang. Andai saja ia berpacaran dengan Demi sejak dulu, ia tidak akan terperangkap dalam dunianya yang sekarang. Tapi bagaimanapun, Vano harus sadar bahwa tidak ada penyesalan yang datang di akhir. Mau tidak mau ia harus menikmati takdir hidupnya sekarang.

Pilihan untuk kembali ke jalannya yang dulu memang bisa saja ia lakukan karena itu kembali lagi pada pilihan setiap orang dalam menjalani hidup. Tapi lagi-lagi Vano seperti terperangkap hingga ia merasa begitu sulit untuk meninggalkan dunia barunya itu. Namun, bukan sekedar Demi yang akhirnya ia pikirkan. Vano juga memikirkan lelaki yang katanya jadi pacar Demi sekarang dimana lelaki itu juga pernah menjadi mantan kekasihnya dua tahun lalu.

Jefry.

Vano begitu yakin, jika selama ini tidak pernah ada nama "Jefry" keluar dari mulut Demi. Terakhir kali ia membuka instagram Demi sebelum akun miliknya dihapus, Demi masih terlihat sendiri. Bahkan status-statusnya tidak menunjukan jika ia sedang pacaran dengan seseorang. Hanya saja komunikasi di antara mereka seketika terputus entah sejak kapan.

Vano segera merogoh ponselnya. Dikirimkannya sebuah sapaan pembuka pada Demi berupa kalimat; "Hai, apa kabar?" melalui aplikasi LINE.

Vano tidak memiliki kontak Whatsapp barunya. Demi seperti menghilang. Atau... bisa jadi Vano yang terlalu sibuk sehingga ia hanya memikirkan dirinya sendiri.

Pesan itu tidak juga dibacanya setelah hampir satu jam terkirim.

Ia mencoba lagi.

Melalui kalimat basa-basi sejenis; "di mana sekarang?" atau "Lama gak bersua" Vano begitu berharap jika Demi akan membalasnya.

***

Saat matanya hampir terpejam, ia merasakan pelukan lembut di pinggangnya. Sempat terkejut dengan hal itu, Vano terperanjat bahkan hampir terjatuh dari kursi. "Demi!"

"Demi? Ini gue!!! Demi... Demi... aja lo. Kangen lo sama dia?" sahut seorang perempuan dengan nada khasnya yang tomboy.

"Jani? Lo kok... kapan datang?" Vano membenarkan posisinya.

"Barusan. Gue mau ngetuk pintu eh pintunya kebuka dikit ya udah langsung masuk hehe" Jani ikut membenarkan posisi duduknya.

"Ngagetin gue aja lo" Vano kembali menyelonjorkan kakinya yang dengan cepat segera Jani tarik, "Jam berapa ini? Ayo bangun! Pamali mau magrib tidur!"

"Siapa yang tidur? Orang lagi main game di hp" bantah Vano yakin.

"mana ada main game? Hp lo aja mati"

Love without DegreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang