46 - PERNIKAHAN & PERSIDANGAN

1K 99 4
                                    

Masjid kecil di pinggiran Bandung itu tidak begitu dipadati pihak keluarga. Hanya ada beberapa teman dekat, orang tua dari mempelai wanita, dan tentu saja Vano beserta Dheo. Di hadapan sang penghulu, Demi dan Edward sudah siap mengikat hubungan mereka dalam tali pernikahan. Sebuah pernikahan sederhana yang justru begitu khidmat. Baik Dheo maupun Vano keduanya merasakan kebahagiaan itu. terutama Vano, baginya apa yang telah ia perbuat pada Edward beberapa waktu lalu itu sedikit banyak merubah pikirannya hingga mau bertanggungjawab pada Demi. Tentu saja kebahagiaan itu juga dirasakan oleh Demi. Meski menjelang pernikahan dirinya sempat mendapat perlakuan kurang baik dari keluarga karena hamil di luar nikah, tetapi semuanya bisa diselesaikan dengan kemunculan Edward yang serius dengan Demi. Walaupun Edward masih belum memberi tahu orang tuanya karena ia tahu jawaban dan perlakuan apa yang bakal ia terima. Tapi paling tidak om dan tantenya hadir mengingat hanya mereka berdua yang mengerti kehidupan Edward selama ini.

"Semua butuh proses Dem. Pelan-pelan saja, gue yakin akan ada hari di mana lo bisa memiliki Edward sepenuhnya. Maksud gue bersama keluarganya" ujar Vano beberapa puluh menit setelah akad nikah dilangsungkan.

"Iya Van. Gue sih melihat sikap dia saja udah senang banget" jawab Demi melirik ke arah Edward yang kini sah sebagai suaminya.

"Pokoknya gue mau bilang makasih sama lo Van." Edward mengusap pundak Vano sembari tersenyum tulus. "Karena perlakuan lo ke gue waktu itu jujur saja adalah titik gue bisa sampai ke hari ini. Kalau soal gue bilang ke bokap nyokap, mungkin memang saat ini belum bisa. Tapi benar seperti yang lo bilang, pelan-pelan ke depannya gue pasti bakalan bikin Demi kenal mereka dan mereka bisa nerima istri gue ini"

"Pokoknya gue selalu doain yang terbaik buat kalian" kata Vano.

"Dan lo Dhe..." Edward mengalihkan padangannya pada Dheo. "Lo tahu jika gue bukan orang baik. Istri gue juga tahu bejatnya gue kayak gimana. Tapi gue juga mau ngucapin makasih sama lo atas pengalaman dan pelajaran-pelajaran yang lo kasih buat gue"

"Santai bro. Gue sama Vano justru yang harus makasih sama lo karena lo udah mengambil keputusan keren ini. Jaga Demi baik-baik, jaga calon anak lo, dan bahagiain mereka berdua" balas Dheo menepuk lengan Edward.

Vano yang melihat kedekatan itu setidaknya memiliki rasa cemburu. Ia buru-buru menegur mereka dengan sebuah pertanyaan yang dilemparkannya pada Edward, "Terus setelah ini kalian mau tinggal di mana nih?"

"Ortu Demi sih pengennya kita tinggal di rumah mereka. Tapi gue sama dia sepakat untuk tinggal di kostan gue dulu paling. Entar kalau usia kandungan Demi sudah tua, kayaknya kita baru pindah ke rumah ortunya Demi"

"Sip lah. Segala keputusan ada di tangan kalian"

"Ya udah kalau gitu kita pamit pulang dulu ya. Udah siang, gue sama Vano juga kebetulan masih ada keperluan lain" ujar Dheo kemudian.

"Thank you banget ya. Kalian udah jauh-jauh dari Jatinangor mau datang ke sini" Demi mengatupkan kedua tangannya. "Dan lo Van, meskipun lo di jalan lo sekarang. Lo gak salah Van. Lo memilih pak Dheo, orang yang menurut gue paling tepat buat lo" ucapnya seraya melirik pada Dheo sesaat.

"Dan kalian cocok banget, sumpah" timpa Edward menambahkan.

"Semoga kalian bisa sampai ke jenjang ini ya"

"Dan hidup selamanya sampai tua, sampai maut memisahkan" lagi-lagi Edward menambahkan kalimat yang Demi lontarkan.

"Amiin..." jawab Dheo.

Sementara itu Vano seketika diliputi kebingungan. Beberapa pertanyaan saling bermunculan di pikirannya. 'Sampai ke jenjang pernikahan? Apakah mungkin? Apakah pasangan gay bisa menikah? Apakah Dheo mau selamanya dengan orang penyakitan? Apakah hubungan ini akan langgeng?'

Love without DegreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang