5 - JERRY & DUNIA BARUNYA

4.1K 281 28
                                    

Derasnya hujan telah membangunkan seorang Jerry dari tidur lelapnya. Dengan rasa kantuk yang masih teramat besar, ia berusaha melawan rasa dingin dengan mengucek matanya terus menerus. Diliriknya jam dinding yang menempel di tembok sana.

Jam 7 lebih 37 menit.

Hari ini Jerry ada kuliah jam setengah sembilan. Sebagai orang yang disiplin dalam waktu, ia seharusnya bisa bangun lebih pagi. Beberapa aktivitas paginya bagaimanapun jangan sampai ada yang terlewatkan. Membersihkan rumah, membuat sarapan, lalu membaca bahan kuliah sebelum benar-benar berangkat ke kampus.

Ada waktu sekitar 30 menit untuk melakukan itu semua, karena biasanya 30 menit sebelum masuk jam kuliah dia perhitungkan untuk perjalanan dari apartemen ke kampusnya.

Dengan segera, diturunkannya kedua kakinya itu dari atas kasur. Lalu ditariknya seprei hingga bantal dan guling pun terjatuh ke lantai saat ia sedang merapikan tempat tidurnya. Setelah itu, ia menyapu lantai.

Jerry Kalea Ragil.

Sesosok laki-laki baru dewasa yang sifatnya jarang sekali bisa ditemui di jaman sekarang. Ia mapan, segala ada. Tapi tangannya gak pernah membebankan pekerjaannya kepada orang lain. Segala sesuatu selalu berusaha dikerjakan sendiri.

Ini adalah tahun pertama baginya tinggal seorang diri karena kedua orang tua yang menetap di Jakarta. Ketika lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri di Jatinangor ini, ayahnya langsung memberikan fasilitas cukup mewah berupa apartemen dan BMW keluaran terbaru. Berbeda sekali dengan teman-temannya. Setidaknya untuk teman sekelasnya.

Jerry sebenarnya pernah meminta untuk kost, tapi ayahnya seakan lebih tahu sifat anaknya. Gak suka kotor, suka segala sesuatu yang rapi, butuh ruang lebih besar dan yang paling penting butuh dapur karena anaknya itu hobi sekali membuat menu makan sendiri ketimbang beli. Maka apartemen adalah tempat yang lebih memenuhi sifat dari anaknya itu ketimbang kost-kostan.

Setelah merapikan tempat tidur dan menyapu ruangan, Jerry langsung sigap mencuci beras dan memasaknya dalam rice cooker.

Lalu dilihatnya kembali jam dinding itu. Jam delapan kurang lima menit. Gak ada waktu lagi baginya buat baca bahan kuliah hari ini bahkan untuk sarapan sekalipun. Dengan cepat Jerry buru-buru masuk ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, laki-laki dengan tinggi 172 cm ini sudah rapi di depan cermin besar dengan polo-shirt warna marun dipadukan dengan chino berwarna abu dan sneakers berwarna serupa dengan baju yang dikenakannya. Rambut gaya cepaknya menjadi ciri khasnya dalam dua tahun terakhir.

Setelah ia merasa yakin tidak ada yang kurang dengan tubuhnya, Jerry tersenyum lalu mengedipkan satu matanya pada pantulan dirinya sendiri di dalam cermin sebelum benar-benar keluar dari apartemennya.

Empat menit menuju jam kuliah pertama, Jerry sudah duduk manis di meja barisan kedua. Tidak banyak obrolan yang terjadi. Selain sifatnya yang memang lebih pendiam, Jerry juga paling gak bisa membuka topik pembicaraan. Sebenarnya ia gak pilih-pilih dalam berteman, hanya saja sikap introvert-nya itu membuat ia sedikit kesulitan menemukan teman. Padahal kalau sudah kenal, gak akan ada yang percaya kalau kepribadiannya itu adalah seorang ekstrovert melancholic.

Kling!

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Jerry sadar jika sejak bangun tadi ia gak mengecek ponsel pintarnya sama sekali. Ia hanya memasukannya ke dalam tas setelah merapihkan tempat tidurnya berbarengan dengan memasukan buku-buku kuliahnya untuk hari ini.

Si Jorok Dimitri:
Gue baru bangun. Sorry semalem gak sempat buka HP.

Jerry tersenyum membaca pesan itu. Lalu tiba-tiba saja suasana hatinya berubah. Ada perasaan yang gak dimengertinya setiap kali mengingat teman barunya itu. Baginya Vano gak hanya sebatas seniornya, tapi ada sesuatu yang membuatnya yakin bahwa mereka akan berteman. Bahkan seperti ucapannya tempo hari, Vano bakal jadi sahabatnya.

Love without DegreeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang