bahasa adalah yang paling berbahaya
sedang hati rentan
semesta, sampaikan
bagaimana ini,
nuraninya tidak bisa berhenti
berdebar
"Li-Libra ngomong apa, sih?"
"Gue suka sama lo, Ri. Perlu gue ulang sampai seberapa kali?"
"Libra. Ari cuma bercanda doang, ih."
Libra tidak sebodoh itu. Ia paham betul. Tidak apa-apa, biarkan saja Aries merasa tinggi dan salah tingkah seperti ini. Sebuah tontonan yang mungkin bisa sedikit membangun suasana hatinya, mungkin?
"Tapi gue serius, Ri."
Aries sudah tak mampu lagi menyembunyikan fana merah jambu dari rautnya saat ini.
"Ih, tau ah. A-Ari ...."
"Apa?"
Aries memalingkan wajahnya.
Sore itu, dengan siraman lembayung di tepi jalanan ada sebuah nurani yang sedang tidak tahu harus bagaimana. Sedang nalar milik seorang laki-laki berada di atas angin.
"Sini, Ri. Lihat gue." Libra menggapit kedua pipi Aries dengan satu tangan, mengomando kepala Aries untuk berputar arah menatapnya.
"Gue serius, Ri."
"Apaan sih, Libra? Ini kedekatan wajah Ari-nya. Malu nih."
"Gue serius. Gue serius kalau gue bohong suka sama lo. Ahaha-ahaha."
Untuk pertama kalinya, Libra berhasil melepas tawanya. Lepas, lepas sekali.
"LIBRA!"
"Kenapa, sayang?" Ada sedikit air yang meminta untuk keluar di setiap gelaknya. Namun Libra tahan sekeras mungkin. Agar tidak jatuh di depan Aries.
"Ari marah!"
Aries kembali menyegerakan langkahnya, kesal. Menghentak setiap pijak, bersetubuh keras dengan permukaan trotoar jalanan.
"Emang lo berani pulang sendiri? Gak takut Pennywise nyulik, lo?" tanya Libra masih dengan sisa tawanya.
"Takutlah!"
"Bego dasar!"
"Makanya anterin."
"Ck."
"Nanti kalau Ari diculik Pennywise, siapa yang bakal Libra godain lagi?" ujar Aries. Gadis itu masih sedikit dendam.
Namun tanpa Aries sadari, seharusnya senja kali ini adalah kali pertamanya melihat Libra tertawa. Sayang sekali.
***
Libra tidak tahu saja, di balik diamnya Aries, ada sebuah debaran yang sedang berusaha ia jinakkan dengan susah payahnya.
Setelah menemani Aries menunggu angkutan umum, sendiri adalah dunianya. Berjalan di bawah senja, menikmati riuh kecil angin dengan hiruk pikuk jalanan Kota Bandung yang tidak pernah tidak ramai.
"LIBRA!"
Teriakan yang begitu bising kembali nyaring. Matanya membelalak ketika melihat kepala Aries menyembul dari pintu angkot sambil melambai-lambaikan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita
Teen FictionKepingan-kepingan dari masa yang seharusnya sudah lalu menolak jatuh. Akan tetapi, hatinya sudah hampir runtuh. Hanya saja, berkat kita yang berjuang, yang terluka, yang sama, manusia ini bisa menerima kepulangan paling lapang. Lalu kita, yang bahag...