ia terlalu gelap
langkah hilang
arah terkenang
usang terbilang
bulan, bilang
bahwa ia sudah menemukan
tempat
untuk pulang
Sebuah keajaiban bagi Aries karena malam ini ia sedang bergelut dengan soal-soal matematika yang kata orang sepuluh soal itu sedikit, tapi menurutnya itu sangat banyak. Saking seriusnya, matanya sampai menyipit membaca sederet soal dengan angka dan variabel yang sama sekali tidak ia mengerti. Tangan kanan yang sedang memegang pensil diketukan ke jidatnya sendiri.
Kepala Aries manggut-manggut dengan bibir yang mengerucut seolah memang sudah mengerti dengan soal-soal rumit itu. Satu dari kesepuluh soal itu belum ada yang berhasil diselesaikan. Sekarang ekspresi Aries berubah dengan mata terpejam seperti seseorang yang sedang menahan buang air besar. Akan tetapi tidak perlu menarik kesalahpahaman secepat itu. Itu tandanya Aries sedang berpikir keras.
Selanjutnya, tangannya mulai bergerak menulis di atas kertas kotretan sambil bergumam sesuatu.
"Hm ... kalau satu tambah satu aku sayang ibu, berarti dua tambah dua juga sayang ayah, dong?" Kepala Aries manggut-manggut lagi.
"Kalau yang ini tiga tambah tiga, hasilnya sayang adik kakak. Hm ...." Ia menarik napas panjang.
"Eh, kok, itu mah kayak lirik lagu, ya?" Aries geleng-geleng kepala.
Perlahan, Aries mulai menyimpan pensil yang sedang ia pegang di atas meja. Menatap intens soal dan kertas kotretan itu. Sorot matanya memancar penuh harap. Berharap bahwa pensil itu bergerak sendiri, terus dengan sendirinya menulis di atas kertas kotretan tadi, menjawab semua soal PR-nya. Dengan begitu semuanya jadi beres.
Tipe-tipe manusia seperti Aries ini biasanya adalah tipe manusia korban PHP. Berharap kepada hal-hal yang tidak pasti, yang ujung-ujungnya bikin sakit hati, terus nangis di kamar sambil membuat Insta Story yang isinya kurang lebih seperti ini, 'guys, gue lagi galau nih. Abis di PHP-in'. Dasar anak zaman.
Tangannya kembali meraih pensil dan kertas kotretan itu. Entah apa yang sedang gadis itu lakukan, tapi sekarang ia dua kali terlihat lebih serius. Sepertinya bukan menulis, sebab gerakan tangannya lebih condong membuat sketsa gambar. Setelah selesai, Aries mengangkat kertas itu ke atas, menutupi sinar lampu.
"Ternyata gambar Aries bagus juga. Jadi minat ikut ekskul jurnalistik deh kalau gini." Aries terkekeh puas melihat hasil karyanya sendiri yang tidak jelas bentuknya.
Di sana terlihat gambar Patrick yang sedang mengamuk karena terkena tembakan dari beberapa pesawat di sekitarnya. Patrick-nya Aries gambar seperti raksasa dengan wajah sangar dan gigi yang tajam. Dia jadi berniat untuk membeli figura besok. Gambar yang tadi akan ia abadikan sebagai gambar terbaiknya sepanjang masa.
Lepas dari itu semua, ada sebuah hal yang seperti terangkat dari dalam dirinya. Seperti kenangan yang memaksa hilang, tetapi nalar menolak dengan memaksa tetap mengenang. Yang pada akhirnya mencipta sebuah konstelasi baru yang berakhir di kekosongan.
Aries harus mencari tahunya besok.
***
Hampir saja Aries terlambat datang ke sekolah jika jurus seribu langkahnya tidak ia kerahkan. Bel masuk berbunyi lima menit yang lalu. Ia mengembuskan napas lega ketika sampai di kelas, guru matematikanya yang terkenal sangat menyeramkan belum datang. Anak-anak memanggilnya Pak Jayen karena tubuhnya agak sedikit gempal.
KAMU SEDANG MEMBACA
kita
Teen FictionKepingan-kepingan dari masa yang seharusnya sudah lalu menolak jatuh. Akan tetapi, hatinya sudah hampir runtuh. Hanya saja, berkat kita yang berjuang, yang terluka, yang sama, manusia ini bisa menerima kepulangan paling lapang. Lalu kita, yang bahag...