14| Damai

7.2K 384 63
                                    

percaya
retak
dan patah
yang utuh
dan harmonis










Pada dasarnya, dan memang sudah seharusnya, kita sebagaimana manusia seutuhnya tidak bisa berdiri sendiri. perpecahan adalah harmoni dalam konflik. Kita tempuhi jalan sendiri-sendiri. Sebelum pada akhirnya kita di pertemukan bersama persimpangan sambil tersenyum dan lapang.

Setelah beberapa hari pecah kongsi, retakan yang sempat menganga kemarin kini perlahat membaik ditangisi waktu dan rindu.

Aries, Jodi, Kevin, dan Abdul terduduk di bangku yang sama. Bangku langganan setiap kali mereka berempat ingin menikmati kenikmatan bakso Kang Kung. Senda gurau kembali terdengar. Di bawah naungan lagit yang sama, mereka kembali dipersatukan.

Kang Kung menyimpan satu persatu mangkuk yang berisikan bakso itu di atas meja. Setelah selesai, lelaki yang kira-kira berumur empat puluh tahunan itu kembali melanjutkan perkerjaannya. Tak perlu menunggu lama, mangkuk itu sudah disambar cepat oleh Aries, Jodi, Kevin, dan Abdul.

Ketika akan menyuapkan suapan pertamanya, Aries tiba-tiba urung. Di kepalanya mendadak terbesit sebuah pertanyaan yang mungkin saja sahabat-sahabatnya ini mengetahui.

"Heh, kalian. Ari mau tanya, deh. Tapi harus dijawab, ya?" Sebelum meluncurkan pertanyaannya Aries membuat janji terlebih dahulu. Janji jika dia bertanya nanti, tidak akan dikacangi.

Jodi, Kevin, dan Abdul hanya mengangguk-anggukan kepala saja sambil memakan baksonya masing-masing.

"Kok, Ari perhatiin, ya, akhir-akhir ini Maha semakin sering datang ke kelas kita?"

Memang benar, akhir-akhir ini Maha selalu datang ke kelas Aries. Tanpa alasan yang jelas. Seperti tadi pagi saja, saat dirinya masuk kelas, kursi duduknya sudah ditempati oleh Maha. Sebenarnya ia tidak melarang untuk itu. Namun entah kenapa, ia menjadi sedikit risi setiap kali iris laki-laki itu menatapnya.

"Kalau gue, sih, kagak tahu, ya," jawab Kevin sama sekali tanpa menoleh.

"Si Jodi pasti tahu, deh. Dia kan dekat banget sama si Maha. Dia juga samaan ikut ekskul futsal," celetuk Abdul.

Jodi yang sedang menyeruput kuah baksonya melotot ke arah Abdul. Lalu setelahnya Aries melirik Jodi tajam. "Cepat, ih, kasih tahu Ari. Kalau enggak, bakso kalian bayar sendiri."

"Oke-oke. Tapi lo teraktir gue, ya?" Jodi menghela napas sebentar sementara Aries manggut-manggut. "Jadi gini, kenapa si Maha rajin datang ke kelas katanya dia lagi ngincar cewek yang gak sengaja dia tabrak pas mau pulang sekolah. Terus katanya juga dia sempat ngantar cewek itu pulang pas ujan. Udah, sih, dia cuma bilang gitu aja sama gue. Dan kebetulan cewek itu sekelas sama gue katanya, tapi gue gak tahu siapa. Makanya dia rajin masuk kelas kita."

Mata Aries membelalak. Rasanya tidak mungkin Maha menyukai dirinya mengingat mereka juga belum lama kenal. Mungkin saja itu orang lain yang kebetulan ditabrak Maha dan di antara pulang saat hujan.

Akan tetapi, jika Aries perhatikan lagi, Maha juga terlihat selalu mendekatinya. Setiap kali mereka bertemu, yang dibahas melulu tentang Libra.

Jantungnya berdetak tak keruan. Bukan karena senang, melainkan karena gelisah. Bukannya ia terlalu percaya diri, tapi penuturan Jodi tadi terlalu mudah ditebak olehnya. Semua itu memang pernah ia lakukan bersama Maha. Semua itu tidak sengaja.

"Kamu serius kan, Jod?" tanya Aries masih tak percaya. Karena memang, itu terlalu mengejutkan untuknya.

Jodi mengangguk pasti. "Seriuslah, masa anak sholeh kayak gue bohong, sih? Kata Pak Ustad, bohong itu adalah perbuatan setan. Dan setannya ini sekarang lagi duduk ngapit gue!."

kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang