15| Konstelasi Baru

6.8K 334 55
                                    

suara,
bahasa,
dan hening
senja, bantu sampaikan
bulan, tolong beritahukan

manusia ini,
sedang jatuh cinta









Susah memang jika manusia sudah mulai jatuh cinta. Bahasa seolah-olah hilang dicuri hening. Suara dikunci hampa dan terasing. Akan tetapi, hatinya berteriak. Bahwa ia tidak suka. Ia tidak suka jika gadis yang sudah ia jatuhi cintanya dekat-dekat dengan orang lain.

Hanya terhalang pintu kelas saja, seseorang sedang menguping pembicaraan dua orang lainnya di luar kelas. Rasa penasaran yang nakal itu mengalahkan gengsinya yang tinggi.

Selepas bel pulang sekolah berbunyi, Maha langsung datang ke kelas menarik lengan Aries sedikit paksa tak memberi sedikit pun kesempatan untuk Aries memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Sudah lebih dari setengah jam, tapi obrolan itu tidak selesai-selesai.

Libra mendengkus kesal. Terdengar jelas intonasi bicara Aries tak suka.

"Ari, sore ini lo ada waktu, nggak?" tanya Maha.

"Ada apa?"

"Gue mau ngajak lo pergi lagi."

"Ke mana?"

"Ya makanya ikut kalau mau tahu."

"Nggak mau, ah. Ari capek habis olahraga."

"Bentaran aja, kok."

Jika Maha perhatikan, Aries memang terlihat sudah kelelahan, tetapi ini teramat penting baginya.

"Nanti gue teraktir makan, deh. Gimana?"

Aries terlihat ragu. Memang, baginya yang senang sekali makan, itu adalah tawaran paling menggiurkan. Hanya saja, perutnya juga memerlukan waktu untuk istirahat.

Tentu saja dari balik pintu terdapat sebuah gejolak di mana: kenapa juga ia harus peduli dengan perbincangan itu, atau kenapa juga ia harus peduli dengan gadis itu. Ya, kenapa juga ia harus? Namun, bagaimana pun ia menyangkal, tidak ada gunanya juga sebab perasaan itu terlalu nyata untuk ia anggap fana.

Setelah melakukan perdebatan cukup panjang di mana nurani keluar sebagai pemenangnya, melawan sang logika yang masih mengagungkan gengsinya yang batu itu, Libra mulai menunjukkan hidungnya.

"Kalau dia nggak mau, ya, jangan dipaksa," katanya.

Maha dan Aries terkejut. Mereka kira, Libra sudah bertolak dari beberapa waktu yang lalu, atau justru laki-laki itu juga mendengar semua pembicaraan antara sepasang manusia yang masih belum juga menemui titik terang?

Seolah semesta adalah milik berdua, orang itu merasa amat terasing ketika Libra menarik tangan Aries pergi secara tiba-tiba. Semesta seperti sedang mempermainkannya dengan persaan tak bertuan yang tiba-tiba saja singgah tanpa tahu malu.

Libra tahu, tahu persis. Ini hanya buang-buang waktu saja. Sialan. Ia jadi kesal. Ia hanya merasa, sepertinya akan terjadi hal yang buruk jika ia melepaskan gadis itu. Barang sejenak saja. Sesampainya ia dan Aries di gerbang sekolah, Libra melepaskan genggaman tangannya seraya memalingkan wajah.

"Jangan kegeeran dulu."

Aries hanya mengangguk. "Makasih, ya,"

"Nih tas lo. Bawa sendiri. Berat. Kayak yang punya."

Libra menyerahkan tas yang ia tenteng di tangan kirinya kepada si pemilik.

"Ciee, Libra perhatian ih sama Ari. Kan jadinya gemas, pengin nendang gimana gitu."

"Bego!"

"Jangan bego mulu ah panggilan sayangnya. Ari udah mulai bosan." Aries menggoda.

"Itu panggilan benci buat cewek bego yang selalu repotin gue tiap hari."

kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang