10| Kotak Bekal, dan Selangkah Menuju Pintu Keterbukaan

8.5K 406 55
                                    


memulai percaya

butuh kecewa

prosesnya tidak mudah

sampai berlarut-larut

tetapi, lindungilah

ia yang sudah mulai bercerita





Pagi yang terasa berbeda bagi Aries. Tak biasanya ia datang ke sekolah membawa papper bag yang lumayan besar berisikan bekal makanan untuk Libra. Tak disangka-sangka pula Aries benar-benar menuruti hukuman dari Libra. Rasa takut mengalahkannya untuk melawan.

Biasanya Aries tak perlu repot-repot membawa beginian, cukup jajan bakso di warungnya si Kang Kung, atau malak dari Jodi, Kevin, dan Abdul sudah cukup untuk mengganjal perutnya seharian. Dari koridor Aries berbelok menuju kelasnya.

"Pagi Libra, pagi Jodi, pagi Kevin, pagi Abdul." Sapanya satu persatu kepada orang yang sedang berkerumun di satu bangku. "Eh, ada Maha juga ternyata," kicau Aries saat melihat ada satu orang lagi yang sedang duduk di hadapan Jodi.

Kelimanya serempak menoleh ke arah Aries sebentar lalu kembali melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Jodi dan Kevin sedang berdebat sengit mengenai hal di antara ayam dan telur, mana yang lebih dulu tercipta. Abdul sebagai moderatornya, Maha sebagai penengah, dan Libra sedang berusaha pura-pura tidak mengenal, tidak mendengar. Toh ia juga tidak nyaman dengan kehadiran satu orang asing.

Bukan Aries namanya jika enggan melibatkan diri dalam keramaian itu. Setelah menyimpan tas dan bekalnya di atas meja, gadis itu mengeluarkan argumennya.

"Kalau menurut Ari, sih, ya, ayam dululah. Mana ada telur kalau ayamnnya gak ada. Hawa aja diciptainnya dari rusuk Adam. Memangnya anak bisa lahir kalau nggak ada ibu?"

"Hmm ...." Sebagai moderator, Abdul terlihat sedang menimang sesuatu. Sepertinya pendapat Aries boleh juga. "Saudara Aries? Setelah saya timang-timang anakku sayang jangan menangis, argumen anda cukup mengesankan. Bagaimana Pak Penengah?"

"Kalau menurut saya Pak Moderator, apa yang disampaikan saudara Aries memang ada benarnya," kata Maha dengan tangan terlipat di dada.

"Saya gak terima Pak Moderator, Pak Penengah. Kalau tidak ada telur, maka tidak ada ayam. Itu berarti, telur tercipta lebih dahulu daripada ayam."

Jodi yang keukeuh dengan pendapatnya tak terima karena merasa terpojok. Kadang di saat debat tidak berfaedah seperti ini, Jodi selalu berpikir dengan jalan pikiran teman-temannya yang selalu bersinggungan.

"Ada ayam ada telur. Tak ada ayam, tak ada telur." Kevin tersenyum penuh kemenangan saat pendapat miliknya didukung oleh tiga orang sekaligus. Masih ditempatnya, Jodi mendengus kesal dengan mata yang mendelik tajam kepada teman-temanya. Baiklah, kali ini ia kalah.

Kelas semakin ramai ketika bel untuk memulai pelajaran pertama dibunyikan. Langsung Maha berdiri, beranjak dari duduknya segera kembali ke kelas setelah berpamitan singkat. Kursi yang tadinya di duduki oleh Maha, kini Aries yang menempati. Karena itu memang tempatnya.

"Istirahat. Taman belakang," gumam Libra di samping telinga Aries. Lalu, Libra mengeluarkan sebuah buku novel terjemahan dari tasnya. Tak peduli lagi dengan Aries yang sedang mengernyit.

"Mau ngapain? Wah, jangan-jangan Libra mau grepe-grepe sama Ari ya? Inget tempat, Lib. Inget tempat. Ini masih di sekolah."

Libra memutar bola mata malas. "Nurut dan gak usah banyak nanya."

kitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang