CHANYEOL mengernyit menatap berkas-berkas yang menumpuk di atas meja kerjanya. Pria tampan itu mengambil satu berkas lalu mulai membacanya dengan teliti, seolah tak ingin satu kata pun lolos dari tatapan matanya. Walau kedua mata pria itu sibuk membaca berkas, akan tetapi kedua telinganya tetap mendengarkan kalimat-kalimat yang terucap dari bibir Joon. Pria yang menjadi tangan kanan Park Chanyeol itu berucap dengan serius sekaligus berhati-hati. Well, Joon tidak ingin Sang Tuan marah jika sampai ada satu kata yang salah terucap dari bibirnya. Joon masih ingin hidup, to be honest.Setelah suara Joon tidak terdengar lagi, Park Chanyeol lantas mendongak menatap anak buahnya. "Hanya itu?"
Joon mengangguk dengan cepat, lalu ia membalas, "Ya, Tuan Park. Hanya itu yang saya dengar."
Chanyeol menunduk, kembali membaca berkas-berkas yang menumpuk di mejanya. Selama beberapa menit, hanya keheningan yang melingkupi ruangan Chanyeol. Hingga kemudian di menit ketiga, pria itu menautkan kedua tangannya di atas meja, lalu ia menghela napas. "Joon, aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berbohong."
"Saya tidak mungkin membohongi anda," balas Joon dengan cepat. "Saya masih ingin hidup, Tuan," lanjutnya dengan nada polos.
Chanyeol tertawa mendengar ucapan Joon. Pria tampan itu mengusap rambut hitamnya ke belakang, lalu ia berkata kepada Joon. "Honestly, aku juga tidak pernah meragukan loyalitasmu, Joon."
Pria berusia delapan belas tahun itu tersenyum, bangga karena loyalitasnya tidak diragukan. Well, Joon memang setia dan akan selalu patuh kepada tuannya. Bagi Joon, Park Chanyeol adalah kakak sekaligus ayahnya. Park Chanyeol yang menyelamatkan Joon dari kejamnya dunia.
Mungkin, dari luar Chanyeol terlihat sebagai pria kejam yang tak ada bedanya dengan monster. Namun di dalam hati Chanyeol yang terdalam, Chanyeol hanyalah pria berhati rapuh yang menjadi korban kejamnya dunia. Bukan sekali dua kali Park Chanyeol menodong kepala Joon dengan pistol, bukan sekali dua kali pula pria tampan itu menusuk Joon dengan pisau yang selalu ia simpan di sakunya. Park Chanyeol hanya tidak mau dikhianati, pria itu terlalu takut dengan sebuah rasa yang disebut kekecewaan. He don't want to be disappointed, that's why he prefers to hurt them.
"Istri anda adalah satu-satunya wanita yang berpeluang besar untuk melukai anda, Tuan," kata Joon secara tiba-tiba. Joon tidak tau kenapa ia mengatakan semua itu, bibirnya seolah lepas kontrol hingga dengan berani mengucapkan kalimat yang mungkin akan membuat Chanyeol menodongkan pistol ke arahnya.
Chanyeol menatap Joon dengan datar. "Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Karena anda terlihat...," Joon tersenyum. "...bahagia."
"Bahagia?"
Joon mengangguk. Mungkin tuannya tidak merasakan semua itu, namun Joon tau dengan jelas perbedaan Chanyeol sebelum dan sesudah menikah dengan Irene. "Anda tidak terlihat kesepian seperti biasanya, Tuan."
"..."
Senyuman Joon perlahan memudar, berganti dengan raut tegas. "Saya percaya jika Nyonya Irene tidak seburuk yang saya dengar, Tuan Park."
Chanyeol terdiam.
Sayangnya.. Park Chanyeol mulai percaya jika seorang Bae Irene tidak sebaik yang ia kira.
Chanyeol mengetahui dengan jelas jika wanita itu.. berbahaya.
***
Byun Baekhyun melangkah dengan santai menuju ruangan Chanyeol. Tangan kanannya menggenggam iPad yang berisi banyak berkas, sengaja agar ia tidak perlu repot-repot membawa banyak tumpukan kertas untuk bosnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Venire [COMPLETED]
Fanfic[Some part are private, follow me first to read private part] "Semua ini belum berakhir. Aku, Park Chanyeol, tidak akan pernah membiarkan semua ini berakhir!" ucap Chanyeol dengan kedua mata berkilat marah. Wanita itu tersenyum dingin. "Terlambat,"...