CHANYEOL berdiri mematung di depan pintu apartemen yang terukir nomor '186' di permukaan pintunya. Pria itu menatap kosong, seolah tak percaya jika saat ini ia benar-benar berdiri di depan pintu apartemen yang selama satu tahun belakangan tidak pernah ia datangi. Park Chanyeol memejam mata, berusaha menghilangkan perasaan resah dan takut yang menyerang hatinya. Benar, pria itu merasa resah dengan hal yang ia lakukan saat ini. Chanyeol juga merasa takut jika hal yang saat ini ia lakukan akan menyakiti perasaan Bae Irene.Semua ini salah, dan Park Chanyeol menyadari hal itu. Well, menghampiri wanita lain disaat ia memiliki seorang istri tentu bukan hal yang benar. However, he also has a conscience. Namun dalam sekejap, hati nurani Park Chanyeol seolah kandas ketika ia kembali mengingat hal-hal yang dilakukan Bae Irene di belakangnya.
Bae Irene mengkhianati Park Chanyeol. Wanita itu mempermainkan ikatan pernikahan yang telah mereka jalin di hadapan Tuhan. Tidak ada seseorang yang senang ketika dikhianati oleh orang lain. Dan hal itu juga berlaku pada seorang Park Chanyeol, ia sangat benci dikhianati pun dipermainkan.
Yang saat ini Chanyeol lakukan adalah sebuah pembalasan. Chanyeol ingin Bae Irene merasakan apa yang ia rasakan. Ia ingin Irene merasakan kecewa yang sama seperti yang Chanyeol rasakan. Mungkin orang lain akan menyebut Chanyeol sebagai pria pendendam dan brengsek, ia tidak peduli. Yang terpenting adalah Chanyeol tidak merasa sakit sendirian, ia tidak merasakan kecewa sendirian karena Bae Irene juga akan ia buat merasakan hal yang sama.
Park Chanyeol mengangkat tangan kanannya ragu, lalu dengan pelan, ia menempelkan jari telunjuknya di finger scan. Setelah menunggu sekitar tiga detik, terdengar suara yang menandakan jika pintu apartemen telah terbuka. Chanyeol menghela napas lagi, meyakinkan dirinya sendiri jika apa yang ia lakukan sekarang sudah benar, dan tidak ada jalan bagi Chanyeol untuk merubah pilihannya sendiri.
Chanyeol melangkah memasuki apartemen dengan langkah pelan, ditemani perasaan yang bercampur aduk dan juga jantung yang berdetak dengan begitu cepat. Di langkah kesepuluh Chanyeol menjejaki lantai apartemennya, kedua mata tajam pria itu menangkap pemandangan seorang wanita yang sedang duduk di kursi pantry dengan segelas wine di hadapannya. Chanyeol meneguk ludahnya dengan susah payah, berusaha tetap melangkah dengan tegap agar ia tidak terlihat payah di hadapan wanita itu.
"Stay there." Suara wanita itu memasuki pendengaran Chanyeol, dengan serta merta membuat langkah Chanyeol terhenti dan membuat pria itu mematung di tempatnya. Chanyeol merasakan tenggorokannya tercekat ketika ia mendengar kelanjutan ucapan wanita itu. "Apa yang kau lakukan disini? Pria beristri tidak seharusnya datang kesini, Park Chanyeol."
Park Chanyeol memutuskan untuk tidak menanggapi ucapan Kim Seolhyun. "Kau bilang akan berada di itali selama dua tahun, kenapa kau kembali lebih cepat?" lalu Chanyeol melanjutkan dengan nada humornya, "Kau merindukanku ya?"
"Memangnya kenapa jika aku kembali lebih cepat?"
"Seol, aku hanya - "
"Ah! Aku tau!" Sebuah senyuman miring terukir di bibir Seolhyun. "Kau takut aku akan menghancurkan pernikahanmu, ya?" Tidak ada jawaban dari Park Chanyeol, pria itu hanya diam, yang lantas membuat Seolhyun tidak ragu untuk melanjutkan ucapannya dengan nada santai. "Aku memang akan menghancurkan pernikahanmu, Park Chanyeol."
Chanyeol menghela napas, berusaha untuk tidak terpancing dengan kalimat-kalimat yang terucap dari mulut Seolhyun. Pria itu mengukir senyuman, lalu ia melangkah mendekat ke arah Seolhyun. "Kau masih suka wine bordeaux ternyata, aku kira kau sudah tidak menyukai wine jenis itu karena terlalu - "
"Jangan mengalihkan pembicaraan."
" - pekat dan - "
Splash!
KAMU SEDANG MEMBACA
Venire [COMPLETED]
Fanfiction[Some part are private, follow me first to read private part] "Semua ini belum berakhir. Aku, Park Chanyeol, tidak akan pernah membiarkan semua ini berakhir!" ucap Chanyeol dengan kedua mata berkilat marah. Wanita itu tersenyum dingin. "Terlambat,"...