Dua

687 99 12
                                    

Sandara menurunkan anak perempuannya untuk berjalan bersamanya memasuki sebuah gerbang sekolah.

Untuk ukuran Nara, tentu saja ia tak mungkin masuk nol kecil karena gadis kecil itu merasa cukup tua untuk bermain bersama anak kecil. Nara adalah gadis dewasa yang mengerti keadaan ibunya. Setidaknya itu yang Nara pikir tentang dirinya.

Sandara membawa gadisnya memasuki lingkungan sekolah yang menurutnya cukup bagus dan berkelas. Ia adalah ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya, dan ia akan berusaha sekeras mungkin untuk memberikan pendidikan yang layak untuk anaknya.

Selama perjalanan mereka ke ruang guru, Nara hanya dapat menatap sekelilingnya. Menilai calon sekolahnya dalam waktu dekat. Dan menimbang apa yang harus ia timbang untuk kedepannya. Terlihat bukan, Park Nara adalah gadis yang mandiri.

Mereka duduk di depan staff yang mengurus pendaftaran murid baru. Dara membaca brosur yang diberikan oleh staff tersebut dengan telinga yang mendengarkan staf tersebut mengucapkan hal-hal penting yang harus dara ketahui.

“ada yang ingin anda tanyakan Mrs. Park?” tanya staff tersebut. Sandara menatapnya sebelum menggeleng, ia tahu apa yang harus ia lakukan saat ini, bertanya pada gadisnya apakah ia berminat untuk masuk atau tidak. Prioritas nomor satu anaknya adalah kenyamanannya.

“apakah kau ingin bersekolah disini baby?” tanya Dara, Nara melirik ibunya sebelum meminta ibunya untuk membungkuk karena ia ingin berbisik sesuatu. Dara mengikuti apa yang anaknya inginkan.

“bisakah kita mencari yang lain? aku tidak begitu yakin dengan ini” ucap Nara, Sandara tersenyum hangat. “bahkan beberapa diantara mereka ada yang menatapku seperti ingin membunuh” ucap Nara sebelum bergidik ngeri.

“baiklah, apakah aku bisa membawa brosurnya?” tanya Dara, staff dengan name tag Sun Mia itu mengangguk.
Sandara beranjak pergi untuk mencari sekolah dasar yang lain untuk Nara. Dan berakhir di sekolah dasar yang cukup luar biasa di bidang non-akademik. Dan gadis itu kembali menggeleng saat ditanya mengenai sekolah yang Dara maksud. Dengan tarikan nafas Dara mengangguk dan tersenyum.

Mereka pergi ke beberapa sekolah yang cukup luar biasa. Dimulai dari popular untuk kalangan pejabat, luar biasa di bidang akademik dan bahkan non-akademik. Namun semuanya mendapatkan respon yang sama. Ia bahkan tidak tahu apa yang membuat anak gadisnya tak ingin bersekolah di sekolah TOP.

Mereka berada di atas kasur, dengan Nara yang berada di tangan Sandara, bermain dengan ujung baju ibunya dengan mata yang fokus pada TV yang menayangkan film kartun favorite Nara. “baby” panggil Dara.

Nara melirik ibunya sebelum mencium pipi ibunya, “bisakah besok kita pergi ke sekolah yang berada satu arah denganmu?” tanya Nara menatap ibunya, “aku tidak ingin berada jauh darimu” ucap gadis kecil itu membuat sandara tersenyum.

“dengarkan aku” Dara memperbaiki posisi mereka, “aku membawamu ke sekolah yang cukup baik, aku ingin yang terbaik untukmu baby. Aku hanya ingin kau mendapatkan sekolah yang layak” ucap Sandara.

“sekolah yang berada di satu arah denganmu tidak cukup buruk. Setidaknya mereka tidak akan membuatku menjadi anak yang sombong. Aku lihat mereka adalah anak yang sangat manja” ucap gadis kecil itu. “Sanghyun samchon mengatakan padaku bahwa sekolah bagus bisa membuatku menjadi anak yang kurang ajar. Aku tidak ingin membuatmu sedih eomma” ucap gadis itu.

Sandara tersenyum hangat sebelum mencium kening gadisnya, “benarkah? Katakan pada Samchonmu itu nanti bahwa aku percaya anakku tidak seperti itu” ucap Dara mencubit hidung anak perempuannya.

“bagaimana jika mereka membullyku seperti yang terjadi pada drama yang biasa aku tonton bersama Bom Imo?” Ucap Nara membuat Dara membulatkan maniknya. Anak gadisnya menonton drama? Benar-benar keterlaluan. Ia tahu memberikan Nara pada Bom adalah kesalahan besar.

“aku harus berhenti menitipkanmu pada Bom Imo, ia tidak bisa menjaga anakku dengan benar” ucap Dara disela nafasnya. “kau yakin tidak ingin pergi kesana?” tanya Dara yang dijawab dengan gelengan kepala.

“bisakah kita pergi ke sekolah yang dilewatimu setiap hari?” tanya Nara, “aku fikir itu tidak cukup buruk” gadis itu melanjutkan. Dara tersenyum hangat sebelum mengangguk. Ia pun berfikir seperti itu. Mereka memiliki nilai yang cukup bagus dan tak ada yang salah dengan itu.

“baiklah, besok kita pergi kesana” ucap Dara sebelum memberi kecupan ringan di rambut anak gadisnya.

thanks mom” Dara menganggukkan kepalanya.

---

Seperti yang telah dijanjikan oleh Dara tadi malam. Pagi ini setelah mereka sarapan, Dara membawa anak perempuannya untuk pergi ke sekolah. Ia melirik jam di pergelangan tangannya. Memastikan bahwa dirinya belum terlambat.

“kau yakin dengan ini baby?” tanya Sandara setelah ia keluar dari ruang penerimaan siswa baru. Nara dengan senyum bahagianya mengangguk. Mereka berjalan ke arah cafe Hyoni yang berada tak jauh dari sekolah Nara.

Nara akan mulai sekolah pada musim gugur minggu depan. Dan gadis itu tidak bisa lebih bahagia karena ia mulai bisa bersekolah secepatnya.
“aku harus pergi, jadilah anak yang baik untuk Hyoni imo, eum?” Nara menganggukkan kepalanya setuju. Dara mengacak rambut gadisnya sebelum berlalu pergi ke kantornya.

Ia hanya memiliki waktu 30 menit sebelum waktu bekerjanya dimulai.
Dan Dara berhasil sampai 10 menit sebelum waktunya masuk. Ia segera membuka komputernya dan mengerjakan tugasnya yang kemarin. Setidaknya ia belum terlambat dan lebih awal. Itu yang diminta oleh managernya kemarin bukan? Untuk datang lebih awal dan mengerjakan tugasnya dengan baik sebelum Direktur utama berkunjung.

Ia bisa melihat managernya yang baru datang memperhatikan. Ia mendongak untuk membungkuk sebelum melanjutkan pekerjaannya. Ia harus bekerja lebih keras agar ia bisa memiliki uang lebih dan menstabilkan keuangan keluarga kecilnya.

---

Seorang pria berjalan ditanah makam sendirian. Sedangkan supir dan penjaganya menunggu di depan gerbang pemakaman. Ia memakai jas dan celana hitam dengan kemeja putih didalamnya. Tak lupa kaca mata hitam yang bisa menutupi air matanya yang bisa saja keluar saat ia berdoa untuk anak dan istrinya.

Ia menatap nisan berwarna hitam dengan nama istrinya disana, tanggal lahir dan tanggal kematian yang tertera disana membuatnya ngilu. Ia hanya tidak percaya bahwa ia telah melewati waktu yang cukup panjang.

honey” suaranya begitu lembut. “aku merindukanmu” ucapnya yang bahkan tercekat. “maafkan aku” gumamnya seraya membersihkan tanah makam yang bahkan bersih. “aku hanya berusaha untuk bisa melupakanmu” gumamnya lagi.

Maniknya berhenti disamping gundukan tanah milik istrinya. Disana tertera nama gadis kecil dengan marga yang sama dengannya. Hanya terdapat tanggal kematian tanpa tanggal kelahiran disana. Dan sekali lagi, dadanya terasa diremas kuat.

“maafkan aku baby girl” ia menarik nafas panjang. Mengingat kembali masa dimana mereka masih berkumpul. Masa dimana gadisnya itu masih berada disampingnya. Berbagi kebahagiaan bersamanya. Berbagi tawa bersamanya. Dan kini ia berada di depan makam istri dan anaknya.

“maafkan aku yang masih belum bisa melupakanmu” ucap Jiyong mengusap batu nisan istrinya, “maafkan aku yang masih terlalu bergantung padamu bahkan saat aku bersama sahabatmu” ucap Pria itu.

“Tuan” ia melirik untuk melihat Supirnya yang berada dibelakang, “sudah waktunya” ucap pria itu.

Jiyong mengangguk sebelum kembali menatap dua nisan berwarna sama dengan senyum diwajahnya. Senyum tegar yang selalu ia keluarkan untuk menguatkan dirinya bahwa ia baik-baik saja.

---Chapter 3 is coming soon---

A/n : hay hay hayyyyyyy, kembali lagi bersama Dee istrinya mas Yangyang. Gimana chapter 2 nya? Masih ada 25 chapter kedepan dan semuanya sudah beres woohooo!!!!

Setelah beberapa tahun mengendap di draft laptop ternyata ff ini bisa ending kemarin dan bakal dede bikin epiloguenya hari ini.

InsyaAllah kalau Dee bisa tepatin janji ini bakal di update tiap hari.. tinggal menunggu waktu sambil Dee lanjutin ff yang My Heart.

Don't forget to vote, comment and follow. Follow follow me subscribe mee^^

Five Years AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang