Duapuluh

699 117 56
                                    

“D-Donghae” panggil Dara pelan, Jiyong meliriknya lalu kembali pada pria yang kini masih mematung di depan apartement Dara. Gadis itu lalu melirik Jiyong, berjalan ke depan apartementnya dan meminta pria itu untuk masuk.

“bisa kau simpan Nara di tempat tidurnya?” pinta Dara, Jiyong mengangguk sebelum mengambil Nara dari tangan ibunya setelah menyimpan barang mereka disalah satu sudut ruangan.

Dara kembali beralih pada Donghae yang memperhatikan mereka dalam diam, “mengapa kau kembali?” tanya Dara menatap Donghae, ia tidak tahu mengapa hatinya enggan untuk menerima Donghae.

“apakah dia anakku?” tanya Donghae, Dara melirik pintu kamarnya yang sedikit terbuka. “apakah gadis kecil itu anakku?” tanya Donghae lagi.

“kau tak menginginkannya Hae-ah” ucap Dara menatap Donghae dengan kening berkerut, “kau menolaknya dan bahkan kau pergi-“

“Dara, aku pergi karena orang tuaku, bukan karena aku tak menginginkannya” ucap pria itu.

“lalu apa yang kau inginkan sekarang? Kembali bersama kita berdua?” tanya Dara, sedikit harapan di hati gadis itu. Namun ia tak menggubris hatinya yang tak lagi memiliki debaran pada pria di depannya.

“aku.. aku hanya ingin memastikan apakah benar aku memiliki anak darimu. Yoona.. dia tak bisa hamil dan kami ingin memiliki anak” Dara mendecih kesal, apakah pria itu kemari karena ingin mengambil anaknya?

“dan kau ingin mengambil alihnya dariku? Kau tak bisa melakukan itu, Tuan” ucap Dara dengan seringainya, “kau fikir aku akan memberikan anakku untuk pria egois sepertimu? Aku berharap kau bisa mempertaruhkan hubungan kita 5 tahun yang lalu. Bahkan, kita hampir menikah 5 tahun lalu” ucap Dara menatap nyalang pada pria didepannya.

“tapi apa yang kau lakukan? Kau meninggalkanku hanya karena orang tuamu menjodohkanmu dengan wanita itu. Wanita yang kini kau katakan tak bisa memiliki anak” ucap Dara mengejek, “maaf tuan, aku mengandungnya, melahirkannya dan membesarkannya bukan untuk kau ambil” ucap Dara dengan gigi gemertak.

“tapi aku memiliki hak untuk bisa hidup dengannya Dara” ucap Donghae, Dara menggeleng, “aku ayah kandungnya. Apakah pria itu kekasihmu? Aku yakin anakku tak akan mau bersamanya jika dia tahu bahwa ayahnya menginginkannya” Dara tertawa mengejek.

“kau bilang apa Tuan? Jangan berkhayal yang tidak pasti. Dan jika kau kemari hanya untuk mengambil anakku, kau bisa pulang sekarang” ucap Dara, Donghae mendecih sebelum berjalan ke arah pintu dimana Nara dan Jiyong berada.

“jika kau tak bisa memberikannya, aku akan mengambilnya secara paksa Park” ucap Donghae,

“dan kau fikir aku akan memberikannya?” tanya Jiyong berada di depan pintu,

“enyah kau brengsek, dia anakku dan aku memiliki hak atasnya” ucap Donghae mencoba untuk menyingkirkan Jiyong.

“tapi kau tak bisa mengambilnya secara paksa seperti ini” ucap Jiyong tidak bergeming di tempatnya.

“kau tak tahu apa-apa Tuan, kau bisa pergi sekarang” ucap Donghae. Jiyong menggeleng, “kubilang enyah kau bajingan!” Donghae berteriak sebelum memberikan pukulan di pipi Jiyong menyebabkan pria itu tersungkur.

Donghae menyeringai sebelum masuk ke dalam untuk mengambil Nara yang terlelap. Gadis itu terjaga setelah dirasakan dirinya diangkat secara tiba-tiba, “appa” gumam gadis itu karena sosok yang terakhir ia lihat adalah appa-nya.

appa” nadanya berubah menjadi takut saat yang ia lihat bukanlah ayahnya. “appa!” teriaknya, Jiyong mencoba untuk merebut Nara kembali namun tak berhasil karena Donghae menendang perutnya hingga pria itu kembali tersungkur.

Jiyong bangkit dengan tangan diperutnya, pria itu memiliki tenaga yang kuat. Ia menarik kerah baju Donghae sehingga pria itu berhenti berjalan. Ia menarik Nara sebelum memukul wajah pria itu, Donghae tak hanya diam, ia membalikkan tubuhnya sehingga kini dirinyalah yang berada diatas Jiyong sehingga ia yang memukuli pria itu.

Nara memeluk Dara sambil menangis. Dara menatap keduanya takut, apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia tak mungkin melerai keduanya tanpa berakhir babak belur. Dengan tangan gemetar, ia mengambil ponselnya yang berada di saku blazzernya.

“berhenti atau aku hubungi polisi” ucap gadis itu dengan tangan mengangkat ponsel. Keduanya berhenti dengan posisi yang masih sama. Jiyong berada di bawah Donghae yang menyeringai dengan bibir berdarah.

“kau mengancamku nona?” tanya Donghae kini beranjak dari tempatnya, dan berjalan mendekati Dara dan Nara yang saling berpelukan. Nara masih menangis dipelukan ibunya dengan Dara yang menatap pria itu nyalang.

“aku bukan hanya mengancammu, aku bisa melakukan ini Donghae, pergi atau aku telepon polisi” ucap Gadis itu mengulang ucapannya, Donghae tertawa keras sebelum mendekati anak gadisnya yang masih berada di pelukan ibunya.

“aku akan kembali untuk mengambilmu baby” ucap Donghae lalu melirik mantan kekasihnya, “dan aku akan pastikan gadis ini bersamaku seumur hidupnya” ucap Donghae sebelum berbalik dan pergi dari apartement milik Dara.

Mereka mendesah lega sebelum manik gadis itu menangkap sosok Jiyong yang masih meringis kesakitan. Dengan Nara di gendongannya wanita itu menghampiri Jiyong, “kau bisa mendengarku?” tanya Dara menyentuh pundak Jiyong.

Pria itu membalasnya dengan anggukan kepala, “Baby bisa kau bangun terlebih dahulu? kita bawa appa ke kamar, eum” ucap Dara, Nara melepaskan pelukan ibunya lalu melirik ayahnya. Ia mengangguk dengan isakan yang masih terdengar.

Dara memapah Jiyong ke kamarnya lalu membaringkan pria itu dikasur. Ia mengangkat Nara untuk disimpan di samping pria itu, “kau bisa jaga appa? Aku akan mengambil obat terlebih dahulu” ucap Dara mengacak rambut Nara.

Nara menganggukkan kepalanya, ia lalu memeluk tubuh ayahnya dengan air mata menggenang di pelupuk matanya. Mata Jiyong terbuka dan ia melirik gadis kecil yang memeluknya, ia tersenyum hangat sebelum mengusap wajah cantik dengan bekas air mata diwajah itu.

ujima, appa gwaenchana” gumam pria itu dengan senyum diwajahnya.

mianhae appa” ucap gadis itu menyembunyikan wajahnya ditubuh Jiyong. Pria itu tertawa kecil, ia meringis akibat perih di wajahnya, bagaimana bisa gadis itu meminta maaf saat dirinya tak bersalah?

Dara datang dengan kotak P3K di tangannya, ia duduk disamping Jiyong yang masih menenangkan anak gadisnya yang kini berada di atas pria itu. “hey, aku tidak apa-apa. Mengapa kau menangis hm?” tanya Jiyong mengusap rambut Nara yang memeluk tubuhnya.

“pria tadi memukulmu appa, ia ingin mengambil aku dan memukulmu. Aku membencinya” gumam Nara masih dengan isakannya. Dara mendesah pelan, menyentuh punggung anak gadisnya. Jiyong melirik wanita yang duduk disampingnya, “eomma” panggil Nara.

“aku harus membersihkan lukanya terlebih dahulu, dan kau menyakitinya dengan tidur diatasnya Nara-ya” ucap Dara mengusap punggung Nara. Gadis kecil itu mendongak, menyimpan dagunya di dada Jiyong sebelum menghapus air matanya dengan kasar.

Ia beranjak dari tubuh pria itu untuk duduk disamping Jiyong. Dara tersenyum kearah gadis kecil itu sebelum kembali pada pria disampingnya yang kini menatapnya, “aku harus membersihkan wajahmu terlebih dahulu, dan ini akan sedikit sakit jadi kau harus menahannya, eum” ucap Dara sebelum mendekat untuk membersihkan wajah Jiyong dengan alkohol dan mengobati beberapa luka lebam pria itu dengan air hangat dan cuka.

---see you at Chapter 21---

Five Years AgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang