"Hidup itu keras! Tidak ada waktu untuk bermain! Jadi bekerjalah!"
Begitulah kata-kata yang terngiang-ngiang dipikiran gue. Papa gue yang ngajarin, kalau kita gak boleh santai-santai dengan menjadikan orang lain sebagai tumpuan apalagi memanfaatkan orang tersebut.
Hidup ini kejam! Setelah kejadian gue diusir Mama, gue bingung banget harus kemana dan hidup dimana. Untung masih punya adik laki-laki dan juga sahabat.
"Al? Lo dianter om lo?" Tanya Tao, memastikan sekali lagi.
Gue mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau aja hari ini gue nggak ada kuis, gue yang anterin..." Ucapnya, membuat gue mendengus.
"...anter sampai pelaminan maksudnya, hahaha..." Gue membulatkan mata dan memukulinya dengan bantal sofa.
Drtt~~ drtt~~
"Halo?" Ucap gue.
"....."
"Lagi, bu?" Kaget gue.
"....."
"I-iya, saya segera kesana."
"....."
"Terima kasih."
Gue membuang ponsel ke samping dan menghela nafas berat. Seakan belum cukup penderitaan yang gue alami, dan ditambah dengan ulah Guanlin yang memukuli temannya di sekolah.
"Kenapa?" Tao duduk disamping gue.
"Guan... diaㅡ"
"Udah gue duga! Tuh anak bener-bener emang!" Gerutu Tao.
Dia berdiri, "ayo, gue anter." Ucapnya sambil menarik tangan gue.
Gue diam, "katanya ada kuis. Lo berangkat aja, gue kesana sama om Reza, kok." Tolak gue dengan senyuman.
"Tapi, Al gue benㅡ"
"Gue bisa, kok." Sahut gue kali ini dengan senyuman yang benar-benar manis.
Tao terdiam dan menarik gue kepelukannya. Gue menjauh, tapi ditahan sama dia. "Jujur aja, kalau mau nangis juga nangis aja."
Akhirnya... yang sedari tadi gue tahan, yang dari kemarin gue pendam gue keluarin didekapan Tao.
Gak perduli kalau kaosnya basah karna air mata dan ingus gue, dia tetap mengulurkan tangannya, memberikan kehangatan saat mengusap-usap punggung gue.
"Seakan nggak cukup, seakan nggak terima. Tuhan selalu ngasih gue masalah! Hiksㅡ"
"It's not your fault. Tandanya Tuhan masih sayang sama lo, Al. Dengan selalu mengingatkan lo sama masalah yang menimpa lo. Jadi Tuhan tau sampai mana kadar kekuatan hamba-Nya." Kata-kata yang Tao ucapkan membuat gue semakin terisak dan lebih dalam untuk memeluknya.
"Hey! Are you Aletha Zoey?! Dia nggak cengeng gini, ya! Gue curiga sama lo. Jangan-jangan lo alien yang nyamar jadi Aleㅡaduh! Ampun nyai ampuuunn!!" Dia meringis saat gue memukulinya dan dia berlari dari hadapan gue.
Hap! Widirit! Gue berhasil menangkap oknum yang buat mood gue lebih baik.
"Coba ulangin! Bilang apa tadi lo?!" Gue menarik kerah kaosnya dengan kedua tangan gue.
"Cantik."
Seketika gue melonggarkan cekalan gue ke dia, gue membeku di tempat. CALL 911, PLEASE!!! IT'S DANGEROUS!!!!
☕☕☕☕☕Akhirnya gue milih kerja sebagai asisten, bukan asisten yang memakai rok sepan selutut dengan jas dan rambut digelung keatas dan heels yang bercenti-centi, tapi asisten rumah tangga.