Hai dhiya kembali, saya pernah publish cerita ini sebelumnya tapi saya unpublish. Kenapa? karena ceritanya udah di pake sama surat cinta untuk starla hehe keduluan deh. jadi saya sedikit mengubah jalan ceritanya dari ide awal. terima kasih yang sudah mau membaca, semoga suka. kritik dan saran sangat saya tunggu.
*****
bodoh dalam cinta itu seperti kamu tidak memberi tahukan perasaanmu pada orang yang kamu sayangi, tapi membiarkan orang lain tahu. memangnya mereka peduli? ~ Dhiya
~ ~ ~ ~ ~
Aal melajukan motornya dengan kecepatan sedang, setelah aku memberi tahukan alamatku. Sepanjang perjalanan kami hanya diam , aku merapatkan lagi jaketku menghalangi hawa dingin yang begitu menusuk.
" kenapa?" aku bertanya saat motor aal berhenti tiba-tiba. Aku turun dari motor.
"abis bensin he-he." Jawaban aal dengan cengiran bangganya tanpa rasa bersalah. Mulutku sukses menganga mendengarnya.
"kalau gini mending gue naik taksi aja." Dengusku kesal.
"iya, sorry deh. Lo naik taksi aja." Ujar aal yang sekarang sudah turun dan berdiri didepanku.
"terus lo?"
"ya gue dorong motor sambil nyari bensin didepan sana." Jawabnya, sambil tersenyum .
"gue bantuin cari taksi deh," aal mengedarkan pandangannya kejalanan yang ramai mencari taksi. Aku menimang, merasa kasihan juga kalau dia harus mendorong motor sendiri. Motornya gede lagi, mana masih gerimis juga.
"gue bantuin dorong motor lo aja, entar lo anterin gue," Ucapku menghampiri aal yang sedang sibuk mencarikan aku taksi.
"serius?"
"iya, cepet keburu gue berubah pikiran." Kataku dia tersenyum puas, lalu berjalan lagi kearah motor.
"ini pake helm , biar kepala lo nggak kena air hujan ." dia menyodorkan helm aku memandangnya sebentar sebelum menerima dan memakainya.
Aku dan aal mendorong motor tidak begitu jauh namun tetap saja bikin badan lelah sekali sampai akhirnya kami menemukan tempat pengisian bahan bakar terdekat. Aku menunggu dengan sedikit tidak sabar. Setelah selesai aal menghampiriku dengan cengiran aneh di bibirnya.
"lo kenapa?" tanyaku heran melihat sikap aal.
"duit gue kurang , bisa tambahin nggak?"
Hah?? Aku mengusap wajahku kesal. Kalau tahu bakalan kayak gini lebih baik tadi aku naik taksi. Kubiarkan saja dia mendorong motornya sampai rumahnya sekalian. Dengan kesal aku memberikan beberapa lembar uang dari dompetku.
Setelah selesai mengisi bensin kami pun segera melaju menuju rumah kembali. Tepat pukul lima sore akhirnya sampai depan rumah dengan selamat. Sumpah baru kali ini aku di bonceng naik motor dengan kecepatan yang melebihi rata-rata. Bahkan kakiku masih gemetar saat aku sudah turun.
" thanks ya udah ngajakin gue olahraga dorong motor, dan bayarin bensin lo." Ucapku sinis " lain kali nggak usah." Tukasku. Aal malah tersenyum lebar.
"iya sama-sama." Jawabnya dengan santai. Dasar ini orang dulu waktu Tuhan bagiin urat malu dia pasti bolos deh. Makanya nggak kebagian.
"dek, temennya diajak masuk dong. Masih hujan " Aku menoleh kala mendengar suara bang marshal dibelakangku. dia baru keluar dari rumah , pastinya menuju gazebo samping rumah. Ahh kesialan yang bertubi-tubi hari ini. Ngapain pake keluar sih abang marshal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhiya
Teen FictionDhiya menyukai Diyaz. Hampir tiga tahun lamanya dia mencintai cowok dingin dan irit senyum itu dalam diamnya. Di saat Dhiya memiliki keberanian untuk menyatakan, kekecewaan yang harus dia dapatkan. Di saat bersamaan Aal yang masih di hantui rasa s...