Ada kisah yang cukup untuk diceritakan bukan untuk dijalani, ada perasaan yang hanya bisa terungkapkan tanpa bisa terbalaskan.
**
Bagaimana keadaan Diyaz dan Dhiya setelah kejadian malam itu? setelah Diyaz mengatakan perasaannya pada Dhiya yang sebenarnya sudah lebih dulu menyukai Diyaz. Mereka berdua sepakat untuk memilih berdamai dengan perasaan mereka masing-masing. Tentu saja keputusan itu mereka ambil sendiri-sendiri, bukan melalui diskusi atau musyawarah untuk mencapai mufakat.
Mereka bersikap seperti biasanya, selayaknya teman satu kelas yang akan sama-sama berjuang di Ujian nasional yang tinggal menghitung hari. Tidak mau merusak masa depan dan usaha belajar dengan urusan perasaan yang akan membuat mereka menjadi remeh.
Beberapa hari menuju UN di gunakan sebaik mungkin bagi para murid untuk serius belajar. Ada yang les privat di rumah, atau memilih keluar rumah untuk belajar di tempat bimbel. Empat sekawan Dhiya CS hampir semua les privat di rumah kecuali Jojo yang memilih bimbel. Dan tentu saja diberi ijin orang tuanya.
"Mbak Manda, aku bosen deh,"keluh Dhiya pada Manda guru lesnya.
"Kenapa?" tanya Manda dengan wajah lemas " Mbak Manda nggak asyik ya ngajarnya?"
"Bukan itu," Dhiya menggeleng "Bosen belajar di rumah, keluar yuk?" ajak Dhiya. Manda mengerutkan dahinya bingung dengan ajakan Dhiya.
"Nanti nggak dimarahin kakak kamu?"
"Sekali aja, nanti kalau kena marah biar Dhiya deh yang tanggung jawab," bujuk Dhiya yang sudah merasa sangat bosan belajar di rumah.
"Tapi ini udah malam lho, nanti dimarahin. Di rumah aja deh,"
"Ihhh ayolah, sesekali nggak masalah ." Manda tampak berpikir dengan permintaan Dhiya. Melihat wajah anak muridnya yang sudah tampak frustasi dengan jejalan pelajaran materi ujian membuat hatinya akhirnya luluh.
"Oke deh ayo," jawab Manda akhirnya. Dhiya girang reflek memeluk Manda.
"Bentar siap-siap dulu," ucap Dhiya sembari berlari menuju kamarnya untuk berganti pakaian. Tak butuh waktu lama ia kembali turun dan menemui Manda yang sudah beberes buku. Mereka berangkat menuju Kafe tempat Aal bekerja dengan memesan taksi. Karena Pak Sholeh, sopir pribadi Dhiya sudah pulang selepas maghrib tadi.
Sampai di sana Marko menyambut sapaan Dhiya dengan tatapan aneh.
"Eh ada tahanan bebas apa melarikan diri ini?" kata Marko pada Dhiya. Marko tahu Dhiya yang sudah jarang datang ke Kafenya karena disuruh belajar di rumah oleh kakaknya.
"Yaelah Om Marko NAPI ujian nasional kalik Dhiya," celoteh Dhiya sambil melihat menu dan memesan. "Aal dimana Om?" tanya Dhiya.
"Tuh di atas lagi belajar juga,"
"Ya udah aku ke sana," ujar Dhiya membawa Manda menaiki tangga. Sampai di atas matanya mencari-cari sosok Aal diantara beberapa pengunjung Kafe lainnya. Dia sedang duduk sendiri di sofa paling ujung dengan lampu terrang.
"Heyy," sapa Dhiya begitu ikut duduk di depan Aal. Manda pun hanya mengikuti tersenyum canggung pada Aal yang masih datar.
"Lo ngapain di sini? Bukannya belajar malah keluyuran malam-malam," omel Aal dengan tatapan sarkas.
Dhiya mencibir "Besok juga udah jadi hari tenang kan? Cuma berdoa bersama aja," kilah Dhiya.
"Iya tapi tetap aja, nanti lo dimarahin kakak lo lagi,"
"Gue di sini juga mau belajar Aal, cuman suntuk aja kalau belajarnya di rumah terus," tuutur Dhiya menjelaskan.
"Ngeyel aja kalau dibilangin," Aal mencubit kedua pipi Dhiya saking gemasnya. Manda tersenyum melihat perdebatan antara keduanya. Dhiya sampai lupa kalau ada Manda di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhiya
Teen FictionDhiya menyukai Diyaz. Hampir tiga tahun lamanya dia mencintai cowok dingin dan irit senyum itu dalam diamnya. Di saat Dhiya memiliki keberanian untuk menyatakan, kekecewaan yang harus dia dapatkan. Di saat bersamaan Aal yang masih di hantui rasa s...