Dhiya[33]

634 30 3
                                    


Kita memang nggak pernah punya status apapun, kecuali dua manusia yang saling menyayangi

***

Hal yang jarang disadari seseorang saat jatuh cinta adalah perubahan dalam diri. Kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan menjadi jarang dilakukan, atau sebaliknya melakukan sesuatu di luar kebiasaan. Pagi ini jam dinding yang tergantung di dinding pos satpam menunjukkan pukul setengah tujuh lewat lima menit. Pak Anto satpam yang bertugas sedari tadi memandang heran seorang cowok yang tengah berdiri di samping gerbang.

Yang biasanya murid yang satu ini paling terakhir memasuki pintu gerbang. Hari ini entah terkena angin dari mana sepagi ini Aal Narendra sudah hampir lima belas menit berdiri di sana. Tak hanya Pak Anto, beberapa murid yang mengenal Aal memandang aneh pada Aal. Biasanya Aal akan membentak dan memberi mereka tatapan tajam tapi hari ini Aal cuek dan bersikap tidak perduli dengan pandangan mereka.

Tak berapa lama orang yang dari tadi dia tunggu muncul, baru saja turun dari mobil yang ia tumpangi.

"Selamat pagi nona halau?" sapa Aal dengan senyum sumringah.

"Astaghfirullah," spontan Dhiya memekik lalu mengusap dadanya kaget.

"Kok astaghfirullah sih, disapa cowok paling ganteng harusnya alhamdulillah Dhiya," protes Aal. Dhiya tak lantas menjawab dia mengangkat tangan kanan dan melihat jam hitamnya. Jam tujuh kurang dua puluh menit. Setelah itu dia meletakkan punggung tangannya pada dahi Aal.

"Lo nggak sakit kan Al?" tanya Dhiya.

"Ck, apaan sih. Gue jadi berandal salah, gue jadi baik salah juga ah gimana sih,"

Dhiya meneliti Aal dari atas kepala hingga sepatu, seolah tidak percaya bahwa yang sedang berdiri di depannya ini adalah Aal narendra. Murid di sekolahnya yang paling nakal, suka bikin ulah, sering bolos dan sering melanggar peraturan.

Lihat hari ini. Dia berangkat pagi, pakaiannya rapi, rambutnya yang kemarin masih gondrong sudah dipotong rapi, siapa pun yang tahu bagaimana Aal biasanya mungkin akan bersikap sama dengan Dhiya.

"Gue nggak nyangka aja Al, gue seneng lo mau berubah ke hal yang lebih baik," ucap Dhiya tersenyum lebar seraya menepuk bahu Aal.

"Aduh," kata Aal.

"Kenapa? Bahu lo sakit ya?" tanya Dhiya khawatir.

"Kok bisa ya?" tanya Aal balik membuat Dhiya mengerutkan dahi tidak paham.

"Bisa apa?"

"Yang lo pukul bahu gue yang bereaksi di sini," tunjuk Aal pada dadanya sambil tersenyum menggoda Dhiya.

"Apaan sih, mana ada yang dipukul bahu yang sakit dada. Ngaco banget deh," ucap Dhiya menahan tawanya. Aal tersenyum lebar menatap lekat-lekat wajah Dhiya yang penuh senyuman. Cerahnya pagi hari ini masih kalah sama cerah senyum di wajah Dhiya. Dia terlihat begitu bahagia, hal yang Aal inginkan entah sejak kapan dia selalu ingin melihat Dhiya tersenyum. Walau lebih suka kalau melihat Dhiya sedang mengomel.

"Udah ah, ayo masuk" ajak Dhiya menarik tangan Aal untuk memasuki sekolah. Mereka berjalan berdampingan. Tentu saja banyak pasang mata yang memerhatikan mereka, ada pula yang berbisik-bisik menyaksikan kedekatan mereka berdua.

"Woii, pagi-pagi udah berduaan aja" sapa Gendis yang tiba-tiba sudah ada di belakang mereka dan dengan tidak tahu dirinya nyempil diantara Aal dan Dhiya. Seolah badannya langsing saja.

"Kalau ada yang berduaan , yang ketiga setan." Ucap Aal. Gendis memberengut dan dengan ganas menyiku lengan Aal.

"Maksud lo gue setan?" kata Gendis. Dia memang selalu menjadi musuh Aal, bahkan sejak mereka masih duduk di bangku SMP. Aal selalu saja mengejek Gendis yang bertubuh gemuk. Tapi Gendis tidak pernah perduli, dia akan selalu mengejek balik Aal dan akhirnya mereka selalu bertengkar dengan saling mengejek dan mencela. Sampai sekarang.

DhiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang