Aku yakin cinta itu bukan sesuatu yang tidak sengaja, semua sudah diatur dan direncanakan. Dan tentu saja Tuhan yang merencanakan segalanya.
**
"Selamat pagi mas?" sapa seorang lelaki berseragam safari warna hitam begitu Marshal membuka pintu rumah. Sedikit terkejut dia membalas sapa itu dengan senyum.
"Maaf, Bapak siapa ya?" tanya Marshal.
"Saya Soleh mas, supir yang mengantar dan jemput Non Dhiya." Jelas Pak Soleh.
"Ehmm," Marshal mengangguk-angguk paham. Tak berapa lama Dhiya keluar sudah rapi siap berangkat sekolah.
"Siapa Bang?" tanyanya begitu melihat Pak Soleh.
"Ini supir dari Damar," jawab Marshal " Gini pak, untuk pagi ini Dhiya berangkat dengan saya nanti kalau pulang bapak yang jemput,"
"Baik mas," patuh Pak Soleh.
"Yuk berangkat," ajak Marshal, Dhiya mengekor dibelakangnya setelah tersenyum sopan pada Pak Soleh.
Di dalam mobil Dhiya menyibukkann diri dengan buku di pangkuannya. Tangan kanan asik membolak-balik lembar bukunya sedangkan tangan kirimenopang kepala sambil memijit pelan.
"Ulangan?" tanya Marshal.
"Nggak, biasa Cuma latihan-latihan soal aja."
"Ujian makin dekat pasti banyak banget tugas ya?" Dhiya hanya mengangguk. Perasaannya masih kacau, daritadi dia hanya membolak-balik halaman buku tidak bisa berkonsentrasi belajar.
"Abang minta maaf kalau sering ninggalin kamu sendirian, padahal harusnya kamu perlu banyak bimbingan dan dukungan di saat-saat ini. Tapi Abang malah banyak kerjaan, maaf ya?" Marshal kembali mengucapkan maafnya.
"Nggak apa-apa Bang, Dhiya ngerti kok,"
"Tapi janji Abang yang waktu itu bakalan benar ditepati kok,"
"Janji? Yang mana?" Dhiya menatap Marshal tak mengerti.
"Ajak kamu sama teman-teman kamu liburan bareng ," hening sejenak Dhiya hanya diam sedikit berpikir juga mengingat tentang janji yang baru saja Marshal ucapkan. "Aal juga diajak ya," ucap Marshal lagi dengan senyuman jahilnya.
"Senyumnya biasa aja bang," kata Dhiya dengan pipi bersemu merah. Senyuman tipis terbit di sudut bibir tipisnya. Ada kelegaan dalam hati Marshal melihatnya. Dengan gemas dia mengusap rambut Dhiya.
Beberapa menit berlalu akhirnya mobil Marshal berhenti di depan sekolah Dhiya setelah berpamitan singkat gadis yang sudah bisa tersenyum lebar itu berlalu masuk ke dalam sekolah.
**
"Citra, gue serius," mata Citra menatap begitu tajam. Tatapan tidak suka lebih tepatnya. Dulu tidak begitu, tatapannya selalu lembut dan berbinar pada lelaki yang berdiri di depannya. Namun kini hanya ada benci di dalam hatinya.
"Maaf ya kak, tapi gue benar-benar udah kecewa. Atas apa yang udah kakak lakuin ke aku dan Kak Aal."
"Gue nggak sengaja Cit, tolong maafin gue."
"Gue nggak perduli, gue benci lo kak. Dan jangan pernah ganggu aku atau kak Aal lagi," Citra berlalu meninggalkan Ryan yang kesal setengah mati karena usahanya untuk mengajak Citra balikan gagal. Dia merasaa sekali lagi kalah dari Aal. Dulu Aleta dan sekarang Citra. Dendam dan kebenciannya pada Aal bertambah lagi dan semakin nyata.
"Ehem, ada yang kalah sampai dua kali nih," Ryan menoleh ke belakang. Matanya menyipit merasa tidak mengenal sosok cewek yang berdiri bersedekap di depannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhiya
Teen FictionDhiya menyukai Diyaz. Hampir tiga tahun lamanya dia mencintai cowok dingin dan irit senyum itu dalam diamnya. Di saat Dhiya memiliki keberanian untuk menyatakan, kekecewaan yang harus dia dapatkan. Di saat bersamaan Aal yang masih di hantui rasa s...