Semua di dunia ini dicipta berpasang-pasang. Termasuk sebuah pertemuan dengan perpisahan.
**
Tak terasa waktu berlalu, seperti baru kemarin menjadi murid baru dengan segala atribut MOS dan sekarang sudah berada di penghujung masa SMA. Hari Senin suasana SMA Nusa tampak tenang, beberapa murid kelas tiga sudah berada di sekolah meski ujian dimulai kurang lebih setengah jam lagi. Ada yang sibuk membaca buku, merapal doa , bahkan aada yang merapal mantra.
Lulus, lulus, pasti lulus!! Begitu isi mantranya.
Dhiya masih berdiri di samping pos satpam, beberapa teman yang lewat menyapa Dhiya membalas dengan senyum dan anggukan kecil. Ia tengah menunggu Aal, walau sedikit ragu kalau Aal bisa datang ke sekolah untuk melaksanakan ujian nasional mengingat kondisi Aal setelah kejadian beberapa hari lalu. Dhiya belum bertemu lagi dengan Aal setelah hari itu, dia hanya tahu kabar dan keadaan kesehatan Aal dari chat.
"Ngapain masih disini Dhiy? Masuk yok," ajak Gendis yang baru saja turun dari mobil yang mengantarnya.
"Bentar gue nungguin Aal Dis,"
"Emang udah sembuh mau ikut ujian?" Dhiya mengendikkan bahunya.
"Makanya gue nunggu disini, tadi pagi dia chat gue katanya mau berangkat,"
"Ohh yaudah deh gue duluan," Dhiya mengangguk pelan sebelum Gendis berlalu masuk ke gedung sekolah. Beberapa kali Dhiya melirik jam di pergelangan tangan kanannya.
"Kak Dhiya," seru Citra dengan senyuman cerianya. Berjalan di samping Aal yang masih terpincang kakinya. "Selamat pagi Kak Dhiya?" sapa Citra ramah.
"Pagi Citra,"
"Udah siap ujiannya?"
"Udah dong Cit, siap banget," jawab Dhiya mantap.
"Kak Al juga udah siap, ya kan Kak?" Aal hanya menyeringai pada Citra "Kak Dhiya, aku nitip Kak Al ya? Kakinya masih pengen dimanja," ucap Citra.
"Iya digaji berapa gue Cit jagain Aal?" tanya Dhiya sambil tertawa kecil.
"Haha gajian minta sama Kak Al deh, Citra pulang dulu ya. Semangat ya Kakak-kakakku," pamit Citra belalu kembali naik mobil yang tadi menurunkannya dan Aal. Namun sebelum itu dia sempat berbisik pada Aal "Good luck, semoga diterima," sambil menyeringai kecil. Setelah Citra pergi hening tiba-tiba. Tatapan Dhiya terpaku pada mata Aal cukup lama yang sudah menatap Dhiya sejak tadi, lalu Aal tersenyum. Ditatap seperti itu membuat Dhiya menjadi kikuk
"Hei," ucap Aal. wajah Dhiya bersemu merah ditatap sedalam itu oleh Aal. Detak jantungnya tak beraturan. Dhiya balas tersenyum lebar.
"Hei tayo, hei tayo,"
"Ihhh Aal," seketika Dhiya kesal memukul lengan Aal yang tertawa lebar. Bibirnya cemberut pura-pura ngambek.
"Kenapa sih?"
"Lo tuh ngerusak momen banget emang ," kesal Dhiya.
"Lagian lo kayak seneng banget ketemu gue, kayak dapat kebahagiaan yang haqiqi,"
"Mungkin, gue sendiri juga nggak tahu kenapa gue seneng banget hari ini bisa lihat lo Al. Gue bahagia banget lihat senyuman lo, padahal hampir setiap hari gue lihat lo senyum, tapi nggak pernah sampai sebahagia hari ini. Gue ," Dhiya menahan kalimatnya sebentar "Gue rasa gue sayang sama lo Al," ucap Dhiya dengan nada pelan, tapi Aal tetap bisa mendengarnya.
Aal terkejut dengan kalimat yang baru saja Dhiya ucapkan, sedikit tidak percaya gadis yang suka memendam perasaannya itu berani mengatakan hal yang berhubungan dengan hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhiya
Teen FictionDhiya menyukai Diyaz. Hampir tiga tahun lamanya dia mencintai cowok dingin dan irit senyum itu dalam diamnya. Di saat Dhiya memiliki keberanian untuk menyatakan, kekecewaan yang harus dia dapatkan. Di saat bersamaan Aal yang masih di hantui rasa s...