Dhiya [ 44]

539 35 18
                                    


Tetaplah berlari mengejar segala impian meski tiada teman

**

Setiap detik yang kita lewati bersama seseorang yang kita sayangi akan terasa sangat berharga. Percayalah. Bahkan jika hanya seedar duduk berdampingan memandang langit luas di atas rerumputan hijau yang dikelilingi ilaalang yang mulai tumbuh tinggi. Hal sesederhana itu adalah sebuah momen yang membahagiakan. Tak banyak kata, meski hanya ramai desiran angin meniupi dedaunan tanpa kalimat-kalimat romantis atau puitis.

Seperti dua sejoli ini yang sudah hampir setengah jam hanya saling diam, tangan Aal menggenggam erat tangan Dhiya. Menikmati waktu mereka sebagai sepasang kekasih. Dhiya mengambil ponsel dan menghubungkan earphone lalu memasangkan satu di telinga Aal dan satunya di telinga Dhiya.

Kita pernah coba hempas

Kita pernah coba lawan

Kita pernah coba melupakan rasa yang meradang

Kau bilang perbedaan ini

Bagaikan jurang pemisah

Maka biarkan aku menyebrang dan coba berjuang

Tetaplah disini jangan pernah pergi

Meski hidup berat kau memilikiku

Ketika kau sakit ketika hatimu terluka

ku kan menjagamu hingga napas ini habis

Rebahkan saja lelahmu dan duduklah disampingku

Berhenti melawan kkata hati yang tak pernah salah

Aal dan Dhiya menikmati lagu yang Dhiya putar. Lagu yang menurut Dhiya ungkapan dari hatinya, harapannya untuk hubungannya bersama Aal.

"Lagunya bagus," komentar Aal.

"Coba lo yang nyanyiin Al, buat gue?" ucap Dhiya sambil nyengir.

"Kalau gue yang nyanyi nanti penyanyinya berhenti manggung Dhiy, gue yang terkenal." Kilah Aal seperti biasa dengan kesombongannya.

"Ah lo mah nggak romantis," ucap Dhiya cemberut.

"Yaudah nyanyi bareng aja, berani nggak nanti pas malam perpisahan manggung bareng gue?" tantang Aal.

"Hah?"

"Daripada Cuma gue yang nyanyi buat lo, kenapa nggak kita duet aja? Nyanyiin lagu ini kan lebih romantis," Aal menaik turunkan kedua alisnya. Dhiya memikirkan ide konyol Aal. "Nggak berani deh pasti," ejek Aal.

"Oke, gue berani kok."jawab Dhiya begitu yakin. Aal tersenyum merangkulkan tangannya melingkar leher Dhiya.

"Dua hari lagi lo ulang tahun kan?" tanya Aal.

"Kok lo tahu?"

"Kata facebook haha,"

"Ciyee stalking, terus lo mau kasih gue kado apa?"

"Gue udah kasih seluruh hati gue buat lo Dhiy, masih kurang?" Dhiya tersipu. Tapi hanya sebentar, air mukanya berganti sendu.

"Gue boleh egois nggak sih Al, kalau gue mau seluruh sisa hidup lo sama gue Al?" pinta Dhiya dengan suara lirih hampir tak terdengar malah. Namun Aal bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Aal menatap mata Dhiya yang teduh seperti banyak harapan yang dia gantungkan pada Aal. Aal sendiri tahu Dhiya sebenarnya merindukan sosok yang selalu ada untuknya. Seperti ayahnya, Dhiya rindu orang yang menyayanginya selayaknya ayah Dhiya.

DhiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang