Dhiya[16]

698 32 7
                                    

 Kamu cukup sebatas  mengerti tidak perlu merecoki urusan hati biar aku atur sendiri.

~Dhiya

~ ~ ~ ~ ~

Dhiya berjalan ke kelas sendirian. Pagi ini dia diantar mas-nya, lebih tepatnya nebeng Aksa yang berangkat kerja. Perasaan Dhiya sedang berbunga-bunga, masih terasa debaran jantung yang menggila saat tangan Diyaz menyentuh bahunya serta mengusap tinta di dahinya. Gue nggak akan lupa seumur hidup, kata Dhiya semalam yang mendadak insomnia.

Hampir tiga tahun memendam cinta dalam diam. Bayangkan tiga tahun lamanya Dhiya hanya melihat dari kejauhan. Mendamba dalam angan sekedar bisa dekat dengan Diyaz. Atau paling mudah mendapa sapanya saja, dan semua itu sanga sulit dulunya. Sekarang setelah dia punya kesempatan Dhiya tidak ingin menyia-nyiakan.

Dhiya sudah bertekad untuk segera mengatakan perasaannya pada Diyaz. Entah bagaimana reaksinya atau balasannya, itu tidak penting. Bagi Dhiya yang lebih penting Diyaz tahu bagaimana perasaannya. Begitu sih kata Dhiya.

"Selamat pagi kawan-kawanku yang manis?" sapa Dhiya pada ketiga sahabatnya yang sudah duduk di bangku masing-masing. Dhiya memang yang selalu paling akhir sampai di kelas diantara empat sekawan itu.

Jojo dan gendis mengerutkan kening menatap Dhiya yang kelewat sumringah pagi ini. Sedangkan Sifa hanya membalas dengan senyuman sekilas dan kembali menyibukkan diri dengan buku di hadapannya.

"Lo sarapan apa Dhiy sampai senyum selebar daun kelor," seloroh Gendis membalikkan badan menghadap Dhiya yang sudah duduk di samping Jojo.

"Coca-cola," jawab Dhiya sambil nyengir "buka kita buka hari yang baru ciptakan senyuman bergembira hehe," Dhiya terkekeh setelah menyanyikan lagu di iklan minuman yang sudah lama tidak muncul di TV.

"Gaje banget dah lo, abis ditembak Iyaz ya lo...hmmmpp," Dhiya dengan sigap membekap mulut Jojo dan memberikan pelototan seram yang paling termutakhir.

"Kecilin volume suara lo bisa kalik," ujar Dhiya geregetan.

"Ya abisnya gemes sama lo, dari dulu suka-sukaan doang nggak berani bilang. Biar aja tuh Iyaz denger," Dhiya mendengus. Memang semua ucapan Joj itu benar tapi tidak usah dijelaskan dengan volume suara lantang. Seperti ingin sekali seluruh penghuni kelas tahu kalau Dhiya suka sama Diyaz.

"Ini juga lagi proses, tenang aja semua akan indah pada waktunya." Seperti sikapnya kemarin saat menanggapi Aal kali ini Dhiya juga bersedekap penuh angkuh.

"Wow, kayaknya udah banyak peningkatan nih," timpal Gendis.

"Iya, sekarang jarang cerita ke kita udah ada yang lain kayaknya yang lebih nyaman," tuduh Jojo membuat Dhiya melirik tak mengerti.

"Sekarang lebih asyik cerita sama Aal Narendra sihh," Tambah Jojo dengan nada sinis.

"Ihh apaan sih Jo, orang gue juga sering chat kalian buat curhat kan? Kenapa bisa bawa-bawa Aal?" Dhiya sedikit tersinggung dengan pernyataan Jojo. Walaupun Dhiya dekat dengan Aal tapi baginya ketiga sahabatnya adalah yang paling dekat dengannya.

"Udah deh nggak usah pada mulai anarkismenya, mending lihat deh nih," Gendis menunjuk dengan wajahnya ke arah Sifa yang dari tadi hanya diam saja. Dhiya dan Jojo mengikuti arah pandangan Gendis.

"kenapa?" tanya Dhiya tanpa suara. Gendis hanya mengendikkan bahu.

"Fa," Dhiya menyentuh pundak Sifa "Lo kenapa kok diem aja? Sakit?" tanya Dhiya. Sifa menoleh sambil tersenyum tipis, dia menggeleng pelan.

"Nggak kok Dhiy, cuman lagi males aja," Dhiya tau itu hanya alasan kosong. Sifa pasti punya masalah.

"Cerita sini Fa, entar kayak gue loh dituduh lupa temen sama temen sendiri," Dhiya menyindir halus. Tapi jelas sekali di telinga Jojo, dia langsung memanyunkan bibirnya kepada Dhiya. Sifa tertawa kecil begitu juga Gendis.

DhiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang