Hanya harapan yang mampu membahagiakan ketika cintamu bertepuk sebelah tangan.
**
"Lo kenapa Dhiy? Ada masalah?" tanya Aal yang ikut bingung melihat tingkah Dhiya.
"Hmm apa Al?" tanya Dhiya tidak begitu jelas mendengar.
"Lo kenapa? Ada masalah?" ulang Aal mengeraskan volume suaranya.
"Ehmm nggak kok, Cuma," Dhiya bingung harus menjawab apa namun tiba-tiba saja ia malah mendapatkann sebuah ide "Gue- gue laper Al, berhenti depan dulu tuh pengin martabak gue," ucap Dhiya menunjuk ke deretan tenda kaki lima pinggir jalan. Aal menghela napas walaupun ia tetap menuruti Dhiya menepikan motornya.
"Lo rese kalau lagi laper," ucap Aal pura-pura kesal. Dhiya menjulurkan lidahnya.
"Biiarin," Dhiya melangkah menuju Bapak pejual martabak yang sedang duduk karena sedang tidak ada pembeli.
"Pak bikinin martabak manis satu ya, coklat kacang," ujar Dhiya.
"Siap neng, silahkan duduk dulu," jawab Bapak dengan wajah sumringah dan segera membuatkan pesanan pelanggannya. Dhiya menghampiri Aal yang memilih duduk di bahu jalan dekat motornya sambil merokok.
"Udah sepi ya?" gumam Dhiya. Aal membuang putung rokok yang masih tersisa setengah menginjaknya sampai bara apinya mati.
"Lo kira ini masih sore, nggak takut dimarahin kakak lo?"
"Takut? Hemm palingan mereka juga belum di rumah jam segini. Mereka punya dunia mereka sendiri, kenapa gue nggak?" jawab Dhiya yang jujur dalam hatinya mulai merasa kesal dengan kedua kakaknya yang super sibuk.
"Mereka cowok, dan lo cewek Dhiya. Mereka punya tanggung jawab cari nafkah buat lo, bukan karena mereka nggak perduli sama lo,"
"Tahu kok, tapi kadang gue ngerasa hidup sendiri aja. Gue sama kedua kakak gue udah kayak orang LDRan deh, tapi satu rumah," Aal tertawa mendengar curhatan Dhiya.
"Dasar nona halu kebanyakan baper deh,"
"Ihh apaan sih nona halu,"
"Itu kan panggilan sayang gue buat lo,"
"Ihh apaan Aal dah," Dhiya mendorong lengan Aal yang tertawa melihat Dhiya yang salah tingkah. "Udah ah mau ambil martabak," Dhiya kembali menghampiri Bpak penjual.
"Ini neng martabaknya udah jadi," kata Bapak memberikan satu kotak berisi martabak pesanan Dhiya yang langsung diterima gadis itu. Dhiya celingukan.
"Nyari apaan neng?" tanya Bapak.
"Ehmm minimarket paling deket dari sini mana ya pak?" tanya Dhiya.
"Agak jauh sih neng kalau dari sini, emang mau cari apa?"
"Mau cari lilin ulang tahun pak, itu temen saya ulang tahun karena nggak sempat beli kue saya mau kasih martabak ini tapi saya juga lupa nggak beli lilin," tutur Dhiya.
"Saya punya neng kalau lilin," Bapak tadi beranjak ke gerobaknya membuka laci yang ada dan kembali membawa sebatang lilin putiih yang biasa dinyalakan kalau listrik padam "Adanya lilin kayak begini neng,"
"Aduh masa kayak gitu pak,"
"Yahh adanya begini neng," Dhiya berpikir sejenak.
"Yaudah deh pak, tolong sekalian dinyalain ya?" Bapak itu menyalakan lilin dan memberikannya pada Dhiya.
Dhiya berjalan pelan ke arah Aal yang duduk membelakanginya. Jantung Dhiya berdetak tak karuan, dia biasa memberi surprise pada teman-teman dekatnya tapi kali ini ada rasa yang berbeda. Dhiya merasa tegang sampai langkahnya terasa berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dhiya
Teen FictionDhiya menyukai Diyaz. Hampir tiga tahun lamanya dia mencintai cowok dingin dan irit senyum itu dalam diamnya. Di saat Dhiya memiliki keberanian untuk menyatakan, kekecewaan yang harus dia dapatkan. Di saat bersamaan Aal yang masih di hantui rasa s...