Bagian Dua

4.7K 557 18
                                    

Song for this chapter:

Yang Terlewatkan - Sheila on 7

———

Lisa diam sejenak. Tidak tahu harus apa. Bergerak untuk menyentuh bahu Sehun saja dia tidak mampu, bagaimana mungkin dia harus berbicara padanya apalagi menatap matanya? Lagipula... Kenapa Sehun bisa berada disini? Dalam keadaan mabuk dan berantakan seperti ini?

"Sehun," Lisa berkata pelan. Dia menyentuh bahu Sehun ragu. "You okay?"

Dengan sigap Sehun langsung mendongakkan kepalanya lalu menoleh kesana kemari dengan matanya yang tidak fokus. Setelah menemukan wajah Lisa, laki-laki itu langsung tergelak menyeringai. Lisa baru kali ini melihat Sehun kacau seperti ini. Matanya merah, kantung matanya menghitam dan yang lebih parah lagi, ada luka lebam di tulang pipi dan ujung bibirnya yang mengeluarkan darah yang sudah terlihat kering. Sebenarnya apa yang baru saja Sehun lakukan malam ini hingga dia bisa separah ini?

"Sehun, lo kenapa? Kok lo luka begini?" Lisa berteriak berusaha menyadarkan Sehun, tapi hal itu sia-sia karena Sehun benar-benar mabuk sekarang.

"Lisa, mana pacar—mana pacar kamu itu? Hahah," lagi-lagi Sehun meracau.

"Aduh mana handphone gue lowbatt lagi mau telepon taksi." Eluh Lisa kepada dirinya sendiri sementara tangannya masih sibuk menahan bobot tubuh Sehun yang sedang lemas.

Setelah mengingat Sehun juga pasti membawa ponselnya, Lisa langsung meraba - raba sekitar kantong celana Sehun untuk menemukan ponselnya. Sehun bergerak menghindar, yang malah membuat tangan Lisa tidak sengaja menyentuh bagian selangkangan Sehun.

ASTAGA.

Lisa melotot, pipinya terasa panas dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia menoleh ke arah Sehun ragu-ragu sekedar ingin melihat respon laki-laki itu, namun Sehun masih meracau tidak jelas. Diam-diam Lisa menghela napas sambil tetap berusaha menenangkan dirinya sendiri. Setelah akhirnya berhasil mengambil ponsel Sehun-yang untungnya tidak dikunci, Lisa langsung mencari nama Yeri lalu langsung menelepon adik Sehun tersebut.

"Halo? Kenapa, kak?"

"Yer, ini Lisa. Tolong jemput gue sama kakak lo di halte deket kafe tadi ya. Ini kakak lo luka-luka terus mabuk gini. Gue nggak tau dia kenapa." Suara Lisa parau, entah efek khawatir atau masih terasa canggung dengan kejadian barusan.

"Hah? Oke-oke, gue kesana sekarang."

Sambungan telepon terputus. Lisa baru saja ingin mengembalikan lagi ponsel Sehun ketika matanya tidak sengaja melirik beberapa kata yang menarik perhatiannya di beranda ponsel Sehun. Itu adalah memo yang bertuliskan nama Lisa. Jantung Lisa kembali bergetar. Kenapa ada memo bertuliskan namanya di ponsel Sehun? Dan kenapa pula Sehun menaruhnya di layar depan? Melirik Sehun yang masih menyenderkan bahunya di tiang halte, Lisa dengan ragu-ragu membuka memo itu. Memang tidak sopan, namun apa daya, Lisa sudah terlalu penasaran.

My dearest, Lisa.

Lisa menahan napas. Dirinya ingat dulu sewaktu Sehun dan dia masih berteman akrab, Sehun suka sekali memanggil Lisa dengan sebutan dear karena Lisa pernah bercerita dia ingin dipanggil seperti itu dengan orang yang dia sayang. Sejujurnya saat itu pun Lisa merasa senang sekali karena mungkin saja Sehun sudah membuka hatinya dan sadar bahwa Lisa-lah yang menyayanginya dengan tulus, namun di satu sisi dia juga sadar bahwa panggilan itu tidak lebih dari panggilan antar teman.

Lo mungkin nggak akan pernah baca ini. Kita juga udah jauh, kan? Nggak mungkin banget tiba-tiba lo nemu memo ini terus lo baca. Lo juga nggak bakal peduli.

Gue tau sekarang lo udah bahagia dengan pacar baru lo.

Lisa melirik Sehun yang ternyata sedang menatapnya erat. Apa Sehun sudah sadar? Lisa membalas tatapan Sehun dengan raut yang dia sendiri tidak dapat jelaskan.

"Lisa," Sehun mengerutkan dahi. "Gue kangen lo." Ungkapnya parau seperti anak kecil yang akan menangis.

Lisa menggeleng. Tidak, dia harus kuat. Apapun racauan Sehun yang tidak jelas serta apapun yang Sehun ketik di dalam memo ini tidak akan mengubah apapun. Lisa sudah punya Jungkook dan itu sudah lebih dari cukup. Lisa tidak akan goyah lagi. Lisa pun membiarkan Sehun menatapnya seperti itu walaupun dia merasa cukup canggung.

Semuanya memang salah gue, Lis. Salah gue yang dari awal nggak sadar kalau lo udah merjuangin semuanya buat gue, termasuk hati lo.

Inget saat kita berencana pergi ke Disneyland di hari ulang tahun lo? Lo minta gue dan Yeri buat ikut, gue tau sebenernya lo ingin kita cuma berdua, tapi lo nggak enak sama Yeri alhasil lo ngajak gue dan Yeri. Lo seneng banget di hari itu, Lis. Gue bisa lihat pancaran sinar kebahagiaan di bola mata lo yang jarang gue lihat.

Iya, Hun, gue bahagia di hari itu karena akhirnya gue bisa menghabiskan hari gue sama lo. Lisa berucap dalam hati, menengok ke arah Sehun yang masih menatapnya lekat. Tapi hari itu juga termasuk hari terburuk dalam hidup gue.

Tapi hal itu nggak berjalan lama setelah tiba-tiba kita ketemu temen gue, Irene. Lo inget kan waktu itu Irene yang kebetulan lagi pisah dari temen-temennya minta bareng sama kita? Dan begonya gue waktu itu yang nggak sadar raut wajah dan tingkah lo langsung berubah, Lis. Lo jadi bersikap kaku dan pancaran kebahagiaan serta senyum riang lo hilang. Apalagi setelah Irene dan gue memutuskan buat berpisah dari lo dan Yeri karena ingin berjalan - jalan berdua. Gue tolol, Lis. Betapa tololnya gue nggak menyadari kalau saat itu lo hancur. Betapa tololnya gue menghancurkan hari yang seharusnya masuk ke dalam daftar hari paling bahagia di hidup lo.

Betapa tololnya gue... malah bertanya dengan polosnya ke lo dan Yeri saat itu kenapa tiba-tiba wajah lo lesu dan lo ingin cepet-cepet pulang. Gue baru tau kalau saat itu lo baru aja nangis.

Lisa menggeleng lagi. Ingin rasanya dia menutup memo itu dan mengembalikan ponsel Sehun atau mungkin langsung membanting ponselnya. Rasanya sekarang hati Lisa terombang-ambing oleh seluruh harapan, penyesalan, juga ketidakpastian. Dia ingin menangis, tapi dia harus mengingat bahwa semuanya telah berakhir. Rasa sayang dia ke Sehun sebagai lebih dari teman itu sudah berakhir, jauh dari lama setelah Lisa merasa perhatiannya pada Sehun hanyalah sia-sia.

Lisa menengok lagi ke arah Sehun di sampingnya, namun dia terkejut setengah mati saat bahunya terantuk kepala Sehun yang tiba-tiba bersender. Lisa merasakan rasa dingin yang sedari tadi membelai leher hingga ke ujung kaki langsung sedikit menghangat karena senderan Sehun.

Dear, gue tau ini terlambat. Tapi gue minta maaf. Gue tau gue udah nyakitin lo dan gue nggak menyadari itu. Gue juga tau kalau sekarang nggak mungkin lagi bagi gue buat dapetin lo kembali, apalagi sekarang kita udah jauh.

Kalau lo bertanya - tanya kenapa gue jauhin lo, nggak bales pesan lo, nggak mengangkat telepon lo, itu karena gue nggak sanggup, Lis. Gue sayang lo sekarang dan gue harus menerima kenyataan bahwa cinta gue terlambat. Disaat lo udah bahagia sama pacar lo, gue harus memendam perasaan yang baru gue sadarin udah ada dari dulu.

Maaf, Lis. Gue emang pengecut. Tapi cuma di memo ini gue berani ngungkapin isi hati gue sebenarnya.

I love you deeply. Please come back.

Lisa tidak sadar sama sekali air matanya terjatuh ketika Sehun mendongak menatapnya lalu menghapus air matanya. Sehun masih bertingkah aneh karena mabuk—dia meracau dengan wajah polosnya yang semakin membuat hati Lisa terpecah belah. Seharusnya tidak seperti ini. Lisa juga ingin bertemu Sehun lagi, tapi tidak dengan cara seperti ini.

Tidak dengan luka di hatinya terbuka kembali.

HappierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang