Bagian Dua Puluh Dua

1.2K 151 8
                                    

"Halo?"

"..."

"Halo?"

Lisa hampir berniat mematikan sambungan telepon sebelum terdengar suara serak.

"Lisa."

"Ini siapa ya?"

"Sehun.." suaranya tersendat-sendat. Lisa bahkan tidak mengenali suara yang meneleponnya ini. "Sehun masuk rumah sakit, Lisa. Kondisinya mendadak memburuk dan dia butuh lo."

Lisa merasa udara di sekitarnya mengikis mendapat kabar yang baru saja ia dengar dari penelepon yang ia bahkan tidak tahu siapa. Suaranya familiar tapi Lisa tidak dapat memaksa otaknya untuk berpikir lagi karena ia sendiri sudah cukup terkejut. Bahkan sangat terkejut hingga ia sampai terduduk dan meremas jari-jemarinya.

"Apa? Kenapa? Sehun kenapa?"

"Sehun butuh lo, Lisa. Kondisinya benar-benar buruk. Lebih baik lo pulang dan lihat sendiri, sebelum semuanya terlambat."

Seperti ada batu besar yang menghujam jantung Lisa saat ini. Badan gadis itu bergetar, bibirnya hanya mampu membuka lalu tertutup lagi tanpa bisa bicara apapun bahkan setelah ia dengar suara sambungan terputus dari ponselnya. Ia tidak tahu siapa yang menelepon, namun kini pikirannya kalut.

"Siapa yang menelepon, Lis?"

Lisa mendongak dengan cepat. Ia menggeleng pada sang tante yang berdiri di hadapannya. "B-bukan, bukan siapa-siapa, Tante." cicit Lisa dengan suara kecil.

"Terus kenapa kamu nangis?" Pertanyaan Tante membuat gadis berponi itu menahan napas. Ia yang sedari tadi sibuk meremas jari jemarinya langsung mengusap mata, semakin terkejut mendapati matanya basah. Ia bahkan tidak tahu kalau dirinya sudah menangis.

Lisa takut, Ya Tuhan. Lisa takut setengah mati memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang saat ini berputar di kepalanya. Ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaannya? Kalimat sebelum semuanya terlambat semakin membuatnya kalut. Apa yang sebenarnya terjadi di sana?

"Lisa, Lisa," Lisa tidak sadar dirinya sudah dalam keadaan kacau sampai Tante menghampiri lalu memeluknya erat. Tante Lisa mengusap rambut keponakan satu-satunya itu. "Kenapa, sayang? Ada apa?"

Gadis yang berada dalam pelukan hampir terisak. Ia menggigit bibir berkali-kali sementara tenggorokannya semakin sakit menahan tangis yang sedari tadi ingin ia tumpahkan.

"Aku.." Lisa tersendat. Tantenya melepas pelukan mereka. Mata dari seorang wanita berkepala empat itu menatap teduh pada keponakannya.

"Kembalilah, Lisa. Kembali kalau memang itu yang kamu inginkan."

"Tapi," Lisa menggeleng sedangkan tangisannya mengeras. Ia tak bermaksud bersikap cengeng, namun ditanya seperti itu saat ia sedang berusaha mati-matian menahan tangis membuat pertahanannya runtuh.

Tante Lisa tersenyum. "Siapapun orangnya, mereka pasti butuh kamu. Mungkin kampung halamanmu di sini, tapi rumahmu di sana. Ada yang menantimu untuk segera pulang. Jangan buat semua urusan di sini jadi penghambat kamu. Tante akan jagain Nenek di sini. Jadi pulanglah, Lisa."

Lisa menunduk. Kepalanya bersandar di pundak Tante-nya sementara tangisnya semakin menjadi-jadi. Dalam hati ia membenarkan ucapan sang Tante. Ia harus kembali, entah Sehun membutuhkannya atau tidak di sana, Lisa tetap harus kembali.

---

Saat menapakkan kakinya kembali di tanah Seoul setelah hampir tiga bulan berada di kampung halaman, Lisa merasa tenang sekaligus kalut. Tenang karena dengan restu keluarganya di Thailand, akhirnya ia bisa kembali ke tempat di mana ia merasa hidup. Namun ia juga kalut dengan fakta beberapa menit lagi ia akan sampai di rumah sakit orang itu berada.

HappierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang