Saat kami tiba di rumah, aku memilih untuk langsung menuju kamarku dan menutup pintu dengan sangat rapat sehingga Sehun tidak bisa masuk kedalam kamarku. Rasa kesal, cemburu, dan juga malas ingin bertemu Sehun bercampur jadi satu di hatiku saat ini.
Untuk sekarang aku hanya ingin sendiri, tidak ingin sekalipun mendengar ataupun melihat wajah Sehun. Aku hanya ingin menenangkan diriku untuk sementara waktu. Setelah aku mencoba berada di sisi Sehun, semakin aku merasa bahwa hati Sehun benar-benar masih mudah sekali untuk goyah.
Rasanya semua hal manis yang terucap dari bibirnya adalah sebuah dusta, tidak ada satupun dari ucapannya yang mungkin berasal tulus dari hatinya. Aku tahu tidak seharusnya diriku lari dari masalah ini, tapi entah mengapa kali ini aku ingin sekali berada di sisi Jongin. Berada di sisinya dengan artian bukan karena aku masih mencintainya dan ingin kembali padanya, namun lebih karena aku membutuhkan seorang teman untuk mendengarkan semua celotahanku dan Jongin adalah orang yang tepat untuk itu.
Kuambil ponselku dari tas yang tak jauh dari tempatku berada dan mulai menelpon Jongin.
"Hallo." Suara Jongin langsung terdengar tak lama setelah aku menelponnya.
Aku tahu ini sangat aneh menelpon Jongin secara tiba-tiba seperti ini, terlebih mengingat hubungan kami yang tidak sebaik dulu. Jongin memang sudah biasa saja terhadap hubungan kami saat ini, namun tetap saja aku merasa tidak biasa dengan status hubungan kami.
"Maaf aku menelponmu tiba-tiba," kataku pelan.
"Tak apa. Kau kenapa? Ada masalah dengan dia?" Dia yang dimaksud oleh Jongin tentu saja adalah Sehun.
Bibirku tersenyum meringis mendengar Jongin dapat menebak secara tepat seperti itu. Aku tahu saat ini aku terlihat egois karena menjadikan Jongin sebagai sebuah pelarian.
"Ya, seperti itulah. Kau sudah pulang kerja?"
"Sudah. Ingin aku untuk menjemputmu?"
Entah mengapa Jongin selalu bisa menebak isi hatiku dengan tepat.
"T-tidak perlu," dustaku. Padahal jujur saja bahwa saat ini aku ingin sekali pergi dari rumah ini. "Tidurlah. Aku tahu kau lelah dengan pekerjaanmu. Maaf sudah menelponmu selarut ini."
"Baiklah, selamat malam."
Setelah panggilan telpon tersebut berakhir, tubuhku segera kuletakkan diatas kasur. Terasa cukup lelah meski aku tidak melakukan aktivitas yang berat. Kucoba untuk menutup mataku dan berusaha untuk tertidur namun gagal karena seseorang mengetuk pintu kamarku.
"Siapa?" tanyaku sedikit berteriak supaya orang yang berada dibalik pintu itu mendengar.
"Ini aku."
Sehun. Dia yang mengetuk pintu kamarku. Rasanya sangat malas membukakan pintu untuknya, sungguh. Namun pria itu tetap terus mengetuk sampai akhirnya aku membukakan pintu.
"Ini sudah malam dan aku ingin tidur," dustaku.
Sehun menghela napasnya pelan, seperti tidak yakin bahwa omonganku adalah sebuah kebenaran. "Kau masih marah?"
Apakah dia perlu bertanya apakah aku masih marah atau tidak? Bukankah sudah sangat jelas bahwa saat ini aku sedang menghindarinya yang otomatis mengartikan bahwa aku masih marah padanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Stranger (Oh Sehun)
FanfictionPegawai hotel yang tidak sengaja harus menikah dengan seorang CEO akibat kecelakaan kecil. Namun siapa sangka ternyata CEO a.k.a Oh Sehun tersebut memiliki sisi gelap yang tidak semua orang tau. Park Hae Jin juga harus tinggal di rumah Sehun dan har...