[9] Tunangan Sehun Datang

19.9K 1.9K 19
                                    

Sehun perlahan membuka matanya. Aku yang masih menunggunya tersadar langsung menatapnya. "S-sehun-ssi...," panggilku pelan. 

Pria itu menatapku dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka. Dia memegangi kepalanya yang sepertinya tampak pusing. Dia sedikit meringis ketika mencoba untuk duduk. Aku langsung membantunya terduduk.

"Aku pingsan?" tanyanya.

"Ya, kau pingsan. Kata Dokter kau kurang tidur dan kau terlalu memaksa diri untuk bekerja," jelasku yang membuatnya hanya mengangguk mengerti. 

"Maafkan aku," ucapku lirih menyadari kesalahan bodohku yang tadi. Aku bahkan tertunduk, tak bisa menatap Sehun seperti yang biasanya kulakukan. 

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Sehun.

"Aku baik-baik saja. Aku yang seharusnya mengkhawatirkanmu! Bukannya kau yang mengkhawatirkanku!" Bentakku tak kuasa menahan air mata. Aku tahu, aku terlihat bodoh saat ini dan aku juga tidak mengerti kenapa aku mengeluarkan air mata ini.

Sentuhan tangan Sehun sukses membuatku terkejut. Dia menghapus air mataku dengan sentuhan tangannya yang lembut itu lalu tersenyum kecil.

"Kau bukan anak kecil kan? Ada anak di perutmu dan kau masih bisa menangis seperti ini?" Sehun berdecak tak percaya sambil masih menatapku.

"Kenapa sih kau harus pingsan disaat aku sedang mengambil mangga? Kenapa kau tidak pingsan disaat kau sedang bersama wanita malammu?! Kau membuatku merasa bersalah, tahu?!" ocehku kesal dan menghapus sembarang sisa-sisa air mata yang masih keluar.

Sehun terkekeh mendengar ucapanku itu. "Kalau aku pingsan disaat aku melakukannya. Bukankah itu terlihat lucu? Coba saja kau bayangkan, benda milik kami sedang menyatu dan aku pingsan. Terus menurutmu apa yang bakal terjadi dengan bendaku yang masih tertancap itu?"

Aku mengernyitkan dahiku. Bisa-bisanya dia memikirkan hal itu sekarang? Otak mesumnya memang tidak pernah lepas darinya meskipun dia sakit seperti ini.

"Akan kuambilkan makanan untukmu." Aku mengabaikan ucapannya itu karena kalau aku teruskan, aku tidak tahu akan menjadi seperti apa obrolan kami nanti.

Kulangkahkan kakiku ke arah dapur. Kulihat ahjumma yang baru saja menaruh bubur buatannya di atas mangkuk. Aku langsung mendekati ahjumma.

"Aku saja yang membawa kekamarnya, ahjumma," ucapku.

"Oh baiklah."

Ahjumma memberikan nampan yang sudah terdapat air putih dan bubur di atasnya serta alat makan tentunya. Aku langsung masuk kembali ke kamar Sehun dan menaruh bubur itu di atas nakas.

"Bangunlah. Kau harus makan," kataku.

Sehun yang tadinya tertidur, langsung mendudukan badannya. "Bubur? Oh ayolah, aku tidak sesakit itu. Aku benci bubur. Bisakah kau membuatkan yang lain?" protes Sehun.

Aku menatapnya lurus. "Tidak! Kau harus makan bubur supaya cepat sembuh."

Sehun menggeleng dan menutup rapat-rapat bibirnya. Bukankah saat ini dia terlihat seperti anak kecil yang sedang bermanja ria dengan Ibunya?

"Kau sudah dewasa, Oh Sehun." Aku mengingatkannya karena tingkah kekanakkannya itu.

"Aku tahu. Tapi aku benci bubur. Ja--"

Aku langsung menyuapi bubur yang sudah kusendokkan ke mulutnya. Sehun cukup kaget sehingga ia langsung menelan bubur itu tanpa menikmatinya di dalam mulut.

"Ya!" teriaknya membuatku harus menggaruk lubang telingaku.

"BERISIK!" teriakku tak mau kalah. "Sudah, makan saja! Kau sakit kan?!" omelku yang membuatnya terdiam. Mungkin dia terkejut karena mendengar teriakkanku tadi.

Married With Stranger (Oh Sehun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang