Saat matahari tak lagi kau sebut matahari.
Saat pagi hari tak lagi kau nanti.
Saat legam pupil netramu selegam pandanganmu kini.Saat semuanya telah berakhir; menurutmu.
Adalah aku yang masih tetap disampingmu,
tanpa pernah lagi kau sadari sosokku selalu menemanimu.
Adalah pekat yang melumat erat penantian panjangku.Aku mencintaimu bagai Mimi dan Mintuna.
Tapi takdirku tak ubahnya benalu dengan pohon mangga.
Entah penyair macam apa yang berkata ini cinta bahagia.
Nyatanya kamu bukanlah Mimi dan aku bukanlah Mintuna.
Kita mengembara dengan arah yang berbeda; tidak bersama-sama.Ah, mungkin sesekali kita berjumpa.
Tapi kamu dengan gadismu, dan aku dengan kesendirianku.
Bodohnya aku hanyalah pohon mangga.
Bukan kuasaku menolak benalu dalam diriku.
Dan kamu adalah benalu yang nyata.
Entah pesona seperti apa, aku mau saja lakukan semuanya.Seakan menolongmu berarti sedikit demi sedikit mengambil hatimu.
Padahal menolong benalu sama halnya membunuh diriku; dengan tidak terburu-buru.
Tapi inilah aku, mana berdaya pohon mangga menolak kuasa.
Saat pemilikku saja berkehendak aku terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Puisi - Kala Senja Menyapa
PoetryPenaku telah usang Termakan detik-detik yang terkenang Lembar-lembar koyak tergerus zaman Adakah inginmu untuk pulang? Sela jemari ini kian usang Adakah hujan yang membawamu datang? Masihkah sisa cinta yang terbuang? Adakah cela untukku kembali bers...