Delapan Belas

4K 279 22
                                        

CHOI SIWON POV

Baru saja aku menyelesaikan check in, ponselku berbunyi dan itu panggilan dari Aboeji. Tampaknya aboeji sudah mulai sehat, dia sudah bisa menghubungiku.

"Yeoboseo" sapaku

"Kamu jadi pulang?"

"Ne, aku akan berangkat sebentar lagi" ujarku

"Apa kamu membawa putriku pulang?" tanya aboeji, aboeji dan eomma memang selalu memanggil Yoona dengan sebutan putriku. Mereka sangat menyayangi Yoona, itu alasan mengapa aboeji dan eomma tidak ingin berbicara padaku setelah Yoona meninggalkanku.

"Aniy, dia masih belum memaafkan aku"

"Jadi ngapain kamu pulang kalau tidak membawa putriku kembali. Kamu kira buat apa aku berbohong sakit, aku ingin kamu menggunakan alasan itu membawanya pulang bersama"

"Aiss, kenapa aboeji tidak bilang dari kemarin?"

"Aboeji tidak tau ternyata otakmu sedangkal itu. Aboeji tidak ingin melihat mukamu jika kamu bukan kembali bersama Yoona" ujar aboeji dan ia memutuskan panggilannya.

Aku memutuskan untuk menghubungi Seulong hyung, alasannya adalah aku tidak menemukan dompetku. Baru saja mencari nomornya, ponselku mati karena kehabisan baterai. Sial, semua bagasiku sudah masuk ke dalam pesawat, di tanganku hanya ada ponsel yang tidak memiliki baterai dan passport. Aku tidak menghapal alamat yang diberikan Seulong saat itu, kertas itu berada di dalam dompetku. Aku mencari orang untuk meminjam charger dan sialnya aku tidak mengerti bahasa mereka.

***

Setelah mencoba berbagai cara, akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki. Aku mencoba untuk mengingat jalan yang dilewati Seulong hyung tadi. Aku sama seperti orang yang keluar dari hutan, ponselku tidak bisa dimanfaatkan sama sekali. Mau menggunakan telepon umum, aku tidak menghapal nomor siapa pun kecuali nomor Yoona. Mau menggunakan taxi tidak tau alamat dan tidak memiliki uang.

Sudah hampir malam saat aku tiba di sebuah seven eleven, aku melihat ada telepon umum di dekat sana. Aku mencoba untuk meminjam recehan dari penjaga mini market tersebut untuk menelepon, aku memutuskan menelepon nomor Yoona. Beruntungnya nomornya aktif dan beberapa saat kemudian Seulong hyung yang mengangkatnya.

Beberapa saat menunggunya, akhirnya ia tiba di tempat yang aku sebutkan tadi. Aku pun meminjam uang darinya untuk membayar penjaga mini market tersebut.

"Aku mengira kamu uda mati" ujar Seulong hyung saat aku masuk ke mobilnya

"Kamu mendoakanku mati?"

"Aniy, hanya saja tadi saat aku kembali ke rumah setelah mengantarmu. Aku melihat Yoona menangis ternyata ia mendengar kabar kecelakaan pesawat dan parahnya lagi namamu terdaftar sebagai korban. Dia menangis sampai saat ini, aku tadi tidak sempat memberitahunya aku menjemputmu"

"Dia tidak ingin aku mati?"

"Aku juga tidak ingin, karena mati terlalu mudah untukmu"

"Aku tidak akan menyakiti Yoona lagi hyung"

"Semoga aku bisa memegang janjimu"

"Baiklah, kalau begitu tolong cepat bawa aku kembali untuk bertemu dengan istriku" Aku tersenyum pada kakak iparku itu.

***

Tiba di rumah, aku melihat Yoona duduk di taman. Ia tetap disana walaupun udara cukup dingin.

"Yoong" ia tampak mencari arah sumber suaraku, aku menatapnya dan ia tersenyum padaku "Kenapa disini? Udara sangat dingin" aku menghampirinya dan duduk di sampingnya

"Oppa" bolehkah aku bahagia, selama hampir dua bulan aku berada disini ia tidak pernah mau memanggilku apalagi memanggilku oppa. Aku mengenggam tangannya tapi ia menangis.

"Jangan menangis lagi, oppa tidak akan memaksamu lagi" ujarku, aku tidak akan memaksanya untuk kembali padaku lagi jika ia memang tidak ingin bersamaku. Tapi aku akan menunggunya sepanjang hidupku jika saja suatu hari nanti ia bersedia bersamaku lagi. "Hanya saja biarkan untuk terakhir kalinya oppa meminta maaf padamu" ujarku dan ia menggelengkan kepalanya, air matanya semakin deras menetes

"Kamu tidak mau memaafkan oppa? Gwenchana, biarlah oppa menjalani hukuman ini seumur hidup. Asalkan kamu hidup dengan baik dan kamu harus bahagia, semua itu sudah cukup" ujarku, dia masih saja menangis, aku memegang wajahnya dan menghapus air matanya "Maafkan oppa, saranghae" bisikku sebelum membawanya ke dalam pelukanku dan ia membalas pelukanku.

***

Ia tertidur dalam pelukanku, aku pun membawanya pulang ke rumah. Lalu aku juga tidur di sampingnya, aku kelelahan berjalan tadi. Mungkin hampir 5KM aku berjalan tadi siang. Paginya saat aku bangun, Yoona belum juga terbangun. Aku memutuskan menemani aboenim untuk jogging seperti biasanya.

Aboenim mengatakan bersyukur aku tidak berada dalam penerbangan semalam, seandainya aku menjadi korban, ia tidak tau harus bagaimana menghadapi Yoona lagi. Aku sedikit bahagia, setidaknya saat ini semua orang sudah memaafkanku hanya tinggal meminta maaf dari Yoona.

Selesai berjalan dengan aboeji, aku ingin menemui yoona untuk mengajaknya sarapan bareng. Sampai di depan kamar, aku melihat seulong hyung berada di depan.

"Apa yang terjadi hyung?" tanyaku dan Seulong hanya menggelengkan kepalanya

"Dia mendadak seperti ini sejak bangun tadi"

"Aku kira hyung menyiksanya selama aku keluar"

"Masuklah, lihat dia seperti anak kecil saat menangis" ujar Seulong hyung sambil mendorongku masuk

Yoona tidak berbicara di telepon lagi tapi ia masih menangis, wajahnya basah penuh air mata.

"Kamu kenapa Yoong?" tanyaku dan ia menatapku

"Pergilah oppa" ujarnya

"Yoong" aku tidak peduli Yoona mengusirku tapi aku meraih wanitaku dalam pelukanku "Katakan siapa yang melukaimu yoong?"

"Kamu" ia menuduhku, apa yang sudah aku lakukan lagi.

"Apa yang aku lakukan?" aku bertanya padanya daripada bertanya sendiri

"Pergilah, jangan berikan aku harapan palsu" ujar Yoona "Aku akan menerima kalau oppa sudah mati, tapi jangan memberiku harapan seolah kita masih bisa bersama. Pergilah dengan tenang, jangan menggangguku lagi"

Aku tertawa mendengar ucapannya. Jadi ia masih mengira aku menjadi korban kecelakaan itu. Dia menatapku saat mendengarku tertawa.

Ia memukulku, aku pun meraihnya dalam pelukanku. Ia masih saja memukulku.

"Saranghae choi yoona, aku tidak mungkin meninggalkanmu begitu saja" aku mencium bibirnya saat ia menatap wajahku.

"Oppa" ia memegang wajahku "Kamu masih hidup?"

Aku mengangguk dan kembali menciumnya, awalnya ia hanya diam saja. Tapi akhirnya ia mulai membalas ciumanku.

"Aku mencintaimu yoong. Aku tidak tau sejak kapan, hanya saja saat ini yang aku tau, aku sangat mencintaimu" ujarku




TBC

Once More ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang