Tiga Belas

3.7K 266 16
                                    

CHOI SIWON POV

"Maafkan aku, maafkan aku,," bisikku, aku berlutut di hadapannya. Memegang tangannya dan menyandarkan kepalaku di pangkuannya. Aku menangis, tidak sanggup menatap wajahnya. Ia begitu terluka karenaku. Dirinya yang sempurna menjadi seperti ini.

"Mengapa kamu menjadi seperti ini? bukankah seharusnya kamu sudah bahagia setelah terlepas dariku?" ujarku, aku tidak pernah menyangka ia lebih hancur dariku karena perpisahan dua tahun ini. banyak kata seandainya berputar di kepalaku tapi aku tau itu tidak ada gunanya lagi. air mataku mengalir di tangannya.

Ia menatapku, aku melihat kerinduan di matanya walaupun hanya sesaat. Sesaat setelah itu ia berubah histeris tapi ia tidak menyakitiku. Ia menyakiti dirinya sendiri. Menjambak rambutnya dan memukul dadanya. Ia menangis.

Aku memeluknya, dengan cepat meraih tangannya agar ia tidak semakin melukai dirinya. Aku lebih rela ia memukulku daripada melihat dirinya melukai dirinya sendiri.

"Aku mohon jangan begitu, jangan melukai dirimu. Aku yang bersalah, pukullah aku" aku mengambil tangannya untuk menamparku. "Pukul aku yoong, aku sudah membuatmu menderita" aku menangis dalam pelukannya, aku merasakan kemejaku basah. Apakah ia menangis? Aku terus memeluknya, aku merindukan pelukan ini walaupun ia tidak membalas pelukanku, aku tidak peduli.

***

Setelah ia tertidur, aku meninggalkannya di kamar seorang diri. Aku menghampiri Aboenim, aku tau dia begitu membenciku. Aku terima. Semua ini kesalahanku, dari awal sampai hari ini aku yang bersalah. Seandainya aku tidak menidurinya malam itu, tidak akan ada hari ini. aku siap seandainya aboenim memukulku, aku tidak akan melawan. Asalkan aku memiliki kesempatan untuk kembali bersama yoona. Aku akan melakukan apapun. Aku akan membayar semua dosaku dengan mencintainya sepanjang hidupku.

Aboenim bukan saja tidak memukulku tapi ia membuatkanku secangkir tea. Aku tidak pernah tau apa yang disukai mertuaku ini, sepanjang pernikahanku dengan putrinya, aku tidak pernah mengunjunginya. Aku tidak pernah menghormatinya padahal putrinya begitu menghormati kedua orang tuaku. Aku memang pria jahat.

"Ini adalah pertama kalinya ia bereaksi setelah dua tahun, setelah ia sadar dari komanya, ia hanya seperti mayat hidup" ujar aboenim, "Aku tidak tau mengapa putriku begitu mencintaimu, ia menguburkan semua cita-citanya hanya demi menjadi sekretarismu. Sejak bekerja di Hyundai, ia tidak pernah pulang. Ia hanya akan pulang jika itu hari peringatan kematian eommanya. Hanya sehari, karena ia mengatakan kamu tidak bisa melakukan apapun tanpa bantuannya"

Aku ingat selama 5 tahun ia bekerja sebagai sekretarisku, ia selalu berusaha melakukan yang terbaik. Ia tidak pernah mengajukan cuti. Karena aku membutuhkannya, aku tidak pernah bisa menyiapkan apapun tanpa bantuannya. Tapi malam itu mengubah segalanya, membuatku tidak lagi mengingat kebaikan Yoona, membuatku melukainya dengan begitu kejam.

"Aku pernah marah padanya, dia bekerja begitu keras untuk perusahaan. Bahkan ia tidak pernah mendapat perlakuan khusus dari atasannya. Apakah itu sepadan?" ujar aboenim, benar semua yang aboenim katakan, ia begitu memikirkanku tapi aku tidak sedetik pun memikirkannya. Aku akan memaksanya lembur bersamaku tanpa ada bayaran khusus ataupun sekedar bertanya apakah dia memiliki acara atau tidak. Selain kejam, aku juga egois.

"Saat ia kembali hari itu setelah 5 tahun. Kepulangannya kali itu adalah yang paling lama. Aku merasa ada yang aneh dengannya, aku menebak sesuatu pasti telah terjadi pada putriku. Tapi aku tidak bertanya, aku mengerti dirinya. Jika ia sudah memutuskan, ia tidak akan menceritakan alasannya. Sampai aku mendengar ia menangis di pelukan menantuku. Ia mengatakan ia hamil" mata aboenim berkaca-kaca, aku menyadari saat aku menolaknya itu adalah hal paling sulit untuknya. "Aku seharusnya berbahagia saat putriku pulang dan tinggal untuk jangka waktu yang lama. Tapi aku tidak bahagia, karena ia bersembunyi. Ia lari dari kenyataan yang begitu menyakitinya. Ia menanggung beban yang begitu besar"

"Aku berteriak marah padanya, aku memaksanya mengatakan siapa yang melakukannya. Tapi dia diam, dia tidak ingin mengatakan apapun. Orang tuamu datang, aku baru menyadari ternyata pelakunya adalah kamu. Aku mengetahui kamu pria yang baik dan dia mencintaimu, aku memaksanya menikah denganmu, setelah itu dua tahun yang lalu saat aku berkunjung ke tempat tinggal kalian, aku menyadari kesalahan terbesar yang sudah aku lakukan adalah memaksanya menikah denganmu"

"Mianhae, aku bersalah aboenim. Aku melukainya"

"Kenapa kamu begitu tega? Jika kamu tidak mencintainya, kamu cukup membawanya kembali padaku, aku tidak akan menyalahkanmu. Tapi kamu memilih membunuh anakmu untuk menyingkirkan putriku"

"Aku tidak melakukannya aboenim, itu semua salah paham. Aku mencintai Yoona, aku sadar mencintai dirinya setelah beberapa bulan menikahinya. Aku tidak mungkin membunuh anakku. Aku bahkan sudah merancang masa depan bersama mereka, tapi bayi itu pergi begitu saja. Aku memang penyebabnya tapi bukan aku yang memberikan Yoona obat itu" aku tidak ingin aboenim salah paham padaku. Aku memang penyebab semua ini, jika saja aku cepat menyingkirkan Tifanny dari hidupku, ia tidak punya kesempatan untuk melukai Yoona. Tapi aku sudah membalas semua yang ia lakukan. Aku meminta Kyuhyun untuk mengasingkan wanita itu ke pulau terpencil.

"Aku seharusnya memukulmu saat kamu datang tadi. Aku begitu marah padamu. Hanya saja jika aku memukulmu itu sama seperti aku memukul putriku karena ia begitu mencintaimu. Ia akan terluka jika kamu terluka. kami sangat menyayanginya. Istriku meninggalkannya untuk menemaniku. Jika kamu tidak bisa membahagiakannya maka aku berharap kamu lepaskan dia"

"Aku tidak akan mengecewakanmu lagi aboenim. Aku akan membuat Yoona kembali seperti dulu, aku bersedia jika ia membenciku. Aku akan membahagiakannya" ujarku dan aboenim bangkit dari tempat duduknya. Ia menepuk pundakku dan mengangguk.

"Aku berharap kamu tidak menipuku kali ini"

***

Aboenim mengijinkanku untuk tidur di kamar Yoona. Aku masuk dan ia masih betah berbaring. Aku mendekatinya dan duduk di sampingnya, ia tidak mau bicara denganku. Aku tau dia membenciku,

"Yoong, jangan seperti ini. jika kamu membenciku, kamu harus bangkit dan sehat dulu supaya mempunyai tenaga untuk membalasku" ujarku, aku membelai rambutnya, ia enggan menatapku. Aku begitu sakit melihatnya begitu, "Aku akan melakukan apa pun untukmu, aku mohon jangan siksa dirimu"

Aku merosot ke lantai dan menangis disana. Ia bahkan tidak peduli aku menangis, sama seperti dulu aku tidak pernah peduli padanya. Kenapa rasanya sakit sekali, apakah ini juga yang ia rasakan saat aku melukainya dulu. Choi Siwon kamu memang pantas mendapatkannya.

"Saranghae, saranghae Im Yoona" bisikku, aku tak peduli ia mendengarkannya atau tidak. Tapi itu adalah perasaanku, aku terima jika setelahnya ia tidak lagi mencintaiku, aku akan tetap mencintainya.








TBC

Once More ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang