Part 1
"Apa benar tidak apa-apa, Jim?" tanya mu khawatir. Kamu bertanya seperti itu bukan karena kamu tidak mau Jimin berada di apartementmu dan membantumu, tapi seingatmu hari ini Jimin ada jadwal latihan untuk konsernya beberapa hari lagi.
"Ahh~ gwaenchanayo. Masih ada waktu 2 jam lagi, Y/n-ah" tangannya mengusap kepala mu lembut.
"Kalau begitu, bisa tolong bawa kardus ini ke dapur?" pintamu pada Jimin, menunjuk kardus yang ukurannya lumayan besar.
"Yang ini? baiklah" dengan mudah Jimin mengangkat kardus itu. Jika tidak ada Jimin, mungkin kamu akan mendorong atau menyeret kardus itu sampai ke dapur.
"Jimin-ah, tolong rapikan barang-barang yang ada di ruang tengah. Aku akan merapikan kamar terlebih dahulu"
"Okee chagi" kamu pun meninggalkan Jimin pergi ke kamar.
Untuk beberapa lama suasana hening, tidak ada satu kata pun yang terlontar dari bibir kalian. Kalian fokus dengan pekerjaan masing-masing. Yang terdengar hanya suara kardus dan benda-benda yang dipindahkan.
"Y/n-ah~ eodie ga?" seru Jimin.
"Di kamar tamu, Jim" balasmu.
Kamu berusaha menggapai kait tirai jendela, namun tidak berhasil juga. Tidak ada kursi yang bisa kamu gunakan.
"Hei" tiba-tiba tangan sudah melingkar di perutmu. Kamu menoleh dan mendapati Jimin sedang memelukmu dengan manja.
"Berat Jim" keluhmu padanya.
"Sudah selesai?"
"Belum, aku ingin memasang tirai ini tapi aku tidak bisa menggapai kaitnya"
"Ooh, baiklah aku bantu" Jimin memegang pinggangmu dengan kedua tangannya dan mengangkatmu. Kamu pun berhasil mengaitkan semua tirai jendela berkat bantuan Jimin.
"Sekarang apa lagi?" tanya Jimin.
"Yang terakhir tempat tidur. Bisa ambilkan selimut dan bantalnya di kamar sebelah, Jim?"
"Ne, Nyonya Park" kekehnya yang kamu balas dengan sikutan pelan di perutnya.
Jimin datang dengan tumpukan bantal dan selimut yang hampir menutupi wajahnya.
"Y/n-ah~ aku haus"
"Di dapur ada air, Jim. Ambilah" ucapmu tanpa menoleh ke arah Jimin.
"Aniya, aku tidak mau air" Jimin terus mendekati mu dan tangannya menarik-narik mu.
"Baiklah, anda mau minum apa, Tuan Park?"
"Aku mauu.. cokelat panas"
"Nee" kamu pergi ke dapur dengan Jimin yang mengekor dibelakangmu.
"Ini dia" ucapmu sambil menyodorkan cokelat panas yang baru saja kamu buat dan soft cake vanilla.
"Wow, sepertinya enak"
Kamu memandangi Jimin yang sedang menikmati cokelat panas dan soft cakenya. 'Apa benar umur Jimin sudah 23 tahun? Di mataku dia seperti anak kecil berumur 5 tahun' ucapmu dalam hati.
Sekarang Jimin menatapmu yang sedang melamun.
Banyak hal yang terlintas di pikiranmu. Kamu merebahkan kepala di atas meja.
Kembali mengangkat kepala mu dan menyanggahnya dengan tangan. Tanpa kamu sadari Jimin mengikuti apa yang kamu lakukan sekarang.
Kamu menatap Jimin, dagu mu berada di punggung tanganmu dan Jimin mengikuti gerakkanmu.
Merubah posisi lagi, melipat kedua tanganmu di atas meja, menyandarkan kepalamu di atas tanganmu dan Jimin mengcopy gerakkanmu lagi.
Kalian saling menatap. Jimin menatapmu lekat dan tersenyum penuh arti yang berhasil membuat wajahmu terasa panas saat ini.
"Jim, hentikan"
"Berhenti apa?"
"Berhenti untuk mengikuti gerakanku"
"Wae? Aku suka melakukannya"
"Dan juga kenapa kau memandangku seperti itu? Apa ada yang aneh di wajahku?"
"Tidak, hanya saja aku sedang menikmati masa depanku kelak"
"Cheessy" ucapmu datar sambil mengambil cangkir dan piring dari Jimin dan menggantinya dengan segelas air yang langsung di minum habis oleh Jimin.
Setelah selesai dengan urusan dapur, kamu segera pergi ke ruang tengah.
Jimin melihatmu dan langsung menepuk-nepuk sofa, bermaksud menyuruhmu duduk disebelahnya. Kamu pun menghampiri Jimin.
"Masih marah sama oppa?" Jimin memeluk lenganmu.
"Tidak" ucapmu singkat.
Jimin memunculkan wajahnya di hadapanmu dan tentu saja ini sangat dekat. "Benarkah? Mianhe" ucap Jimin.
"Sudahlah Jim, aku sudah tidak marah lagi" memperlihatkan senyumanmu agar Jimin tidak menyelidiki mu lagi.
Kamu pun melirik jam dinding yang ada di belakang Jimin. "Omo! Jimin-ah, ini sudah jam 5. Kau harus pergi latihan"
"Shiro! Aku ingin di sini sebentar lagi" di pun merebahkan diri dan meletakkan kepalanya di paha mu.
"Ayolah Jimin, cepat bangun. Nanti kau terlambat" kamu pun berusaha membangunkan Jimin dengan mendorong badannya agar duduk kembali.
"Kalau kau tidak bangun juga, aku akan menghubungi Yoongi oppa" ancammu pada Jimin.
Seketika Jimin bangun dan menatapmu. "Kenapa kau mau menghubungi Suga hyung? Kau ingin kekasihmu ini kehilangan nyawa apa?" ucapnya dengan aksen Busan.
"Tidak Jiminie, aku hanya bercanda~" kamu menangkupkan kedua tanganmu di pipi Jimin.
Tiba-tiba terdengar suara nada dering ponselmu. Segera kamu mengambilnya dan saat melihat nama yang tertera di ponselmu, kamu dan Jimin saling memandang.
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS Imagine
AcakSejak tahu ada seseorang seperti kalian, aku menyadari hidupku bisa lebih berwarna dari yang kupikirkan selama ini.. Army's 7 miracle Enjoy it and have fun! 💜