Dan lagi setelah beberapa senja yang membosankan berlalu, masih saja aku terduduk dan melihat senja. Senja membosankan, tua dan buruk rupa. Ia tak tahu malu. Setiap penghunjung hari ia menampakkan diri. Menelan surya dan tertawa di balik purnama.
Senja membosankan. Karena di baliknya, aku malah melihat diriku sendiri yang hanya duduk sepanjang hari, Melihat orang berjalan kesana kemari, menunduk dan mengais rejeki. Sedangkan aku masih melihat jam, menunggu beberapa menit lagi untuk bertemu senja yang membosankan itu. Senja yang kadang angslup di balik punggungmu.
Sudah berapa senja yang terlewat oleh orang-orang yang baru saja pulang dari kantor? Sedang aku sudah muak menjadi saksi dari senja yang tiap hari wara wiri di kenang kenang. Tak tahu malu.
Dari itulah, aku mungkin harusnya sudah dibayar dan masuk stasiun televisi sebagai pengamat senja yang profesional. Sebagai pakar tentang senja yang renta. Senja yang dilupakan dan harusnya memang berlalu begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
PoetryBeberapa bunyi rindu tik tik tik tik yang beberapa pernah nyasar di Instagram.