06

1K 96 2
                                    

Sepulangnya dari sekolah, Yola tak langsung beristirahat. Ia masih harus membereskan rumahnya yang sudah mirip kapal titanic, karena belum sempat ia bereskan tadi pagi. Namanya juga anak kost, jadi semuanya harus dikerjakan sendiri. Yola berasal dari salah satu kampung yang ada di daerah Jawa Barat dan karena ia sangat mementingkan pendidikan, ia beranikan diri untuk merantau ke ibukota. Sendiri. Karena ia tak memiliki sanak saudara disini. Hanya berbekal izin dari orang tua, kemauan dan keberanian ia yakin akan mendapatkan kesuksesan disini.

"Selesai.." Yola menghela nafas lega setelah melihat rumahnya -a.k.a kost an- sudah kembali rapi.

**

Setelah menjalani berbagai kegiatan aneh saat masa orientasi selama tiga hari, akhirnya hari ini Yola dan anak baru lainnya telah resmi menjadi Murid di SMA Garuda Nusantara. Yola masuk di kelas X.C satu kelas dengan Fika. Entahlah, Yola juga bingung mengapa ia selalu bersama dengan Fika. Mungkin mereka sudah ditakdirkan untuk menjadi sahabat.

Dua minggu berada di kelas baru, membuat semua anak di kelas tersebut sudah mulai saling mengenal satu sama lain. Seperti sekarang, karena belum ada guru yang masuk suasana kelas menjadi riuh dan sangat gaduh.

"WOY DIEM WOY. ADA BU OTIN LAGI JALAN KESINI!" Teriak salah satu siswa sambil sedikit berlari dari arah luar dan langsung duduk di kursinya. Mendadak suasana kelas menjadi hening. Tak ada suara sedikitpun. Semua anak di kelas itu yang tadinya sedang ngerumpi ria langsung duduk di kursinya masing-masing.


Tiba-tiba..

"HAHAHAHA" Tawa dari siswa yang tadi berteriak ini pecah.

"Padahal bu Otin gak ada. Hahahaha" sambungnya lagi

"Huuu.."

"Egy sialan!"

"Woy Egy pe'a! Ane kaget"

"Goblok kau"

"Egy nyebelin ihh"
"Astagfirullah akhi, saya kaget"

"EGY... Jantung gue hampir copot gara-gara kaget"

"Egy kamvret lo!" Bully teman sekelas nya pada siswa yang tadi berteriak, Egy Maulana Vikri. Dia anak rantau sama seperti Yola. Namun Egy berasal dari Medan. Ada pula yang melempari Egy dengan kertas dan botol atau gelas air mineral.

BRAKK .

Suara gebrakan pintu di kelas X.c membuat seisi kelas mendadak hening. Terlebih saat melihat orang yang tadi menggebrak pintu, semua mata tertuju pada lelaki berkumis tipis dengan tatapannya yang tajam.

"Berisik! kalian itu lagi disekolah, bukan dipasar. Sampah juga berserakan dimana-mana" Tegur pemuda itu sembari mengedarkan pandangan menelusuri isi kelas. Teguran dari sang ketua osis yang tak lain adalah Iqbal, membuat semua siswa dikelas itu tertunduk.

"Maaf kak" Sahut semua siswa dengan suara yang pelan. Bahkan terdengar seperti lirihan.

"Beresin sampah-sampahnya! Terus panggil guru mata pelajarannya sekarang" Ucap Iqbal. Kemudian ia berlalu dari kelas X.c tanpa menunggu jawaban dari mahluk di dalamnya.

"Kak, tunggu" panggil seorang gadis cantik sembari mengejar Iqbal, hingga menghentikan langkah pemuda itu

"Ada apa?" Tanya Iqbal menoleh pada gadis tadi.

"Emm.. Kebetulan guru mata pelajaran sekarang gak ada, kak. Gimana dong?" Sahut gadis tadi, Yola

"Kamu tanya ke guru piket. Siapa tau ada tugas" ucap Iqbal.

"Oh, oke kak." Sahut Yola. Tanpa pamit, Iqbal kembali melangkah meninggalkan Yola

"Ehh kak tunggu" Ucap Yola yang kembali menghentikan langkah Iqbal.

"Ada apa lagi?" Tanya Iqbal dengan kesalnya.

"Yola cuma mau bilang makasih" Ucap Yola. Iqbal hanya mengerjap malas

"Hanya itu saja?" Tanya Iqbal dengan malas. Yola menggangguk mengiyakan. Iqbal berdecak sebal, kemudian meninggalkan Yola. Dan membuat gadis itu kembali menggerutu atas sikap yang dilakukan kakak kelasnya itu.

-- -- --

"Budayakan 5S dong kakak ketua osis yang terhormat" Sindir Stefani yang sedari tadi memperhatikan sikap Iqbal terhadap Yola di depan pintu kelasnya. XII A.

Iqbal memutar bola matanya malas, "bisa gak sih lo jangan ngehalangin jalan gue dan gak usah komentar tentang apa yang udah gue lakuin?"

"Dan bisakah kakak Iqbal ini menjadi sedikit lebih ramah? Kelakuan lo tadi hanya akan membuat adek kelas takut dan mungkin mereka akan benci sama lo. Bahkan lebih parahnya, mungkin mereka akan pindah sekolah karena ngerasa gak nyaman. Harusnya ketua osis itu yang jadi panutan" jelas Stefani.

"Tuhan, Seandainya gue bisa lepas jabatan ini sekarang juga" Iqbal mengacak rambutnya frustasi.
"Lagian nih yaa terserah mereka dong, kalau mereka mau pindah sekolah. Kenapa harus nyalahin gue" sambungnya. Stefani memicingkan sebelah alisnya

"Cowok aneh!" gumam Stefani yang ternyata masih bisa di dengar oleh Iqbal.

"Lo lebih aneh! Bisanya cuma ngomentarin hidup gue, ngatur-ngatur hidup gue" balas Iqbal

"Hey! apa lo gak sadar? Gue ngelakuin itu karena buat kebaikan lo, karena disini lo tuh punya tanggung jawab sebagai ketua osis!" tegas Stefani

"Ck.. Sampe monyet punya anak gajah, gak akan kelar-kelar kalau gue debat sama lo yang cuma ngomongin masalah jabatan doang. Nyesel Gue punya wakil kaya lo" Ucap Iqbal sebal seraya memasuki kelasnya. Stefani yang masih berdiri diambang pintu menatapnya dengan tajam.

"Gue lebih males punya ketua kaya Lu!" ucap Stefani sedikit berteriak.

"Heh! Berisik! Bisa diem gak sih?" Protes Rafli yang sedari tadi terdiam mendengarkan ocehan Iqbal dan Stefani, kini angkat bicara karena merasa terganggu.

"Dia yang mulai!" ucap Iqbal menunjuk Stefani

"Lo yang salah" Sahut Stefani tak mau kalah.

"Dasar maunya menang sendiri"

"Emang lo yang mulai ya"

"Eh, gue tadi lagi diem. Lo nya aja yang langsung komentar"

"Lo yang salah Iqbal!"

"Lo yang ngajak gue ribut, Stefani!" lagi, mereka saling tunjuk. Saling menyalahkan.

Seakan sudah benar-benar muak dengan kelakuan dua temannya, Rafli kemudian menggebrak meja dengan keras hingga menimbulkan bunyi sangat nyaring, membuat perdebatan antara Iqbal dan Stefani terhenti.

"Kalo gini terus mending gue bilangin ke pak David" Sahut Rafli hendak melangkah pergi namun langkahnya ditahan oleh dua mahluk yang tadi sedang bertengkar itu.

"Rafly, Jangan!" ucap keduanya dengan nada memohon.

"YAUDAH, KALIAN GAK USAH RIBUT LAGI! TELINGA GUE HAMPIR PECAH GEGARA DENGAR OMONGAN KALIAN BERDUA!" teriak Rafli yang sudah sangat emosi.

"Woy! kenapa lo yang jadi berisik?" tegyr salah satu siswi di kelas itu

"Eh iya lupa" ucap Rafly sambil cengengesan kemudian ia kembali duduk di kursinya.

"Huhh..." sorak semua murid di kelas itu

"DIEM!" Ucap Iqbal kembali ke sifat dinginnya hingga membuat semua murid di kelas itu terdiam, tak berani menanggapi ucapannya. Termasuk Rafli.

"Kumat lagi dah tuh anak sifat es nya" batin Stefani.





















*****

Hallo😍 gimana nih sama Part sekarang? Jangan lupa vote Dan coment setelah membaca yak😄💋
Kalau MAU ngasihh saran, kritik juga boleh☺️ asal jangan pedes-pedes, sumber air jauuhh😂

RelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang