Setelah ia sadar dari pingsannya, Stefani sama sekali tak bisa berpikir tenang. Hatinya terus dilanda rasa penasaran tentang penyakit apa yang sebenarnya ia derita sampai-sampai dia sering merasakan sakit kepala yang sangat hebat.
Pernah ia bertanya pada dokter sekaligus tantenya perihal penyakit yang ia derita, tapi Neta hanya bilang bahwa dia hanya kecapean. Hal serupa pun diungkapkan oleh orangtua nya sendiri saat Stefani mencoba bertanya tentang hal yang sama kepada ayah dan ibunya.
Kecapean? Masa sampai kritis seperti tadi? Begitu pikir Stefani.
Malam harinya, saat akan mengambil segelas air di atas nakas, tak sengaja ia melihat sebuah benda berwarna coklat dari dalam laci nakas tersebut.
Setelah Stefani meneguk airnya, kemudian ia membuka laci tersebut untuk mengetahui benda apa yang sebenarnya ia lihat.
Amplop coklat bertuliskan 'Rumah Sakit Sumber Waras-Diagnosis Penyakit' itu langsung menarik perhatiannya. Segera ia membuka dan langsung membaca.
Kata per kata, kalimat per kalimat, ia baca dengan teliti. Sampai akhirnya ia menemukan satu kalimat yang langsung menohok hatinya dan membuat air matanya mengalir deras di wajah pucat itu. Sebuah kalimat bertuliskan, 'Pasien atas nama Stefani Lestari positif menderita penyakit KANKER OTAK STADIUM AKHIR' benar-benar membuatnya ingin menangis sekencang-kencangnya.
"Kenapa mereka menyembunyikan semua ini" Lirih Stefani disela tangisnya.
---
Dilihat dari raut wajah dan caranya berjalan, pemuda ini benar-benar seperti tak memiliki semangat untuk belajar. Hanya satu hal yang membuat dirinya seperti itu, ya karena melihat sahabat dekatnya sakit karena dirinya sendiri. Iqbal terus menyalahkan dirinya atas kejadian bodoh tempo hari yang pernah ia lakukan pada Stefani.
"Kak Iqbal!" Teriak seorang gadis dan langsung menghentikan langkah Iqbal.
Tak ada sambutan dari Iqbal. Ia hanya menoleh dan berdiam menatap gadis yang tadi memanggilnya sudah berada dihadapannya saat ini.
"Kak Stefani kenapa sih, Kak?" Tanya gadis tadi, Yola.
"Dia sakit. Tapi saya gak tau dia sakit apa" sahut Iqbal seperlunya. Sehingga membuat Yola mengerutkan keningnya.
"Loh? Emang kenapa, kak?" Tanya Yola.
"Kamu tidak perlu tahu. Ini menjadi urusan saya dan Stefani saja" Ucap Iqbal. Sebelum Yola bertanya lebih detail, buru-buru ia pamit dengan alasan akan ada rapat osis. Dan memang benar adanya.
°°°
Rapat osis sudah dimulai sejak sepuluh menit lalu. Namun Iqbal yang menjabat sebagai pemimpin rapat--karena ia ketuanya-- malah hanya duduk di depan sembari terlihat murung. Hingga rapat itu harus dihandle oleh Rafli, yang menjabat sebagai sekbid humas.
"Gimana Bal, udah ada berapa siswa yang cocok buat jadi kandidat calon ketua osis?" Tanya salah satu anggota osis di akhir rapat. Dia adalah Aqil.
"Entah!" Sahut Iqbal. Setelah beberapa saat tadi terdiam, Iqbal kemudian menjawab sesingkat itu.
"Iqbal serius dong!" Kesal salah satu anggota osis lainnya
"Gue serius! Gue belum tau siapa aja yang jadi kandidat buat calon ketua osis!" Tegas Iqbal yang pikirannya sedang kalut saat ini.
"Lu kerjanya apa sih? Masa masalah kayak gini lo gak tau?"
"Kita udah cukup sabar Bal buat ngadepin sikap lo. Sekarang kita minta ketegasan dan tanggung jawab Lo, tentang siapa aja yang bakal jadi kandidat calon ketua baru!"
"Bener tuh. Gue pribadi gak mau sekolah kita bobrok gara-gara kepengurusan osis nya berantakan!"
Anggota osis yang lainnya mulai mengeluarkan keresahan mereka selama ini."Biasa aja sih jangan nyolot kaya gitu!" Ucap Iqbal dengan nada sedikit meninggi. Semuanya terdiam.
"Sebenernya semua data tentang kandidat calon ketua osis yang baru udah dibuat sama Stefani. Dan kalian tau keadaan Stefani sekarang? Dia lagi dirawat di rumah sakit! Please lah, kalian sabar sedikit. Gue pasti bakal tanggung jawab kok sama kepemimpinan gue di masa akhir ini" Jelas Iqbal.
Hening.
Merasa situasi rapat sudah mulai tidak terkendali, Rafli segera mengambil tindakan untuk segera mengakhiri rapat ini.
"Rapat hari ini kita selesaikan sampai disini dulu. Secepatnya kita akan adakan rapat lagi dengan Stefani setelah kondisinya membaik, untuk membahas masalah kandidat ketua osis baru" Ucap Rafli. Semua anggota mengangguk dan segera berhamburan keluar dari ruangan tersebut. Kecuali Rafli yang berniat untuk menenangkan Iqbal.
"Gimana keadaan Stefani sekarang, Bal?" Rafli mulai membuka percakapan. Iqbal menoleh pada pemuda disampingnya itu namun tak menjawabnya.
"Oke Bal, gue ngerti pasti lo khawatir banget sama keadaan Stefani saat ini. Tapi gue mohon, lo jangan luapin amarah lo ke anggota osis lain. Karena itu cuma bisa memperkeruh keadaan aja" Ucap Rafli. Ia harap ucapannya tak menyakiti perasaan temannya.
Iqbal mengusap kasar wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Mereka gak tau apa-apa tentang masalah lo sama Stefani. Jadi jangan jadiin mereka pelampiasan lo. Pulang sekolah kita jenguk Stefani bareng" Sambungnya. Namun masih tak mendapat respond dari Iqbal. Pemuda berkumis tipis itu hanya menatap kosong kearah depan.
"Gimana? Lo setuju enggak?" Rafli bertanya sembari menyenggol lengan Iqbal. Dan Iqbal hanya mengangguk sebagai tanda setuju.
***
Maaf y ngaretnya lama😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Relakan
Fanfiction[COMPLETED] Seuntai kisah yang terjadi di masa putih abu. Bukan hanya tentang asmara, juga disuguhkan berbagai macam konflik, indahnya persahabatan, kegembiraan, suka, duka dan bahkan sampai menguras air mata. "Andai gue punya keberanian lebih aw...