22

820 70 18
                                    

"Stefani?"  Ucap Iqbal dengan nada suara bergetar


"Om, tante, kenapa alat bantu nafas Stefani dilepas? Apa dia sudah sembuh?" tanya Iqbal dengan khawatirnya. Kedua orang tua  Stefani tak menjawab. Malah, ibu Stefani menangis semakin keras

"Om, tante.. Ada apa ini?? Please om, tante, jelasin ke Iqbal... Stefani  sembuh kaaann?" tanya Iqbal kembali sambil memegang tangan orangtua Stefani secara bergantian

Ayah Stefani menggeleng lemah sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Iqbal, "Stefani... Dia..."

Ayah menghela nafas sebelum akhirnya kembali melanjutkan ucapannya, "Dia telah pergi..."

"Pergi? Dia masih ada disini om. Apa maksud om? Om pasti becanda kan? Stefani sembuh kan om?" tanya Iqbal dengan suara nya yang bergetar karena menahan tangis. Ia tak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh ayahnya Stefani.

"Stefani.. Dia sudah pergi dari dunia ini, Bal. Stefani sudah mendahului kita untuk bertemu Allah" jelas ayah Stefani dengan air mata yang kembali membasahi pipinya.

"Gak om. Ini gak mungkin! Gak mungkin! GAK MUNGKIN!" air mata yang sedari tadi Iqbal tahan mulai meluncur bebas melalui kedua matanya.

Iqbal langsung berlari kearah ranjang Stefani yang saat ini  tak menampakkan tubuhnya lagi karena sudah ditutupi oleh selimut putih.

Dengan tangan bergetar, perlahan Iqbal mulai membuka selimut yang menutupi tubuh sahabatnya itu.

"Stef, Lo kenapa sih diem aja pas perawat nutupi tubuh lo? Lo harusnya marah! Atau lo mau gue yang marahin para perawat nya? Tapi gue gak mau, gue mau nya kita marahin mereka sama-sama aja biar perawat itu nyesel karena udah nutupi tubuh lo ini. Tapi, lo harus bangun Stef! LO HARUS BANGUN!! KENAPA LO DIEM AJA? PLEASE STEFANI, BANGUN!" cerocos Iqbal sambil menggungcang lengan Stefani. Air matanya nya pun tak henti-hentinya mengalir.

"GUE JANJI, KALO LO BANGUN GUE AKAN BERUBAH. GUE AKAN JADI KETUA OSIS YANG RAMAH SAMA SEMUA SISWA, GUE AKAN MERUBAH SIFAT GUE, GUE AKAN BERUBAH SESUAI APA YANG PERNAH LO BILANG,STEF! KITA BAKAL HABISKAN SISA JABATAN KITA BARENG, STEF. KITA BAKAL SUKSES BARENG. TAPI PLEASE, LO BANGUN STEF! BANGUN" Racau Iqbal kembali sambil sesekali mengusap wajah pucat Stefani.

Rafli yang melihat sahabatnya sedang dilanda rasa sedih yang luar biasa-seperti yang ia rasakan- langsung menghampiri nya. Disusul dengan Yola dan Fika dengan air mata yang mengalir di pipi mereka masing-masing.

"Bal! Gue tau lo sedih, gue juga sama. Gue sama sedihnya kayak lo! Lo harus ikhlas! Kita harus ikhlasin kepergian Stefani. Biar dia tenang!  Lo harus sabar, Bal! Lo harus kuat!"ucap Rafly menguatkan sembari menepuk nepuk pundak Iqbal

"Kak, kakak yang kuat. Tuhan lebih sayang sama kak Stefani" ujar Yola yg ikut menenangkan Iqbal

"Ini udah jadi takdir kak Stefani, kak" timpal Yola.

Sedetik kemudian, tubuh Iqbal langsung terduduk lemas dan tangisnya berubah menjadi tersedu-sedu.

"Ini salah gue, Raf. Ini salah gue! Stefani sakit gara-gara gue. INI SALAH GUE, RAF! GUE EMANG ORANG GAK BERGUNA YANG BISANYA NYUSAHIN ORANG LAIN!" Racau Iqbal kembali, kali ini ia mulai memukuli wajahnya sendiri karena merasa bersalah.

"Bal! Udah Bal!!! Lu bersikap kaya gini juga gak bakal buat Stefani kembali lagi! Ikhlasin dia! ” Bentak Rafly.

Dengan tangis yang masih membasahi pipi, ibu Stefani menghampiri Iqbal dan menyamakan posisinya dengan sahabat Stefani ini. Tangannya yang lembut mengusap wajah tampan Iqbal yang sekarang sudah ditambah sembab dimata sipitnya.

RelakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang