"Mengganti nama tidak lantas mengubah diri seseorang juga."
*******
"Ya, Saya sudah sampai. Tolong bereskan sisanya."
"Tenang saja Miss, semua hal sudah diatur sesuai permintaan Anda."
Riana berdehem pelan kemudian memutuskan sambungan telefon tanpa menunggu tanggapan dari seberang sana.
Riana, atau memiliki nama lengkap Iriana Allisia Jonson adalah seorang perempuan keturunan Indonesia-Inggris yang memiliki paras cantik yang banyak digilai kaum adam. Terlebih lagi dengan manik mata berwarna birunya yang seringkali menjerat seseorang untuk mengenalnya lebih dalam. Cantik, cerdas, dan tangguh. Mungkin ketiga kata itu adalah gambaran yang pas untuk seorang Riana.
Menyandarkan punggungnya, Riana menurunkan kaca jendela mobil memandang gedung dan kendaraan yang berlalu lalang. Ia menghirup nafas panjang dan menghembuskannya melalui mulut secara perlahan untuk meredakan rasa sesak didadanya.
Disinilah ia berada, negara dimana ibunya dilahirkan dan dibesarkan. Sebuah negara yang juga menjadi saksi perjalanan kisah cinta kedua orangtuanya, Indonesia. Riana harap, keputusannya untuk datang ke negara ini sudah tepat.
Dari gedung-gedung pencakar langit, kini berganti menjadi suasana tentram kompleks perumahan elit dengan pohon-pohon disetiap sisinya jalan.
Mobil hitam itu memasuki sebuah rumah besar dengan taman yang terawat disetiap sisinya, tepat didepan rumah itu terdapat sebuah air mancur hingga membuat jalan berbentuk lingkaran.
"Kita sudah sampai Nona."
Riana mengangguk pelan pada Sang supir sebelum keluar dari dalam mobil sembari membenarkan letak tasnya. Ia memandang bangunan bertingkat dua itu dengan raut wajah mengenang. Ahh, I'am back....
Riana melangkahkan kakinya menaiki undakan tangga, ia menganggukkan kepalanya sekilas pada dua pengawal yang berdiri dikedua sisi pintu dengan punggung sedikit membungkuk menyapanya.
Membuka pintu rumah, kaki Riana berjalan masuk dengan mata yang berkeliaran memeriksa setiap sisi rumah yang terlihat masih sama dengan yang dulu. Tak ada yang berubah.
"Selamat datang kembali Nona."
Riana menoleh menatap seorang wanita paruhbaya berumur 40 tahunan yang mengenakan seragam pelayan. Riana tersenyum tipis sesaat setelah mengenali wanita itu "Lama tidak bertemu Bi Tia." Sapanya kemudian melirik enam pelayan perempuan yang berbaris rapih di belakang Bi Tia.
"Sudah Sembilan tahun sejak kedatangan anda terakhir kali, dan anda sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik." Bi Tia tersenyum haru melihat Perempuan cantik yang dulu seringkali menempel padanya.
Hanya seulas senyum tipis yang Riana tunjukkan untuk membalas perkataan wanita paruh baya itu. "Apakah kamar saya sudah siap?" Tanyanya.
"Tentu, kamar Nona selalu siap untuk anda tempati." Bi Tia tersenyum, kemudian melirik salah satu pelayan di belakangnya. Memberi intruksi untuk membawa koper besar Riana yang masoh berada ditangan Supir mobil.
"Kalau begitu, Saya akan istirahat." Riana mengangguk sekilas, kemudian lembali melangkahkan kakinya ke atas lantai dua dimana kamarmya berada di ikuti seorang pelayan di belakangnya.
******
Sehabis makan malam, yang dilakukan Riana hanya berbaring di atas tempat tidur sembari menatap langit-langit kamarnya. Ia kembali teringat akan alasan mengapa Riana kembali ke negara ini dan hidup seorang diri. Itu semua karena ia ingin menenangkan diri dari segala macam masalah dihidupnya, bukannya ingin lari dari masalah. Riana hanya sedang menenangkan diri secara fisik dan mental, sehingga saat kembali nanti ia bisa berdiri lagi dengan angkuh dihadapan orang-orang yang menyakitinya sebagai seorang Iriana Allisia Jonson, pewaris tunggal perusahan ternama Jonson Company.
Menjadi seorang yatim piatu sejak umur 9 tahun, Riana telah tumbuh menjadi sosok perempuan mandiri dan tangguh. Ia terbiasa menuntut dirinya sendiri untuk terlihat sempurna dihadapan orang-orang, terutama akan status keluarga yang melekat di dirinya. Pewaris tunggal perusahaan ternama, tentu saja akan selalu menjadi pusat perhatian.
Kini, setelah kepergian orangtuanya Riana tinggal bersama Grandpa dan Grandma di London. Merekalah yang merawat dan mendidiknya hingga ia bisa mengurus dirinya sendiri dan mengambil alih perusahaan yang saat ini masih dipegang oleh Grandpanya dikarenakan dirinya yang masih belum siap untuk memegang tanggung jawab sebesar Jonson Company.
Suara dering ponsel berhasil membuyarkan lamunan Riana, sesaat ia menutup wajahnya menggunakan kedua tangan sembari mengerang kesal. Bangkit dari tidurnya, Rania berjalan ke arah sofa dan dudul disana. Tangannya terulur mengambil ponsel yang berada ditas meja kecil tempat cemilan kesukaannya.
Riana tersenyum melihat nama yang tertera dilayar ponselnya, tanpa ragu Riana menggeser layar ponselnya dan menempatkan benda persegi itu ditelinganya seraya berucap "Merindukan ku?"
"Dasat anak nakal! Pergi tanpa pamit dari rumah! Lihat sekarang, gara-gara kamu Grandpa jadi sasaran kemarahan Grandma mu!"
Riana terkekeh memdengar bentakan diseberang sana yang ditahunya sebagai bentuk ke khawatiran dari pria tua itu. "Jangan marah-marah, ingat umur Grandpa. Nanti Grandpa bisa pergi lebih cepat."
"Kamu menyumpahi Grandpa? Dasar anak nakal! Cepat katakan dimana kamu sekarang?"
Menghembuskan nafas panjang, raut wajah Riana seketika berubah serius. "Kakek pasti sudah tahukan apa yang terjadi? Sekarang Riana hanya butuh waktu untuk menenangkan diri, jadi Riana harap Kakek dapat mengerti dan tidak mencari Riana untuk kali ini saja."
Hening sejenak, tak ada tanggapan dari seberang sana. Riana tahu Grandpanya hanya khawatir pada keadaannya dan ingin membantunya keluar dari masalah yang sedang dihadapinya, namun kali ini ia lebih memilih untuk menyelesaikannya sendiri. Karena memang hanya dirinya yang bisa menyelesaikan semuanya.
"Jangan lupa untuk menelfon Grandma Mu."
Sambungan telefon tertutup, namun hal itu tak bisa mengentikan perasaan hangatyang mengalir kedalam dadanya, Ia tahu kata-kata itu berarti Grandpanya telah menyetujui keputusannya. "Terima kasih." Ucap Riana pelan sembari menghapus setetes air mata yang mengalir dipipinya.
Ia meletakkan ponselnya kembali lantas memeluk lututnya dan menelengkupkan kepala seraya terisak pelan. Riana benar-benar tak sanggup, rasa sesak didadanya semakin menjadi saat teringat kejadian hari itu. Hari dimana kepercayaannya benar-benar dihancurkan oleh orang-orang yang ia sayangi.
Menghembuskan nafas panjang, Riana mendongak menghapus air mata dipipinya. Ia menghembuskan nafas panjang berulang-ulang hingga dirasa tenang. Riana merenung sejenak kemudian mengambil ponselnya menghubungi seseorang.
"Apakah semuanya sudah siap?" Tanya Riana to the point saat orang diseberang sana mengangkat telfonnya.
"Sudah siap Miss, surat kepindahan Anda juga telah selesai. Miss sudah resmi menjadi Siswi di SMA Buana."
Riana menganggukkan kepalanya puas. "Jangan sampai terjadi kesalahan, Oh ya, Awasi Pak tua itu. Jangan sampai dia merusak rencana."
"Tentu Miss, apakah ada pesanan lainnya?"
Merenung sejenak, Riana mengetuk-ngetuk telunjuknya diatas lutut terlihat berfikir. "Kirimkan seragam dan barang pesanan saya sekarang. Besok saya akan mulai bersekolah di SMA Buana." Riana memutus sambungan telefon tanpa menunggu balasan diseberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Nerd#Wattys2019
Teen Fiction"Jangan menilai seseorang berdasarkan penampilan atupun latar belakangnya, karena bisa saja dia lebih hebat dari pada dirimu." -Fake Nerd Karena suatu alasan. Iriana Allisia Jhonson terbang ke Indonesia. Menyamar dan menggunakan identitas palsu untu...