🍁Chapter 3. Sekumpulan Orang Tanpa Otak

9.6K 472 4
                                    

"Jangan peduli, mereka hanyalah sekumpulan orang tanpa otak yang berfikir bahwa mereka hebat."

-Iriana Allisia Jonson-

*****

"Selamat pagi Bu Betty." Pak Andrew menyapa setelah mengetuk pintu, menarik seluruh perhatian penghuni kelas 11 MIPA 1.

"Selamat pagi Pak."

Pak Andrew yang masih berdiri di depan pintu, kini mulai melangkah masuk bersama dengan Riana yang mengikuti di belakangnya dengan kepala sedikit tertunduk. "Bisa minta waktunya sebentar Bu? Kebetulan ada  siswi baru yang akan berada di kelas ini."

"Selamat pagi Bu." Sapa Rania sembari menyalim tangan Bu Betty.

"Pagi, Apakah dia Siswi baru Pak Andrew?"

"Benar, karena itu saya meminta waktu untuk memperkenalkan Siswi baru ini."

"Tentu Pak." Bu Betty beralih menatap   Siwa-siswinya, menepuk papan tulis menggunakan ujung spidol untuk menarik perhatian meraka.  "Tolong perhatiannya sebentar!"

Seketika perhatian seluruh penghuni kelas yang sejak tadi berbisik-bisik, menebak-nebak Perempuan yang masuk bersama kepala sekolah kini terdiam, menatap penasaran pada Riana.

"Baiklah, Riana silahkan perkenalkan dirimu." Ucap Pak Andrew mengambil alih.

Riana mengangkat kepalanya, menatap keseluruh penghuni kelas yang nantinya akan menjadi teman sekelasnya. "Indriana Putri."

Krik.... krik....krik

Hening, tak ada yang bersuara. Pak Andrew mengerjap-ngerjapkan matanya "Hanya itu?" Tanyanya tak mengerti, sebab untuk sebuah perkenalan kata-kata Riana tertalu pendek tanpa menambahkan kata basa-basi. Pak Andrew berdehem saat Riana berbalik menatapnya, entah mengapa tatapan Riana benar-benar membuatnya merasa terintimidasi.

"Baiklah, Indriana kamu bisa duduk di bangku kosong disana." Ucap Bu Betty mengambil alih.

Mengangguk sekilas, Riana berjalan menuju bangkunya disertai dengan tatapan-tatapan beragam dari teman-teman sekelasnya. Tetapi sepertinya, mereka tidak menyukai kehadirannya disini. Terbukti, ada salah satu siswi yang dengan sengaja mengeluarkan kakinya unyuk membuatnya terjatuh jika saja ia tidak menyadarinya.

Dalam benaknya, Rania sangat yakin jika ketenangan yang ia inginkan tak akan pernah dia dapatkan disekolah ini. Tanpa peduli dengan tatapan tidak suka mereka, Riana meletakkan tasnya dan duduk dengan kalem.

"Bu!"

Riana melirik sekilas siswi yang mengangkat tangannya kemudian kembali lagi menatap ke depan tidak perduli sedikitpun.

"Ada apa Angel?"

Siswi yang bernama Angel itu, sekilas berbalik menatap jijik pada Riana kemudian kembali menatap Bu Betty dengan raut wajah seolah-olah telah dirugikan "Kenapa dia harus disini sih Bu? Gak ada kelas lain yang bisa dia tempati?" Protes Angel sarat akan rasa tidak suka.

Bu Betty menghembuskan nafas panjang, berusaha untuk sabar menghadapi siswi yang paling sering membuat masalah. Jika saja bukan karena koneksi dari orangtuanya, Bu Betty yakin jika Angel pasti sudah dikeluarkan dari sekolah ini sejak lama. Sayang sekali, pihak yayasan selalu memberikan hak istimewa bagi murid yang memiliki status lebih tinggi, karena itu walaupun tidak setuju dengan hal-hal tersebut mereka para guru tak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa berusaha semaksimal mungkin untuk mendidik mereka menjadi lebih baik.

"Hanya kelas ini yang memiliki siswa yang kurang dari yang seharusnya, lagi pula untuk apa kamu mempertanyakan hal yang bukan urusanmu Angel." Pak Andrew mengambil alih pembicaraan, ia kenal bagaimana sifat Angel karena dia adalah salah satu murid yang laporan pelanggarannya telah mencapai batas maksimal.

"Tapi pak-"

"Diamlah Angel! Ini bukan urusan kamu, ini adalah keputusan pihak sekolah." Bentak Bu Betty mulai jengah dengan sikap seenaknya Angel.

Dari tempaynya duduk, Riana mengamati semuanya dalam diam dan dapat membuat kesimpulan jika sekolah ini benat-benar kacau. Sepertinya, akan banyak hal yang harus diubahnya.

Melihat bahwa urusan mengenai Riana telah selesai, Pak Andrew berpamitan dan mengangguk sekilas pada Riana sesaat sebelum keluar.

*****

Bel tanda istirahat menggema diseluruh penjuru SMA Buana, membuat Siswa dan siswi menghembuskan nafas lega atau bahkan bersorak tak peduli dengan guru yang melirik mereka tajam.

Begitupun dengan kelas 11 MIPA 2, mereka semua menghembuskan nafas lega dan mungkin mereka akan bersorak kegirangan jika saja yang mengajar bukanlah Pak Adi, salah satu guru terkiller seantero sekolah. Bahkan, Angel yang katanya adalah siswi pembuat masalah tak berani bertingkah dihadapan pria berkepala botak dan memiliki kumis lebat itu.

"Baiklah, pertemuan selanjutnya saya ingin tugas tersebut sudah ada dimeja. Jika ada yang tidak mengerjakan, anda bisa keluar dari kelas. Selamat siang...." Pak Adi berjalan keluar dari kelas, meninggalkan Siswa-siswinya yang mulai berkeluh kesah karena harus mengerjakan soal matematika 15 nomor, belum lagi tugas itu harus dikumpul besok."l

Mengebaikan sekitar, Riana membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas. Ekpresinya yang tenang tanpa beban benar-benar kebalikan dari yang lainnya. Tentu saja, tugas yang diberikan telah selesai ia kerjakan sejak setengah jam lalu.

Sebuah buku dilemparkan diatas mejanya, Riana mengangkat kepalanya menatap sang pelaku. Diam-diam ia menghembuskan nafas berat, melihat Angel berdiri tepat di depannya dengan tangan terlihat di depan dada, menatap remeh pada Riana.

"Kerjain tuh! Gue mau besok udah selesai." Perintah Angel dengan nada yang benar-benar merendahkan, seolah Riana hanyalah seonggok sampah yang memang pantas diperlakukan semacam itu.

Tanpa kata, Riana mengambil buku tulis itu dan menaruhnya di dalam tas. Untuk saat ini ia benar-benar tak ingin membuat keributan, apalagi hanya karena perempuan tanpa otak dihadapannya. Hal itu hanya akan merendahkan dirinya sendiri.

Angel mengerutkan dahinya mendapati Riana masih tetap bisa mempertahankan ekspresi tenang tanpa terganggu sedikitpun. Fakta itu benar-benar membuat Angel bertambah geram, ia merasa seolah-olah cewek cupu itu tidak pernah menempatkannya dimatanya. Angel melirik Tiara yang berdiri di belakangnya, memberi kode melalui tatapannya. Dan seolah mengerti, Tiara mengangguk kemudian berjalan ke arah bangkunya mengambil tiga buah buku tulis yang ditumpuk bersama.

Dengan suara 'Pakkk' halus Tiara meletakkan buku tulis itu dengan senyuman yang terpatri di bibirnya yang terpoles lipstik kemerahan "Tolong yah, sekalian kerjain punya gue, Alya sama Dela." Ucap Tiara dengan nada dibuat semabis mungkin.

Riana terdiam melirik wajah Tiara sekilas kemudian beraliha menatap tiga buku tulis di hadapannya. Di dalam fikirannya Riana berusaha mengingatkan dirinya untuk tetap tenang dan tak terpancing emosi. Ia harus ingat tujuannya kesini, Riana mencari ketenangan bukannya sebuah masalah.

Jangan jatuhkan dirimu ketingkat mereka, mereka hanyalah manusia tanpa otak yang merasa diri mereka hebat. Riana mengulang kata-kata itu difikirannya.

"Kenapa? Gak suka?" Angel menatap sinis pada Riana yang terlihat menunduk yang disalah artikan oleh Angel. Ia kira Riana mulai takut padanya.

Hal ini membuat Angel menjadi bersemangat "Gue bingung deh, bisa-bisanya sekolah seelit ini nerima siswa miskin kayak lo." Angel berkata sarat akan hinaan. "Gak pantes tau gak? Bikin rusak pemandangan aja, setuju gak guys?!" Angel menatap teman-teman sekelasnya yang masih berkumpul di kelas tanpa berniat untuk beranjak sedikitpun, bagi mereka menonton Angel yang mengerjai siswi baru itu adalah hiburan tersendiri bagi mereka.

Beberapa orang serempak menjawab 'ya', terutama ketiga pengikut Angek yang menjawab dengan suara sedikit keras, sisanya hanya diam tanpa berniat ikut campur sedikitpun.

Angel tersenyum puas, ia kembali menatap Riana yang masih menunduk "Lo denger? Mereka gak pernah nerima keberadaan lo disini, seharusnya lo ngaca dulu. Liat lo pantes gak sekolah disini?" Angel tersenyum sinis, tangannya terangkat mendorong kepala Riana kasar "Bego!" Setelah  itu ia pergi bersama ketiga temannya, meninggalkan Riana yang kini mengangkat kepalanya menatap tajam kepergian cewek itu.

Tbc.

Fake Nerd#Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang