🍁Chapter 4. Membosankan

8.9K 453 7
                                    

"Jangan pernah menilai seseorang hanya karena tampilan dan latar belakanganya, bisa saja orang itu lebih hebat dari pada dirimu."

-Fake Nerd-

*****

Riana berjalan dengan santai di koridor sekolah, Kehebohan yang terjadi saat pertama kali ia menginjakkan kaki disini sepertinya kembali terulang pagi ini. Dan dari pembicaraan-pembicaraan disekitarnya orang yang menjadi penyebab kehebohan ini adalah siswa pindahan yang dua minggu lalu tidak muncul, dikabarkan akan masuk hari ini.

Riana tidak begitu mengerti jalan fikiran mereka, apakah mereka harus seheboh ini hanya karena seorang siswa pindahan? Jadi bagaimana jika ia tampan? Kaya? Dia juga masih manusia, sama seperti mereka. Menurutnya itu benar-benar suatu tindakan bodoh dan buang-buang waktu.

Sampai di kelas, suasanya sama saja dengan di luar. Berisik. Bagi Riana, yang lebih suka ketenangan, hal-hal yang terjadi disekitarnya benar-benar mengganggu.

"Eh, emang dia bener sekaya itu?"

"Lo gak tau? Dia keturunan Fernandez, Lo tau kan keluarga Fernandez?"

"Ahh beneran?! Kok bisa dia pindah ke indo? Bukannya keluarga Fernandez tinggal di Amrik?"

"Lo lupa? Istrinya Pak Anthoni Fernandez kan orang Indo, mungkin aja dia mutusin buat tinggal disini. Lagi pula bagus dong, Cowok keren, kaya, dan ganteng kayak Algino pindah ke indo. Siapa tau dia kepincut sama gue."

"Yee, emang cowok sekeren dia mau sama cewek dugong kayak lo? Palingan Algino sukanya cewek kayak Pamela, Hanni, atau Cindy sama geng-gengnya. Merekakan yang paling kaya dan cantik di sekolah."

"Yaaa, siapa tau? Kita gak bakalan tau, siapa tau Algino kepincut cewek yang biasa aja...."

"Gak mungkin, gue jamin Algino......"

Riana menyumbat telinganganya menggunakan earphone, lebih baik ia mendengar musik dari pada celotehan-celotehan sekelompok perempuan di hadapannya.

Menutup matanya, Riana mulai merilekskan tubuhnya. Ia butuh ketenangan dan tak ingin diganggu oleh hal-hal yang tidak penting. Waupun itu kehadiran anggota keluarga Fernandez sekalipun. Riana tak peduli....

Namun, sepertinya keinginan sederhananya sangat sulit untuk ia dapatkan. Baru saja ia mulai menikmati ketenangannya, seseorang dengan paksa melepaskan earphone yang ia kenakan. Riana membuka matanya menatap tepat ke arah wajah Angel yang terlihat kesal. Riana menghembuskan nafas berat, apa lagi sekarang?

Dua minggu terakhir ini, kesabaran Riana benar-benar sedang di uji. Bagaimana tidak? Angel dan temannya, Ah tidak, lebih tepatnya pembantunya selalu saja membuat masalah untuknya. Dan yang paling parah, yang juga hampir saja membuatnya menampar perempuan itu adalah saat Angel dengan raut wajah polosnya dengan sengaja menyiram Meja dan kursinya menggunakan Jus Alpokat hingga membasahi ponsel yang berada di balik buka yang sengaja ia letakkan diatas meja.

Riana tidak begitu mengerti, kebencian apa yang mereka pendam untuknya? Apakah hanya karena penampilannya yang menurut mereka terlihat kampungan? Atau karena persepsi mereka yang menganggapnya hanya seorang gadis miskin yang tidak pantas untuk bersekolah disini? Jika begitu, Riana benar-benar tidak tahu lagi apa isi otak mereka. Baginya, seseorang tidak bisa hanya dinilai berdasarkan tampilan dan latar belakangnya. Lalu bagaimana jika ada seorang anak presiden yang sedang memakai pakaian pengemis? Bukankah mereka tetap seorang anak presiden walaupun mereka memakai pakaian pengemis? Karena itu, seperti yang Riana katakan, Jangan pernah menilai seseorang hanya karena tampilan dan latar belakanganya, bisa saja orang itu lebih hebat dari pada dirimu.

"Ada Apa?" Tanya Riana tenang.

Angel mendengus, ia melotot dan berkata dengan suara keras memekakkan telinga "Masih berani nanya lo?! Seandainya aja lo gak masuk di kelas ini, Algino pasti udah dimasukin ke kelas ini!"

Riana dalam diam kembali menggumamkan kalimat-kalimat penenang, biarkan dia mengoceh, setelah itu semuanya akan kembali tenang. Rapalnya dalam hati.

"Gara-gara lo kesempatan gue buat ngedeketin Algino udah hilang! Dia pasti bakalan kepincut sama cabe-cabean kelas IPS 1! Lo benar-benar pengacau! Kenapa lo gak enyah aja sih dari kelas ini? Atau kalau perlu dari sekolah ini! Biar tenang kehidupan gue!" Yah, Angel fikir semua yang terjadi adalah karena kesalahan Riana, karena kehadiran perempuan itu kesempatan untuk dekat dengan cowok sekeren dan sekaya Algino gagal. Menurutnya, Cowok sejenis Algino hanya cowok berpasangan dengannya.

Riana hanya bisa diam, membiarkan Angel mengoceh hingga selesai. Sampai saat ini setidaknya Angel tidak menggunakan kekerasan fisik setelah yang terakhir kali ia menoyor kepalanya....

******

Bagi Riana selama dua minggu ini bersekolah, ia tahu tak ada tempat yang cukup tentram baginya jika berada di sekitar siswa-siswi lainnya. Jika bukan kalimat ejekan dan penghinaan, Riana tentu akan menerima tatapan tidak suka, jijik, dan sebagainya yang membuatnya merasa risih.

Karena itu, disinilah ia berada. Di roofop sekolah yang telah diubahnya menjadi tempat peristirahatan pribadinya. Tempat yang dulunya kosong, kini telah ditambahkan Sofa dan meja agar ia bisa bersantai sejenak. Bagusnya adalah, selama ini tak ada satu siswapun yang pernah naik kesini makanya Riana bisa lebih leluasa melakukan apapun tanpa satu orangpun yang mengganggu.

Berbaring di atas Sofa, Riana mengeluarkan ponsel, mendial nomor Kelly.

"Siang Miss...."

"Perintahkan seseorang untuk mengambil tas saya, gunakan alasan apapun tanpa menimbulkan kecurigaan." Hari ini Riana merasa tidak memiliki mood untuk kembali ke kelas, ia sedang tidak ingin meladeni sikap kekanak-kanakan mereka. "Ah, dan juga saya ingin motor saya sudah ada di parkiran, Pria tua itu bahkan tidak membiarkanku menikmati hari-hari yang tenang." Riana mendengus, saat mengingat permintaan Grandpanya kemarin. Jika, bukan karena ancamannya, aku tak akan mau menginjakkan kaki ditempat membosankan itu. Fikirnya kesal.

"Apakah anda akan ke kantor cabang Miss?"

"Ck! Jangan banyak tanya! Lakukan saja seperti yang saya katakan." Riana bangkit berdiri. "Jangan berikan kabar ke kantor perihal kedatangan saya, saya ingin lihat kekacauan apa yang telah mereka lakukan!" Desis Riana sembari memandang jauh ke depan.

"Baik Miss, berikan saya waktu sepuluh menit."

"H'mm lakukan dengan cepat." Riana memutus sambungan telefon, perempuan itu mendongak menutup mata sembari menghembuskan nafas berat.

Sejenak Riana terdiam dengan dahi berkerut samar seolah-olah sebuah beban berat telah diletakkan di pundaknya, Perempuan itu melirik jam diponselnya dan mendesah.

Menunggu benar-benar membosankan!.

Tbc.

Fake Nerd#Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang